Sampah plastik memang telah menjadi persoalan yang sangat krusial. Â Terlebih, penggunaan plastik sekali pakai semakin massif. Padahal, pada mulanya kantong plastik diciptakan untuk meminimalisr penggunaan kantong kertas.Â
Kertas yang terbuat dari bubur kayu, jika penggunaannya sangat masif berisiko tinggi memunculkan persoalan degradasi hutan.
Kantong plastik ditemukan di awal 60-an oleh  seorang insinyur asal Swedia, Sten Gustaf Thulin. Pada tanggal  27 Maret 1962, Kantor Paten AS menerbitkan paten Celloplast, untuk memproduksi kantong-kantong plastik, yang berlanjut pada produksi massif produk praktis berbiaya murah yang terbuat dari polyethylene ini.Â
Kepraktisan dan beerharga murah ini pula yang menjadikan penggunaanya semakin masif, bahkan semakin memunculkan ketergantungan.
Bukan hanya kantong plastik, produk kemasan sekali pakai termasuk botol, gelas, piring dan sedotan semakin banyak dipergunakan.Â
Persoalan lingkungan akibat massifnya penggunaan plastik sekali pakai ini sudah disadari di era 90-an dengan ditemukan The Great Pacific Garbage Patch .
Sekarang Tumpukan sampah plastik yang mengambang di lautan antara Hawaii dan California, terus membesar hingga berukuran 1,6 juta km2, atau hampir seluas daratan Indonesia (1,9 juta km2).
Namun, penyadaran masyarakat tentang bahaya penggunaan plastik sekali pakai masih sangat minim dibarengi dengan industri plastik yang semakin mengemuka. Industri makanan siap saji dan take away yang dilanjutkan  delivery dengan juga semakin mengukuhkan penggunaan plastik yang begitu besar.
Sampah plastik yang memerlukan waktu satu millenium untuk penguraiannya sangat tidak sebanding dengan manfaat kepraktisn yang ditawarkan.Â
Nenek moyang kita mewariskan peninggalan mengagumkan, seperti borobudur. Eh kita mewariskan sampah bekas gorengan atau gelas plastik kopi kekinian yang dinikmati kala senja.Â
Alternatif Pengganti