Bayangkan sejenak. Sebelum menikah, seorang istri adalah seseorang yang punya mimpi, hobi, dan identitas yang khas. Dia bukan sekadar calon istri atau ibu. Dia mungkin seorang pekerja keras di kantornya, seniman yang mencintai warna, atau penyuka kopi yang gemar menulis puisi di kedai favorit.Â
Tapi, setelah menikah dan memiliki anak, apa kabar dirinya? Masihkah ia punya ruang untuk tetap menjadi dirinya sendiri?
Fenomena "Menghilangnya Jati Diri"
Tidak sedikit wanita yang kehilangan jati diri setelah menikah. Menurut survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga sosial di Indonesia, lebih dari 60% ibu rumah tangga merasa bahwa mereka tidak lagi menjadi diri mereka sendiri setelah memiliki keluarga.Â
Bukan karena mereka tidak mencintai peran mereka sebagai istri dan ibu, tetapi karena tuntutan peran itu sering kali menutupi identitas pribadi mereka.
Apa yang terjadi?
Jadwal mereka penuh dengan daftar pekerjaan rumah tangga, mengurus anak, dan mendampingi suami. Waktu untuk membaca buku, mengejar karier, atau sekadar bersantai di akhir pekan seolah menjadi "kemewahan" yang sulit dicapai.
Namun, apakah ini satu-satunya skenario? Tentu tidak. Ada juga istri yang tetap bekerja dan memiliki ruang untuk dirinya sendiri. Tapi tunggu dulu, apakah berarti mereka lolos dari masalah ini?
Bagaimana dengan Istri yang Tetap Bekerja?
Banyak yang berpikir bahwa istri yang bekerja tidak akan kehilangan jati dirinya karena mereka punya "hidup di luar rumah." Tapi kenyataannya, tekanan justru bertambah. Mereka harus menjadi "superwoman" yang sempurna di semua lini, karier cemerlang, rumah tangga harmonis, anak-anak bahagia, dan suami yang selalu tersenyum.