[caption caption="penampakan postcard media iklan film ini (dok.pribadi)"][/caption]
Saya tidak akan membahas detail resensi cerita Captain America: Civil War. Tidak adil rasanya ketika rasa penasaran terganggu oleh cerita saya. Mungkin cerita saya akan mengungkap sedikit jalan cerita dari sudut pandang saya tentunya.
Saya yang tidak terlalu nge-fans dengan tokoh Marvel dibandingkan tokoh DC, tetapi 2 laki-lakiku fans berat Avengers, yang dalam civil War menjadi lawan satu sama lain.
“Ah…sudah bisa ditebak, arahnya teori konspirasi” komentar saya waktu sepakat untuk menonton film itu, tetapi buat 2 laki-laki gamer seperti mereka peduli apa soal teori konspirasi.
Titik awal persoalan ini ketika umat manusia, melalui pimpinannya di UN merasa jengah dengan perbuatan main hakim sendirinya Avengers yang merupakan sektor privat, jadi tindakan mereka harus disupervisi, dan komitmen mereka diikat dalam Sokovia Accord yang akan diratifikasi negara-negara anggota UN.
Dahsyatnya kekuatan masyarakat sipil yang tergabung dalam Avengers ini sehingga mereka sebagai orang pribadi, untuk menandatangani perjanjian di UN, yang semestinya hanya dapat dilakukan antar negara, kapala negara menandatangani hanya sebagai perwakilan negara. Mereka menandatangani atas nama pribadi mereka, jadi bukan sebagai superheronya. Jadi identitas superhero mereka melekat dalam diri pribadi mereka sebagai orang pribadi. Desakan sangat memaksa bahkan android seperti Vision pun dipaksa tanda tangan perjanjian itu, android pun dapat menjadi subjek hukum.
Persoalannya utamanya adalah Pelanggaran HAM , tentunya bukan Hak Asasi Primata yang disebutkan oleh Politisi yang Ngartis atau Artis yang berakting politisi itu ya….ah sudahlah pening awak mikirin kicauan nggak penting tetapi mengganggu itu.
Kembali ke persoalan Avengers, POKOK-nya harus tanda tangan surat yang terdiri dari dua bahasa tetapi penyebutan Avengers dalam 4 bahasa, legal drafternya serius nggak sih buat Perjanjian ini, sayangnya Avengers begitu mengagungkan diri sebagai teknokrat, nggak paham hukum dan gagap politik , jadi memang temperamennya mau main hakim sendiri, atau boleh jadi mereka memang berpegang teguh pada prinsip ya, nggak seperti orang Indonesia yang suka “ngeles” meski sudah buat perjanjian,pacta integritas atau apalah namanya. Pasti dicari-cari kelemahan perjanjian itu, apalagi Sokovia Accords yang sebetulnya sudah cacat hukum, legalisasi dari perampasan kemerdekaan politik Avengers , merampas Freedom of Choice mereka.
Tony Stark yang memang lagi baper karena hubungan dengan kekasihnya yang semakin memburuk, eh temannya si Kapten Rogers juga ikutan galaw cuma gara-gara ada yang menyebutkan soal si Bucky di depannya. Ah… tampaknya Oom Tony Stark perlu melengkapi markas Avengers berikutnya dengan konsultasi psikologi nih.
Oom Tony juga beberapa anggota Anggota Avengers lainnya bersedia menandatangani perjanjian “antik” itu, sebagian lain termasuk Bang Steve Rogers ogah buat tanda tangan. Ribut deh, mulai dari berantem mulut sampe aduh jotos. Eh…biasa, kalo lagi berantem sama temen kan suka cari-cari sekutu lain tuh. Dasar otak pemimpin kotor semua, menarik dukungan. Si Oom Tony memanipulasi keluguan Peter Parker yang masih Ababil dengan iming-iming benefit berupa materi buat si Peter, eh Si Bang Steve menarik perhatian Abang Scott Lang, sang Antman yang rada rada cupu dan kurang terkenal itu, dengan benefit diberi popularitas. Ah…dijadikan kawan taktis aja deh, buktinya di poster film ini, 2 orang itu nggak muncul sebagai yang berhadap-hadapan.
Biang keladinya ternyata pensiunan Helmut Zimo, Tentara yang dendam dengan Avengers karena peristiwa perang di Sokovia beberapa waktu lalu menyebabkan Istri, Anak dan Ayahnya tewas, padahal ia yakin mereka pasti selamat karena berada di luar kota, tetapi takdir berkata lain, mereka tewas dan 2 hari setelahnya Helmut Zimo itu baru dapat menemukan jasad keluarganya yang tewas itu, pesan suara di telpon genggam jadulnya pun ia simpan, sebagai pengobar api dendamnya ia mendengarnya terus menerus sebelum menjalankan rencana yang telah ia susun matang-matang.