Mohon tunggu...
Kartika Tjandradipura
Kartika Tjandradipura Mohon Tunggu... Wiraswasta - Co-Founder Writing for Healing Community

Penulis dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan mental health awareness dan self compassion. Untuk mengenal tulisannya lebih jauh, bisa dilihat di akun Instagram : @kartika_olive

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Menghadapi Anak yang Kecanduan Gadget: Tantangan dan Dilema di Era Teknologi

31 Oktober 2024   17:08 Diperbarui: 31 Oktober 2024   17:12 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Sekarang ini, fenomena anak-anak yang kecanduan gadget sudah menjadi pemandangan sehari-hari di hampir semua lingkungan. Anak-anak, dari balita hingga remaja, sering terlihat terpaku pada layar smartphone, tablet, atau komputer, sementara mereka melupakan kewajiban-kewajiban dasar mereka, seperti belajar, membantu orang tua, atau sekadar bersosialisasi. Tentu saja, hal ini menimbulkan kekhawatiran para orang tua dan masyarakat akan dampak jangka panjangnya pada perkembangan anak-anak kita.

Namun, di balik kekhawatiran tersebut, kita tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa masa depan semakin didorong oleh teknologi. Di masa depan, hampir semua aspek kehidupan mungkin akan bergantung pada perangkat digital. Pertanyaannya adalah: bagaimana kita, sebagai orang tua dan pendidik, dapat menemukan keseimbangan yang sehat antara membatasi akses gadget demi perkembangan anak dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi masa depan yang serba digital?

Seorang teman, sebut saja Ratna, baru-baru ini membagikan kisah tentang anaknya, Raka, yang berusia 8 tahun. Raka menghabiskan lebih dari 5 jam sehari bermain game di smartphone. Awalnya, Ratna tidak terlalu mempermasalahkan kebiasaan Raka karena merasa bahwa gadget dapat menjadi sarana hiburan yang praktis dan juga membantu mengatasi kebosanan selama pandemi. Namun, ketika kebiasaan ini berlanjut, Ratna mulai melihat dampak negatifnya. Raka mulai malas mengerjakan tugas sekolah, bahkan ketika orang tua mencoba memberinya tugas-tugas sederhana, seperti membantu menyapu rumah, ia sering kali mengabaikannya. Yang paling mengkhawatirkan, Raka juga semakin sulit berinteraksi dengan teman-temannya dan sering merasa cemas jika tidak memegang gadget.

Contoh kasus seperti ini tidak hanya dialami oleh Ratna. Banyak orang tua di berbagai belahan dunia menghadapi dilema yang sama. Ada laporan dari American Academy of Pediatrics yang menunjukkan bahwa penggunaan gadget berlebihan dapat memengaruhi perkembangan otak anak. Anak-anak yang menghabiskan terlalu banyak waktu di depan layar cenderung memiliki risiko gangguan tidur, masalah perhatian, dan kurangnya kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Isu Sosial: Gadget dan Keterampilan Sosial Anak

Dampak penggunaan gadget yang berlebihan ternyata tidak hanya berhenti pada masalah akademis atau perilaku di rumah, tetapi juga pada kemampuan sosial anak. Salah satu isu yang sering muncul adalah hilangnya keterampilan komunikasi dan empati anak karena terbiasa berinteraksi lewat layar, bukan langsung dengan orang lain. Banyak anak yang lebih nyaman berkomunikasi lewat pesan teks atau media sosial ketimbang bertatap muka, bahkan dengan teman atau keluarga dekat.

Situasi ini semakin rumit karena banyak anak yang merasa lebih mudah bersosialisasi di dunia virtual ketimbang dunia nyata. Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa anak-anak kita mungkin tidak akan memiliki kemampuan sosial yang memadai di masa depan. Padahal, keterampilan sosial dan komunikasi langsung sangat penting untuk keberhasilan dalam banyak aspek kehidupan, mulai dari pekerjaan hingga hubungan pribadi.

Efek Penggunaan Gadget pada Perkembangan Otak Anak

Menurut Dr. Nicholas Kardaras, seorang pakar kecanduan teknologi dan penulis buku Glow Kids, layar gadget memiliki efek stimulasi yang kuat pada otak anak-anak, hampir mirip dengan efek narkotika. Ini disebabkan oleh tingginya pelepasan dopamin yang dipicu oleh aktivitas di layar, seperti bermain game atau menonton video. Dopamin adalah neurotransmitter yang berkaitan dengan rasa senang dan kepuasan, sehingga membuat anak-anak cenderung ketagihan dan sulit melepaskan diri dari gadget.

Selain itu, berdasarkan teori perkembangan kognitif dari psikolog terkenal Jean Piaget, masa kanak-kanak adalah fase penting dalam pembentukan kemampuan berpikir logis dan analitis. Jika anak-anak lebih sering terpapar informasi instan dan stimulasi yang cepat dari gadget, mereka mungkin kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir mendalam yang butuh proses dan waktu.

Sementara itu, psikolog anak dari Universitas California, Dr. Gloria Mark, menyatakan bahwa interaksi sosial tatap muka dapat membantu anak-anak mengembangkan kemampuan empati, sebuah keterampilan yang mungkin akan sulit terbentuk jika mereka lebih banyak berkomunikasi melalui layar. Interaksi nyata memungkinkan anak-anak belajar membaca ekspresi wajah, intonasi suara, dan bahasa tubuh yang sangat penting dalam memahami perasaan orang lain. Hal-hal ini tidak bisa mereka pelajari hanya dari layar gadget.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun