A. Â JUDUL PENELITIAN
PENGGUNAAN MEDIA REALITA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR MATEMATIKA KONSEP BANGUN RUANG KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI 06 PONTIANAK UTARA TAHUN PELAJARAN 2021/2022.
B. Â BIDANG KAJIAN
Bidang kajian dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
1. Permasalahan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah masalah peningkatan kemampuan belajar matematika siswa.
2. Penelitian tindakan kelas ini dikenakan pada siswa kelas V.
3. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 06 Pontianak Utara.
4. Dalam penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2021/2022.
5. Penelitian tindakan kelas ini dibatasi pada kompetensi dasar konsep bangun ruang.
C. Â PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya fikir manusia. Perkembangan pesat di teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, dan matematika aritmatika. Untuk menguasai teknologi dimasa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sakolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analisis, sistimatis, kritis dan kreatif serta berkemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemapuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Sesuai dengan perkembangan kejiwaan siswa, pembelajaran matematika bertujuan agar siswa terampil berhitung sederhana, di samping mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan siswa untuk menghadapi pembelajaran di kelas-kelas yang lebih tinggi baik pembelajaran matematika, maupun pembelajaran bidang studi yang lain. Prinsip keterpaduan dalam pembelajaran sangat diperlukan.
Siswa SD pola berpikir kongkritnya masih relatif besar. Untuk menghindari terjadinya kebingungan, salah pengertian atau salah konsep maka dalam proses belajar mengajar digunakan media. Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol yaitu metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar. Kedudukan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar ada dalam komponen metodologi, sebagai salah satu lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
Masalah hingga saat ini banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran matematika. Materi pelajaran matematika, misalnya, menurut anggapan sebagian siswa, memiliki tingkat kesukaran lebih tinggi dibandingkan dengan pelajaran-pelajaran lainnya yaitu dengan didapatkannya nilai formatif anak pada pelajaran matematika lebih rendah dibanding nilai mata pelajaran lain. Kalau kemampuan belajar konsep bangun ruang tidak ditingkatkan akan berdampak pada pelajaran matematika berikutnya. Siswa akan terasa menjadi semakin sulit belajar konsep bangun ruang dan akhirnya ditakuti. Secara umum kenyataan ini dapat dilihat dari hasil rata-rata penilaian akhir sekolah (PAS) pada mata pelajaran matematika masih rendah di banding mata pelajaran yang lain.Â
Media realita kurang mendapat perhatian dari para guru matematika, sebagian besar dari mereka enggan menggunakan media realita sebagai salah satu alat bantu mengajar konsep bangun ruang, hal ini mungkin disebabkan oleh keterbatasan pengadaan media realita matematika yang ada. Meskipun media telah tersedia di sekolah-sekolah, tetapi kenyataannya media realita ini jarang sekali digunakan dalam pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan oleh sangat terbatasnya keterampilan guru dalam mengoperasionalkan atau keinginan mendayagunakannya yang relatif rendah. Masalah ini bukan hanya terjadi pada salah satu lembaga pendidikan, tetapi hampir terjadi di semua lembaga pendidikan khususnya lembaga-lembaga di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, termasuk di Sekolah Dasar Negeri 06 Pontianak Utara.
Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses komunikasi antara pihak guru atau pendidik dengan peserta didik untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Proses komunikasi (proses penyampaian pesan) harus diciptakan atau diwujudkan melalui kegiatan penyampaian pesan atau informasi oleh setiap guru dan peserta didik. Pesan atau informasi dapat berupa ide, fakta, arti, dan data. Melalui proses komunikasi, pesan atau informasi dapat diserap dan dihayati peserta didik agar tidak terjadi kesesatan dalam proses komunikasi. Untuk itu perlu digunakan sarana yang membantu proses komunikasi yang disebut media realita.
Media sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Kehadirannya mempunyai arti yang sangat penting, karena pada dasarnya setiap materi pelajaran tentu memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada materi pelajaran yang tidak memerlukan media, namun di lain sisi ada materi pelajaran yang sangat memerlukan media.
