Mohon tunggu...
Kartika Tjandradipura
Kartika Tjandradipura Mohon Tunggu... Wiraswasta - Co-Founder Writing for Healing Community

Penulis dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan mental health awareness dan self compassion. Untuk mengenal tulisannya lebih jauh, bisa dilihat di akun Instagram : @kartika_olive

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, Profesi yang Mungkin Membuat Profesi Lain Ada

25 November 2024   08:10 Diperbarui: 25 November 2024   09:07 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Coba bayangkan, dunia tanpa guru. Sudah? Nah, mari kita buka skenario absurd ini. Tanpa guru, dokter tidak akan tahu cara membaca resep, apalagi menulisnya dalam tulisan ceker ayam yang khas itu. Insinyur tidak akan tahu mana kabel positif dan mana kabel negatif. Bahkan, chef tidak akan tahu bahwa bumbu dasar itu ada lima, bukan sepuluh seperti yang dikarang bebas. Guru adalah fondasi semua profesi, tapi anehnya, mereka seringkali dianggap "cuma guru."

Padahal, kalau diibaratkan, guru itu seperti fondasi rumah. Tidak terlihat megah seperti lantai marmer atau atap genteng mahal, tapi sekali roboh, rumah itu berakhir jadi puing-puing. Tanpa guru, kita semua mungkin hanya sibuk mencoret-coret pasir tanpa tahu caranya membuat lingkaran sempurna. Tapi ya begitulah manusia, sering lupa menghargai sesuatu yang sudah dianggap "ada dari sananya."

Mari kita flashback sejenak ke zaman sekolah. Siapa di sini yang masih ingat pelajaran hidup paling absurd yang diajarkan guru? Bukan soal teori Pythagoras atau rumus molekul kimia. Tapi, hal-hal kecil seperti, "Jangan makan sambil berdiri, nanti rezekimu susah masuk." Atau, "Kalau punya pacar, belajar dulu, pacarnya nanti aja." Mungkin saat itu kita berpikir, "Apa hubungannya belajar dengan pacaran?" Tapi setelah dewasa, entah kenapa, nasihat-nasihat itu sering muncul lagi di kepala.

Guru adalah manusia dengan kesabaran dewa. Mereka bisa menghadapi 30-40 murid dengan berbagai tingkat keusilan, dari yang suka bikin pesawat kertas di belakang hingga yang sibuk mencari kutu di rambut temannya. Di mata guru, setiap murid adalah teka-teki yang harus dipecahkan, meskipun teka-teki itu kadang bikin kepala migrain.

Tapi apa balasan kita sebagai murid? Ya, mayoritas dari kita pasti pernah jadi anak nakal. Ingat saat pura-pura sakit supaya nggak disuruh maju ke depan kelas? Atau saat mencoba menyontek dengan kode-kode rahasia, meskipun seringkali gagal karena kode kita terlalu jelas. Kalau guru punya kamera tersembunyi, mereka pasti sudah jadi mata-mata internasional karena kemampuan mengendus kebohongan kita luar biasa.

Yang lucu, meskipun kita sering bikin ulah, guru tetap punya kemampuan ajaib untuk memaafkan. Pernah nggak dimarahi habis-habisan karena ketahuan cabut kelas, tapi besoknya guru itu tetap mengajar kita seolah nggak ada apa-apa? Bahkan masih sempat nanya, "Udah ngerti pelajaran yang kemarin, belum?" Luar biasa, kan?

Sayangnya, di tengah segala pengorbanan ini, profesi guru seringkali dipandang sebelah mata. Ada saja yang berkata, "Ngapain jadi guru? Gajinya kecil." Atau, "Jadi guru itu gampang, kan cuma ngajar." Padahal, siapa pun yang pernah mencoba mengajar satu kelas anak TK selama sejam saja pasti tahu, menjadi guru itu tidak cuma soal menyampaikan materi. Mereka adalah manajer, psikolog, dan entertainer dalam satu paket.

Guru tidak hanya mengajarkan ilmu, tapi juga moral. Mereka adalah orang-orang yang pertama kali mengajarkan kita bahwa tidak apa-apa salah, selama kita mau belajar. Kalau nggak percaya, coba ingat waktu kecil ketika kita menulis angka 7 yang lebih mirip kail pancing, tapi guru tetap memuji, "Bagus, ini sudah hampir benar." Guru tahu bahwa kepercayaan diri adalah bahan bakar utama untuk belajar.

Di sisi lain, ada ironi yang tidak bisa kita abaikan. Ketika murid-murid yang dulu diajarkan menjadi dokter, insinyur, atau pengacara sukses, guru tetap berada di tempat yang sama, mengajar generasi berikutnya. Guru jarang terlihat di panggung besar atau diberi penghargaan megah, meskipun mereka adalah alasan kenapa panggung itu bisa berdiri.

Tentu, bukan berarti semua guru sempurna. Ada juga guru yang mungkin terlalu keras atau kadang tidak sabar. Tapi itu hanya menambah warna dalam perjalanan belajar kita. Dari guru yang selalu tersenyum hingga guru yang galaknya bisa bikin kita refleks berdiri tegak, setiap guru punya peran penting dalam membentuk kita.

Bagi para guru, murid bukan sekadar angka di rapor. Mereka adalah manusia yang dibentuk dengan harapan, doa, dan, tentu saja, ilmu. Mereka mungkin tidak selalu mengingat nama semua murid, tapi mereka tidak pernah lupa bahwa setiap murid adalah tanggung jawab besar.

Jadi, di Hari Guru ini, mari berhenti sejenak untuk menghargai mereka. Bukan hanya dengan bunga atau hadiah mahal, tapi dengan cara mengenang kembali apa yang sudah mereka ajarkan. Ingat guru yang mengajarkan kita cara membaca, berhitung, dan bahkan mengikat tali sepatu? Mereka adalah orang-orang yang membuat kita jadi seperti sekarang.

Dan kalau kebetulan bertemu guru lama di jalan, jangan pura-pura nggak lihat. Tegur mereka, berterima kasih, dan jika bisa, ajak berbincang sejenak. Karena siapa tahu, percakapan singkat itu bisa menjadi pengingat bagi mereka bahwa segala usaha mereka tidak sia-sia.

Guru adalah profesi yang bikin semua profesi lain ada. Jadi, kalau kita masih punya sedikit waktu untuk merenung, mari kita beri mereka penghormatan yang lebih dari sekadar ucapan terima kasih. Karena tanpa guru, dunia mungkin hanya akan jadi sekumpulan orang yang saling bingung membaca peta atau bahkan mengeja namanya sendiri.

Selamat Hari Guru Nasional, wahai para pejuang, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun