Jika dunia adalah sebuah panggung, maka mereka yang hidup dengan disabilitas sering kali berada di sudut gelap, jauh dari sorotan lampu yang mencerminkan kesetaraan.Â
Dalam realitas kita, Hari Disabilitas Nasional sering dirayakan dengan perayaan simbolis, namun apa makna hari ini bagi mereka yang menjalani kehidupan dengan disabilitas?
Dani, seorang pria berusia 30 tahun yang lahir dengan cerebral palsy, menggambarkan kehidupan sehari-harinya dengan satu kata: "berjuang."Â
Dalam wawancara kami, ia mengisahkan perjuangannya untuk mendapatkan pekerjaan, menghadapi stigma, dan mengakses ruang publik. "Orang-orang melihat kursi roda saya sebelum mereka melihat saya," katanya, setengah bercanda, setengah berduka.
Statistik menunjukkan bahwa sekitar 12 persen populasi Indonesia hidup dengan disabilitas, namun berapa banyak dari mereka yang benar-benar mendapatkan akses ke pendidikan berkualitas, pekerjaan layak, atau ruang publik yang ramah?Â
Studi Bank Dunia menyebutkan, 80 persen anak-anak penyandang disabilitas tidak mengenyam pendidikan formal. Ini adalah kenyataan yang menampar wajah kita, terutama ketika kita melihat janji-janji kesetaraan yang hanya indah di atas kertas.
Mari kita lihat salah satu contoh sederhana: trotoar di kota besar. Berapa banyak dari trotoar itu yang ramah bagi pengguna kursi roda? Dani dengan lugas menyebutkan, "Trotoar di sini seperti jalur rintangan." Di sisi lain, aksesibilitas ini bukan hanya tentang infrastruktur, tetapi juga tentang sikap. Banyak orang masih memandang disabilitas sebagai "kekurangan," padahal mereka hanyalah individu dengan kebutuhan berbeda.
Namun, ada kisah inspiratif juga. Maria, seorang tunarungu yang bekerja sebagai penerjemah bahasa isyarat, telah membuktikan bahwa disabilitas bukanlah halangan untuk berkontribusi. Dalam obrolan kami, Maria menyebutkan bahwa tantangan terbesarnya bukan pada keterbatasannya, tetapi pada kurangnya kesadaran orang-orang di sekitarnya. "Orang sering lupa bahwa komunikasi bisa dilakukan dengan lebih dari sekadar kata-kata," katanya.
Masalah besar lain adalah pengangguran. Data dari International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran penyandang disabilitas jauh lebih tinggi dibandingkan populasi umum.Â
Sering kali, perusahaan hanya ingin "memenuhi kuota" daripada benar-benar memberikan ruang bagi mereka. Hasilnya, banyak penyandang disabilitas terjebak dalam pekerjaan dengan gaji rendah atau bahkan tidak mendapatkan pekerjaan sama sekali.