Melihat fenomena tersebut, nampak bahwa ada permasalahan dalam penggunaan dan pemanfaatan media realita dalam pembelajaran matematika. Secara fungsional, pembelajaran matematika akan lebih efektif manakala media realita dimanfaatkan, namun kenyataannya media sulit diadakan atau tidak dioperasionalkan dengan baik, sehingga media yang ada tidak memberikan hasil yang optimal.
Hal yang sama juga berlangsung di SD Negeri 06 Pontianak Utara. Hasil pengamatan awal menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan belajar siswa di kelas V SD Negeri 06 Pontianak Utara untuk mata pelajaran siswa yang sudah mencapai batas tuntas belajar minimal baru mencapai 37,5% atau 9 orang siswa. Ditinjau dari nilai rata-rata kelas, nilai yang diperoleh siswa baru mencapai 61,67 atau masih berada di bahwa batas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).
Berangkat dari latar belakang tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan media pembelajaran matematika, khususnya media realita. Adapun judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah "Penggunaan Media Realita Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Konsep Bangun Ruang pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 06 Pontianak Utara Tahun Pelajaran 2021/2022."
D. RUMUSAN MASALAH
Masalah penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut: "Apakah penggunaan media realita dapat meningkatkan kemampuan belajar matematika konsep bangun ruang pada siswa kelas V SD Negeri 06 Pontianak Utara tahun pelajaran 2021/2022?"
E. Â TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan belajar matematika konsep bangun ruang pada siswa kelas V SD Negeri 06 Pontianak Utara melalui penggunaan media realita
F. Â MANFAAT HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat kepada semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan. Adapun manfaat yang diharapkan adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pembendaharaan khususnya kepada pembelajaran konsep bangun ruang, umumnya meningkatkan kemampuan belajar matematika dengan menggunakan media realita.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada guru dalam pembelajaran matematika konsep bangun ruang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan belajar matematika konsep bangun ruang dengan menggunakan media realita.
b. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada kepala sekolah dasar dalam usaha perbaikan pembelajaran matematika kelas V SD.
c. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses pembelajaran konsep bangun ruang matematika, Kesulitan materi yang disampaikan oleh guru kepada siswa dapat disederhanakan dengan bantuan media realita sehingga mutu pendidikan dapat lebih meningkat.
G. Â KAJIAN PUSTAKA
1. Â Tinjauan Tentang Belajar dan Pembelajaran
a. Â Definisi Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah suatu perubahan tingkat laku sebagai hasil dari pengalaman, belajar bukanlah menghafalkan fakta-fakta yang terlepas-lepas, melainkan mengaitkan konsep-konsep yang baru pada konsep yang telah ada dalam struktur kongnitif. Pengertian belajar menurut Winkel dalam (Purwanto, 2016: 39) adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam diri seseorang dan proses interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dengan kata lain, belajar merupakan upaya dari seseorang agar dapat berubah menjadi berwawasan, berketerampilan, dan bersikap lebih baik. Perubahan selalu menjadi kata kunci dari belajar, karena perubahan adalah yang dituju, bukan hanya mendapatkan atau ditransferi ilmu.
Sementara itu menurut Slameto dalam (Nurjaman, 2016:14) belajar adalah suatu proses usaha yang dikerjakan seorang untuk memperoleh sebuah perubahan tingkah laku yang baru dengan cara menyeluruh, sebagai akibat dari pengalaman yang dirasakan seseorang itu sendiri saat berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini, masih senada dengan Winkel, belajar juga bisa ditafsirkan sebagai kegiatan yang berlangsung disebabkan hadirnya interaksi secara aktif antara individu dengan lingkungan sekelilingnya.Â
Selanjutnya, menurut Sardiman dalam (Nurjaman, 2016:15) belajar adalah suatu perubahan perilaku atau tampilan, dengan rangkaian aktivitas seperti membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lainnya. Perubahan tersebut dibuktikan dari seluruh tingkah laku dari individu yang belajar, dan aktivitas pembelajaran seperti membaca dan mengamati menjadi cara konkret untuk meraihnya.
Berdasarkan definisi para ahli mengenai belajar yang sudah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu runutan aktivitas yang dilakukan dengan interaksi terhadap suatu lingkungan yang akan membawa perubahan terhadap seseorang, baik itu pengetahuan, keterampilan, maupun sikap.
Sebagaimana belajar, definisi pembelajaran juga sangat beragam dan tergantung dari sudut pandang mana para ahli mendefinisikannya. Menurut Trianto dalam (Sutiah, 2020:5), Pembelajaran merupakan produk interaksi berkelanjutan antara perkembangan dan pengalaman. Pembelajaran lanjut Trianto, hakikatnya merupakan usaha sadar diri dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka tujuan yang diharapkan.
Menurut Hamalik (2009:57) pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dari pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan hasil interaksi berkesinambungan antara perkembangan dan pengalaman hidup.
b. Â Teori Belajar
Berbagai pengertian dan konsep belajar yang telah dipaparkan sebelumnya menunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks, di mana komponen-komponen saling berinteraksi satu sama lain. Dalam menunjang proses belajar yang kompleks tersebut, teori belajar menjadi hal krusial untuk dipahami agar pendidikan dapat memberikan stimulus atau aktivitas yang tepat dalam memberikan dampak positif pada proses belajar dan pembelajaran peserta didik.
Berdasarkan berbagai pemaparan mengenai belajar sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa teori belajar merupakan kumpulan prinsip dan komponen-komponennya yang disusun secara sistematis mengenai bagaikan seorang individu belajar. Teori belajar adalah upaya untuk menjelaskan serta menggambarkan bagaimana seorang individu belajar, sehingga dapat membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran.
Terdapat beberapa teori belajar yang telah dikembangkan oleh para ahli psikolog dalam proses perkembangan bidang ini. Tiga pandangan utama dari ranah psikologi ini meliputi teori belajar behavioristik, kognitif, dan konstruktivisme. Beberapa teori belajar lainnya meliputi teori belajar humanistik, sosial, dan sibernetik. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing teori belajar.
1) Â Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang fokus terhadap perubahan tingkah laku individu sebagai perolehan dari pengalaman yang diakibatkan adanya stimulus dan respons. Pengertian tersebut sejalan dengan pendapat Thobroni (2015: 55) yang mengungkapkan bahwa teori belajar behavioristik merupakan suatu teori perihal perubahan perilaku sebagai perolehan dari pengalaman.
2) Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif adalah teori belajar yang lebih menekankan pada suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia secara utuh dalam semua situasi dan kondisi pembelajaran yang sedang dilakukan. Al-Hasan (2012: 10) mengemukakan bahwa kemampuan kognitif adalah kemampuan untuk berpikir secara lebih kompleks dan melakukan penalaran serta pemecahan masalah. Semakin berkembangnya kemampuan kognitif maka akan mempermudah seseorang untuk menguasai pengetahuan umum yang lebih luas.
Sehingga dapat dikatakan bahwa teori belajar kognitif adalah teori belajar yang ingin menekankan kemampuan berpikir lebih kompleks serta melakukan pemecahan masalah dibandingkan dengan hanya sekedar menguasai pengetahuan umum lewat hafalan atau latihan saja.
3) Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah teori belajar yang mengusung pembangunan kompetensi, pengetahuan, atau keterampilan secara mandiri oleh peserta didik yang difasilitasi oleh pendidik melalui berbagai rancangan pembelajaran dan tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan perubahan yang dibutuhkan pada peserta didik.
Menurut Thobroni (2015: 107) Teori konstruktivisme memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya. Artinya, belajar dalam pandangan konstruktivisme betul-betul menjadi usaha aktif individu dalam mengonstruksi makna tentang sesuatu yang dipelajari.
4) Teori Belajar Humanistik
Teori pembelajaran humanistik adalah teori belajar yang tergerak dari dalam diri manusia berdasarkan keinginan dan kebutuhannya sendiri dalam berbagai proses pemenuhan, aktualisasi, pemeliharaan, hingga peningkatan diri. Menurut Arbayah (2013: 207) teori belajar humanistis adalah teori belajar yang menempatkan individu pembelajar sebagai pelaku dan sebab tujuan secara sekaligus, sehingga individu dapat mengaktualisasikan segenap potensi dirinya tidak hanya dalam bentuk yang terasing dari sebab-sebab di luar, tetapi bahkan juga dalam posisi yang mengemban tujuan dari perwujudan dirinya, dan individu ini sepenuhnya bertumpu pada dirinya sendiri dalam proses aktualisasi diri, pemeliharaan diri, dan peningkatan diri.
5) Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial adalah pembelajaran yang tercipta ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain melalui peniruan (imitation) atau pemodelan (modeling). Dengan kata lain, informasi yang didapatkan dari cara memperhatikan kejadian-kejadian yang ada di lingkungan sekitar atau lingkungan sosial.
Davidoff dalam (Purwanto, 2016: 28) juga menyebutkan bahwa modeling disebut juga observation learning, imitation atau social learning. Jadi pembelajaran observasional merupakan komponen utama dari pembelajaran sosial Bandura, oleh karena itu teori belajar observasional berkaitan erat dengan teori belajar sosial.
6) Teori Belajar Sibernetik
Dalam teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Proses belajar memegang peranan penting, namun yang lebih penting lagi adalah pengolahan sistem informasi. Dengan kata lain, sistem informasi dipandang sangat memegang peranan penting dalam memudahkan penyampaian materi pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa.
Teori belajar sibernatik adalah teori belajar yang menganggap bahwa teori komputasi tidak hanya dapat digunakan untuk mengolah data, database, presentasi, dan alat komunikasi, tetapi dapat juga digunakan sebagai suatu alat untuk memancing dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada peserta didik untuk menciptakan dan membangun pengetahuan baru peserta didik (Thobroni, 2015: 168).
2. Kajian Tentang Pembelajaran Matematika
a. Â Pengertian Matematika
Secara etimologi matematika berasal dari bahasa Inggris, matematics, artinya ilmu hitung. Ahli matematika disebut matematician. Matematika sangat erat kaitannya dengan ide, gagasan yang terstruktur, simbol-simbol abstrak. Menurut Hudojo dalam (Ovan, 2022: 8) mengatakan bahwa hakikat matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungan yang diatur menurut urutan yang logis. Selanjutnya simbol-simbol formal diperlukan membantu memanipulasi aturan-aturan yang beroperasi dalam struktur-struktur.
Menurut Rahmah (2013: 2) mengemukakan bahwa kata matematika berasal dari Bahasa latin mathematika yang asal mulanya diambil dari Bahasa yunani mathematike yang artinya yaitu mempelajari, asal kata mathema yang berarti pengetahuan (knowledge) atau ilmu (science), kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar berfikir, maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetauan yang didapat dari berfikir (bernalar).
Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
b. Â Tujuan mata pelajaran matematika
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (d) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
c. Â Ruang Lingkup
Berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ruang lingkup pembelajaran matematika di SD meliputi bilangan, geometri dan pengukuran, serta pengolahan data. Materi pembelajaran yang mencakup bilangan, geometri dan pengukuran disampaikan diseluruh kelas mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI, sementara meteri pengolahan data hanya disampaikan di kelas VI. Pada materi bilangan meliputi operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Selanjutnya materi geometri dan pengukuran meliputi bangun datar, bangun ruang dan alat ukur. Kemudia materi pengolahan data meliputi mengumpulkan, menafsirkan, dan menyajikan data.
Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Pembelajaran yang dimaksud disini adalah suatu kegiatan guru untuk memberikan siswa pengalaman belajar sehingga tercipta suasana belajar yang aman dan menyenangkan melalui model terbimbing (Yayuk, 2019: 2).
Tujuan pembelajaran matematika sendiri untuk melatih dan menumbuhkan cara berfikir sistematis, logis, kritis dan konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah. Tujuan ini dapat dikembangkan dengan melakukan suatu aktivitas dalam pembelajaran.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah pembelajaran matematika yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran yang mengacu pada langkah-langkah pembelajaran menggunakan teori pembelajaran, sesuai dengan kontektual atau pengalaman siswa.
3. Â Media Pembelajaran
a. Â Pengertian Media Pembelajaran
Media berasal dari kata "medius" yang artinya tengah, perantara atau pengantar (Rusman, 2012: 140). Menurut Ibrahim dalam Daryanto (2016:4) Media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara atau pendengar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima. Menurut Jamil Suprihatiningrum dalam Muskania, dkk (2019: 79) media diartikan sebagai pengantar pesan dari pengirim kepada penerima serta Menurut Yusuf Hadi Miyorso dalam Muhammad Rohman & Sofwan Amri (2013:156) Media pembelajaran adalah semua hal yang dapat merangsang pikiran peserta didik agar terjadinya proses pembelajaran.
Pembelajaran merupakan suatu usaha sadar guru/pengajar untuk membantu siswa atau anak didiknya, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya (Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto, 2016: 5). Media pembelajaran juga merupakan alat yang berbentuk stimulus bisa diunakan sebagai media diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia; realita; gambar bergerak atau tidak; tulisan dan suara yang direkam.
Ada lima jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran yaitu media visual, media audio, media audio visual, kelompok media penyaji, media objek. Media pembelajaran memiliki fungsi yang jelas yaitu memperjelas, memudahkan dan membuat menarik pesan pembelajaran yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik. Dari beberapa pengertian media dari para ahli diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa media adalah alat bantu fisik yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk memudahkan siswa dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan maupun sikap.
b. Â Macam-Macam Media Pembelajaran
Terdapat beberapa Macam media pembelajaran menurut Nurfadhillah (2021; 61) antara lain;
1) Media audio: radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder, dan telepon.
2) Media visual diam: foto, buku, ensiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar ilustrasi, kliping, film bingkai, film rangkai, transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram dan sketsa, poster, gambar kartun, peta dan globe.
3) Media visual gerak: film bisu.
4) Media audio-visual: televisi diam, slide dan suara, film rangkai dan suara, buku dan suara.
5) Media audio-visual gerak: video, CD, film rangkai dan suara, televisi, gambar dan suara.
6) Media serba neka: papan dan display, papan tulis, papan pamer/ pengumuman/majalah dinding, papan magnetic, whiteboard, mesin pengganda.
7) Media tiga dimensi: realita, sampel, artifact, model, diorama, display.
8) Media teknik dramatisasi: drama, pantomin, bermain peran, demonstrasi, pawai/karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi.
9) Sumber belajar pada masyarakat: kerja lapangan, studi wisata, perkemahan, belajar terprogram komputer.
c. Â Fungsi Media Pembelajaran
Menurut Levie dan Lentz (dalam Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto, 2016: 19) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu:
1) Fungsi Atensi
Media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Sering kali pada awal pelajaran, siswa tidak tertarik dengan materi pelajaran itu merupakan salah satu pelajaran yang tidak disenangi oleh mereka sehingga mereka tidak memperhatian.
2) Fungsi Afektif
Media visual dapat terlihat dengan tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar ataupun lambing visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya menyangkut masalah sosial atau ras.
3) Fungsi Kognitif
Media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambing visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
4) Fungsi Kompensatoris
Media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.
d. Â Ciri-Ciri Media Pembelajaran
Menurut Indiana (2011: 53-54) ciri-ciri media pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Menjadi dasar media pembelajaran adalah peragaan yang berasal dari kata "raga" yang berarti sesuatu yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamati.
2) Media pembelajaran merupakan bentuk komunikasi antara guru dan murid.
3) Media pembelajaran merupakan alat bantu yang digunakan untuk pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas.
4) Media pembelajaran memiliki kaitan erat dengan metode mengajar yang dilaksanakan guru.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa ciri media pembelajaran merupakan suatu alat yang dapat diraba, dilihat didengar, dan diamati guna membantu guru dalam berkomunikasi dengan, siswa yang dilaksanakan dengan menggunaka metode pembelajaran.
e. Â Manfaat Media Pembelajaran
Manfaat media pembelajaran menurut Azhar Arsyad (2017: 29) bahwa manfaat praktis dari penggunanaan medi pembelajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
1) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.
4. Â Media Realita
a. Pengertian Media Realita
Menurut Sutikno (2021: 88) media realita merupakan alat bantu visual yang berfungsi untuk memberikan pengalaman langsung (direct experience) kepada anak. Realita ini merupakan benda yang sesungguhnya seperti mata uang, tumbuhan, dan binatang yang tidak berbahaya.
Menurut Nurhasnawati, dkk (2021:144) media realita merupakan suatu media yang digunakan guru dalam proses pembelajaran sehingga siswa mudah memahami pelajaran materi pelajaran yang berkaitan dengan benda nyata. Sederhananya media ini merupakan alat bantu mengajar berupa benda rill/nyata. Pemanfaatan media nyata dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan merangsang siswa dalam kegiatan belajar serta membawa pengaruh psikologis siswa.
Media realita berfungsi sebagai media yang menampilkan objek nyata, media realita ini adalah alat bantu yang secara langsung memberikan pengalaman kepada siswa/penggunanya. Maka media ini banyak digunakan guru untuk memperkenalkan sesuatu yang baru. Media realita ini memberikan gambaran secara abstrak tetapi memberikan arti yang nyata bagi siswa. Penggunaan media ini biasanya memanfaatkan media yang asli atau replika yang masih menyerupai bentuk aslinya yang digunakan untuk mempelajari dan memahami materi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa media realita adalah benda nyata yang ada disekeliling kita baik berupa benda mati maupun benda hidup yang sudah diawetkan yang dapat digunakan oleh guru sabagai bahan ajar untuk meningkatkan proses belajar siswa.
Dalam penelitian ini media realita yang digunakan adalah media bangun ruang yang meliputi kubus, balok, tabung, prisma, limas beserta kerangka bangun ruang, dan jaring-jaring bangun ruang.Â
b. Â Dasar Pertimbangan Pemilihan Media Realita
Menurut Asra, dkk (2007: 5-14) mengemukaan bahwa "Media realita yaitu semua media nyata yang ada dilingkungan alam, baik digunakan dalam keadaan hidup manupun sudah di awetkan". Alat bantu atau media merupakan salah satu unsur dinamis dalam belajar" Oleh sebab itu perlu ada pemanfaatan media yang dapat meningkatkan kemampuan peserata didik sebagai alat bantu mencapai suatu tujuan dan kemampuan yang diharapkan.
Menurut Aristo Rahadi (2019: 25) secara teori media realita sangat bermanfaat terutama bagi siswa yang tidak memiliki pengalaman terhadap benda tertentu. Selain itu media realita memiliki beberapa kelebihan antara lain : (1) Sifatnya kongkrit, (2) Menarik perhatian siswa dalam belajar, (3) Memperjelas sajian pelajaran, (4) Menjadikan fakta dan konsep tidak dilupakan.
Selain media realita mempunyai kelebihan, media realita juga mempunyai kelemahan. Kelemahan itu antara lain : (1) Tidak semua benda nyata dapat dihadirkan dikelas karena keterbatasan -- keterbatasan tertentu, (2) Berat pengadaannya karena butuh biaya dan waktu, (3) Yang bersifat tiruan ukurannya terbatas, tidak memadai untuk kelompok besar.
Unsur subjektifitas guru di dalam memilih media pembelajaran harus dihindarkkan. Artinya guru tidak diprbolehkan memilih suatu media pembelajaran atas dasar kesenangan pribadi. Apabila secara obyektif, berdasarkan hasil penelitian atau percobaan, sesuatu media pengajaran menunjukkan keefektifan dan efisiensi yang tinggi, maka guru jangan merasa bosan menggunakannya. Untuk menghindarkan pengaruh unsur subjektifitas guru, alangkah baiknya meminta pandangan atau saran dari teman sejawat atau melibatkan siswa.
Jadi atas dasar pemilihan media realita yang telah diuraikan tersebut diatas merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar lingkungan kegiatan belajar yang dapat di gunakan untuk membantu optimalisasi kemampuan belajar baik dalam merancang, kegiatan maupun hasil belajar. Media yang dimaksud dalam penelitain ini adalah media realita yang digunakan dalam pembelajaran kosep bangun ruang.