THR itu sebenarnya hak karyawan, yang sebenanya kelebihan 4 minggu setiap tahunnya.
Tapi seringkali beberapa majikan menganggap ini adalah bentuk tali kasih, toh pekerja kan dapat cuti dua minggu setiap tahunnya, apalagi perempuan makin panjang tuh waktu cuti.Belum lagi cuti-cuti lain yang masih menjadi beban majikan.
Baiklah, ini adalah hak normatif buruh yang diatur oleh peraturan ketenagakerjaan, bahkan beberapa lembaga membuat posko khusus pengaduan THR.
Seringkali ada saja alasan beberapa lembaga ataupun perseorangan menjadikan moment hari raya sebagai ajang mengajukan proposal THR.
Bukan persoalan kewajiban sih, terkadang beberapa pengusaha (termasuk pengusaha kecil) harus mengeluarkan anggaran khusus "THR" ini.
Belum lama ini presiden kita mengumumkan ASN pun menerima THR, yang heboh soal itu APBD yang sumbernya dari Dana Alokasi Umum. Ada beberapa yang sudah memberi penjelasan, meski dalam bentuk tulisan sangat terbaca kok kegembiraannya.
Saling jawab soal polemik THR nya ASN tidak hanya terbatas pada media sosial secara publik. Pun terjadi pada WAG yang kebetulan berisi ASN, swasta, pengusaha kecil juga pekerja lepas.
Kadang ikutan tertawa soal perdebatan uang ini, bahkan ada yant menyindir soal hindari perilaku konsumtif hingga lebih baik bayar hutang.
Sebenarnya saya tidak termasuk yang kepo besaran THR yang diterima rekan, pun apa rencananya, apalagi memberi nasehat kepada mereka penggunaannya apa.
Apalagi ada kalimat minta dibagi THR, jelas nggak meski itu hanya sekedar bercanda.
Saya juga tidak dapat masuk bagian orang yang ngomel-ngomel soal tidak dapat THR. Karena saya buruh juga di sebuah yayasan. Suami juga buruh di sebuah pabrik, soal jumlahnya tentu relatif. Lah kon curcol.