Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

115 Napi Seumur Hidup Itu Mendapat Remisi, Bukan Grasi

31 Januari 2019   12:54 Diperbarui: 31 Januari 2019   12:57 1759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atau jika Permohonan grasi diajukan secara tertulis oleh terpidana, kuasa hukumnya, atau keluarganya langsung  kepada presiden, maka  Salinan permohonan grasi tersebut disampaikan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung serta 3. Permohonan grasi dan salinannya juga dapat disampaikan oleh terpidana melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan tempat terpidana menjalani pidana.

Sedangkan remisi, prosesnya adalah pihak lapas membentuk Tim Pengamat Pemasyarakatan, tim inilah yang bersidang dan menetapkan apakah seorang narapidana sudah berkelakuan baik dan layak mendapat remisi.Hasilnya kemudian dibawa ke Tim Pengamat Persidangan di tingkat Kanwil, dan dilanjutkan ke Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, lalu dibuat dalam Surat menkumham (cukup sampai disini pengesahannya jika remisi ini remisi umum, khusus, kemanusiaan, tambahan, susulan), karena remisi ini adlaah remisi bagi narapidana seumur hidup menjadi penjara sementara, maka wajib disahkan dengan dengan Keppres.

Ini menyalahi hukum, jelas tidak, karena memang 115 napi ini adalah napi pidana umum, bukan napi kejahatan luar biasa. Karena memang di Indonesia hanya mengenal pidana pembunuhan berencana dan tidak berencana, tidak ada pembedaaan killer, murder, assasin atau tingkat jenis pembunuhan, semua sama saja. Napi yang menjalani hukuman karena kasus pembunuhan.

"Tidak ada kebebasan pers yang terusik di sini, tidak ada UU yang dilanggar di sini" mungkin dapat menjadi justifikasi. Tetapi bicara hukum tentu tidak dapat bicara soal kepastian hukum dan tidak adanya prosedur yang dilanggar. Tetapi hukum pun memiliki fungsi untuk mencapai keadilan dan kesedapan hidup bersama yang semuanya harus berjalan seiring sejalan.

Memberi keringanan pada otak pembunuhan seorang jurnalis, ia dibunuh karena profesinya memnyampaikan berita kepada masyarakat yang memang diatur dalam konstitusi dianggap sebagai pembunuhan biasa. Putusan ini akan menjadi preseden ke depan, ia tidak diampuni melalui grasi tetapi dapat diringankan cukup dengan prosedur kekuasaan eksekutif, tanpa campur tangan yudikatif.

Selamat beraktifitas kembali setelah makan siang, Salam Kompak dari Kompal.

Kompal
Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun