konsumtif, hanya saja dalam balutan estetika yang lebih rapi?
Dalam beberapa tahun terakhir, minimalisme menjadi tren hidup kekinian yang digadang-gadang mampu membawa kebahagiaan sejati. Prinsipnya sederhana: hidup dengan lebih sedikit barang agar lebih fokus pada hal-hal yang benar-benar penting. Namun, di balik idealisme itu, kita perlu bertanya: apakah minimalisme benar-benar membuat hidup lebih sederhana? Atau justru mendorong kita untuk lebihApa Itu Minimalisme dan Mengapa Kita Terpikat?
Minimalisme, seperti yang sering digembar-gemborkan, adalah seni hidup sederhana. Tinggalkan barang yang tidak memancarkan "kebahagiaan" (terima kasih kepada Marie Kondo) dan fokus pada esensi. Tren ini meroket di era modern, didorong oleh kelelahan masyarakat atas pola hidup yang berlebihan.
Namun, di tengah semangat decluttering, pertanyaan penting muncul: mengapa rak buku diganti dengan rak minimalis berbentuk lingkaran yang harganya setara gaji UMR? Mengapa wardrobe "serba putih" menjadi simbol kebahagiaan baru, padahal Anda harus membeli semuanya dari awal?
Minimalisme yang sejatinya bertujuan membebaskan manusia dari konsumsi berlebih malah sering kali memunculkan kebutuhan konsumtif baru.
Mengapa Kita Menjadi Konsumtif dalam Minimalisme?
Siapa target utama minimalisme modern? Biasanya, generasi milenial hingga Gen Z yang tengah berjuang melawan tekanan sosial di media. Hidup penuh barang dianggap sebagai hidup yang berantakan---dan siapa yang ingin terlihat "berantakan" di Instagram?
Apa sebenarnya yang kita beli?Â
Mulai dari kursi minimalis berbentuk geometri abstrak hingga tumbler stainless steel edisi terbatas. Semua itu didorong dengan jargon "essential," tetapi sesungguhnya, apakah tumbler tersebut benar-benar lebih esensial daripada gelas biasa?
Di mana fenomena ini sering terjadi?
Fenomena ini terutama marak di kota besar. Di ruang-ruang urban yang semakin sempit, estetika minimalis dianggap solusi. Sayangnya, ini sering kali menjadi dalih untuk mengganti barang lama dengan barang baru.
Kapan minimalisme mulai berubah menjadi konsumsi berlebih?Â
Tepat saat merek-merek besar menangkap peluang untuk mengubahnya menjadi tren gaya hidup. Lihat saja, toko furnitur ternama kini memasarkan konsep "living with less" dengan harga yang membuat kantong menangis.