Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gagap Literasi Digital Belajar Daring Anak: Ortu Rempong, Politisi Berang

5 Mei 2020   09:21 Diperbarui: 5 Mei 2020   09:33 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persoalan target kemampuan literasi si anak didik itu bukan urusan mereka, dan sayangnya bukan juga jadi problem orang tua. Paling penting tugas dapat dikerjakan, dengan jawaban benar.

Gembar-gembor dunia pendidikan memasuki disrupsi teknologi 4.0 ini mendapat ujian sekaligus pembuktian masih tergagapnya penguasaan digital literasi, pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari Literasi Digital (Gerakan Literasi Nasional). Jakarta: Sekretariat TIM GLN Kemdikbud. 2017. hlm. 8).  

Belajar daring pada prinsipnya tetap berpegang pada tujuan belajar untuk memperkuat 6 kemampuan literasi dasar yang harus dikuasai manusia.  Literqasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial dan literasi budaya dan kewargaan. 

Kegagapan sebagian kita, termasuk saya dengan pola kerja instan dan ingin yang enak saja sering melupakan fondasi sesungguhnya. bahwa belajar daring hanya alat bantu untuk mencapai target belajar anak kita.  

Sejak belajar daring, buku tema seolah tidak perlu disentuh. Bahkan kegiatan  mencatat atau membuat mindmap pun seolah terlalu kuno. Bahkan menonton tayangan pembelajarannya pun seolah diabaikan.  

Kita paham kegiatan menonton itu seringkali mudah terdistraksi dengan kegiatan lain, bahkan ada anak-anak yang saat diajar gurunya pun mudah terpecah konsentrasinya. 

Tetapi setidaknya, remindainglah kepada anak bahwa konsentrasi/fokus terhadap suatu hal itu sangat penting untuk perkembangan kehidupannya, jika usainya telah cukup nalar jelaskan pula bagaiman fokus dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan mentalnya. Sama-sama tekankan bahwa belajar itu adalah proses. Jadi mendengar penjelasan itu pokok belajarnmya, bukan mencatat soal dan menjawabnya dengan benar. 

Pegiat Medsos pun Gagap, Politisi Berang

Kemarin pemberitaan twitwar antara keluarga mantan presiden dengan pemain medsos politik mengemuka hanya gara-gara tugas sekolah anak. Almira si anak kelas 6 SD  mengerjakan tugas sekolah mengenai covid 19 yang melibatkan orang tua untuk membersamai. 

Sebagai orang tua bangga dong, dan sebenarnya biasa saja mempostingnya di Instagram.  wartawan sekarang menjadikan instagram sebagai sumber dari segala sumber berita. Turunlah berita ringan mengenai hal ini Surat Terbuka Putri AHY. 

Menjadi seru ketika berita ini ditwit oleh pegiat medos penyeruput Kopi Denny Siregar,  yang memunculkan kebaperan pada sang Ibu dan terjadi twitwar kentang karena si pegiat medsos menyerah dengan kalimat blunder membandingkan Bu Anisa dengan Bu Iriana, yang bener-bener gak ada hubungan sama sekali dengan tugas Aira dan sampe Anissa "ngadu" dengan Jokowi mengenai persoalan ini, Merembet para politisi partai yang dipimpin AHY ikut-ikutan berkomentar. Segitunya keseruan media sosial , gambaran digital literasi bangsa kita. Dengan kondisi demikian, masih heran jika hoax mudah tersebar?. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun