Mohon tunggu...
Kartika Tjandradipura
Kartika Tjandradipura Mohon Tunggu... Wiraswasta - Co-Founder Writing for Healing Community

Penulis dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan mental health awareness dan self compassion. Untuk mengenal tulisannya lebih jauh, bisa dilihat di akun Instagram : @kartika_olive

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Paradox Minimalisme: Apakah Kehidupan Minimalis Justru Membuat Kita Lebih Konsumtif?

27 Desember 2024   00:02 Diperbarui: 27 Desember 2024   00:12 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: pixabay/ stocksnap)

Dalam beberapa tahun terakhir, minimalisme menjadi tren hidup kekinian yang digadang-gadang mampu membawa kebahagiaan sejati. Prinsipnya sederhana: hidup dengan lebih sedikit barang agar lebih fokus pada hal-hal yang benar-benar penting. Namun, di balik idealisme itu, kita perlu bertanya: apakah minimalisme benar-benar membuat hidup lebih sederhana? Atau justru mendorong kita untuk lebih konsumtif, hanya saja dalam balutan estetika yang lebih rapi?

Apa Itu Minimalisme dan Mengapa Kita Terpikat?
Minimalisme, seperti yang sering digembar-gemborkan, adalah seni hidup sederhana. Tinggalkan barang yang tidak memancarkan "kebahagiaan" (terima kasih kepada Marie Kondo) dan fokus pada esensi. Tren ini meroket di era modern, didorong oleh kelelahan masyarakat atas pola hidup yang berlebihan.

Namun, di tengah semangat decluttering, pertanyaan penting muncul: mengapa rak buku diganti dengan rak minimalis berbentuk lingkaran yang harganya setara gaji UMR? Mengapa wardrobe "serba putih" menjadi simbol kebahagiaan baru, padahal Anda harus membeli semuanya dari awal?

Minimalisme yang sejatinya bertujuan membebaskan manusia dari konsumsi berlebih malah sering kali memunculkan kebutuhan konsumtif baru.

Mengapa Kita Menjadi Konsumtif dalam Minimalisme?

Siapa target utama minimalisme modern? Biasanya, generasi milenial hingga Gen Z yang tengah berjuang melawan tekanan sosial di media. Hidup penuh barang dianggap sebagai hidup yang berantakan---dan siapa yang ingin terlihat "berantakan" di Instagram?

Apa sebenarnya yang kita beli? 

Mulai dari kursi minimalis berbentuk geometri abstrak hingga tumbler stainless steel edisi terbatas. Semua itu didorong dengan jargon "essential," tetapi sesungguhnya, apakah tumbler tersebut benar-benar lebih esensial daripada gelas biasa?

Di mana fenomena ini sering terjadi?
Fenomena ini terutama marak di kota besar. Di ruang-ruang urban yang semakin sempit, estetika minimalis dianggap solusi. Sayangnya, ini sering kali menjadi dalih untuk mengganti barang lama dengan barang baru.

Kapan minimalisme mulai berubah menjadi konsumsi berlebih? 

Tepat saat merek-merek besar menangkap peluang untuk mengubahnya menjadi tren gaya hidup. Lihat saja, toko furnitur ternama kini memasarkan konsep "living with less" dengan harga yang membuat kantong menangis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun