Sejak bergulirnya era reformasi banyak perubahan yang kita rasakan, baik itu politik, social, pemerintahan dan hampir di seluruh bidang terjadi perubahan yang dilakukan oleh Pemerintah.
Perubahan pun sangat dirasakan dalam hal peningkatan kesejahteraan khusunya para penyelenggara negara dan aparatur pemerintahan, dari yang semula gaji pas-pasan seiring dengan bergulirnya era reformasi tersebut maka kesejahteraan pun ada peningkatan. Sebut saja untuk kalangan pengajar dengan adanya program sertifikasi yang sangat jelas mendongkrak pendapatan para pengajar, begitupun dengan aparatur pemerintah pada dinas instansi lainnya, Alhamdulillah mereka mendapatkan peningkatan pendapatan. kita sangat bersyukur dengan adanya peningkatan tersebut karena diharapkan dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut maka kewajiban yang mereka emban dapat meningkat dalam hal ini adalah pelayanan kepada masyarakat.
Namun ada yang terlupakan oleh kita semua terutama oleh para pemegang kebijakan bahwa ada yang memakai seragam yang sama, tugas dan fungsi sama yaitu melayani masyarakat, jam kerja sama, tapi mereka seolah tidak merasakan euphoria perubahan dalam era reformasi ini. Mereka itu adalah para perangkat desa yang menyelenggarakan roda pemerintah desa dibawah komando kepala desa. Nasib mereka terlupakan atau mungkin dilupakan. Dimana waktu rekan-rekan aparatur pemerintah tiap tanggal yang telah ditentukan mendapatkan penghasilan tapi para perangkat desa seolah merasakan atau tidak merasakan perubahan tanggal setiap bulan tersebut. Tapi alhamdullilah walaupun dengan penghasilan alakadarnya dan tidak menentu pula mereka tetap mendedikasikan dirinya untuk mengabdi kepada masyarakat terutama kepada bangsa dan negaranya. Tapi walaupun begitu mereka tetaplah manusia biasa yang tidak terlepas dari kebutuhan hidupnya yang harus dipenuhi, anak harus di sekolahkan, kalau sakit harus berobat yang sudah barang tentu semua ini bukanlah barang gratisan alias harus dibayar. Apakah mereka mampu?
Kembali pada peningkatan kesejahteraan para perangkat desa jangankan merasakan yang namanya gaji ke 13 (tiga belas) gaji bulanan pun tidak merasakan ( kecuali bantuan stimulan dari Pemda yang jumlahnya apabila dibandingkan dengan UMRpun masih jauh), karena gaji perangkat desa hanya mengandalkan urunan masyarakat yang dengan kondisi perekonomian seperti saat ini banyak diantaranya yang tidak sadar dalam membayar urunan desa, peningktatan PADes sangat berat karena banyak factor yang perlu dipertimbangkan.
Jangankan merasakan penghasilan status dalam KTP pun belum jelas apakah wiraswasta, buruh, PNS, TNI/POLRI atau apa? Karena Di formulir KTP tidak ada sebutan pekerjaan perangkat desa itu apakah PNS, Hnorer, wiraswasta atau apa? Sehingga status pekerannya pun tidak jelas.
Menurut undang-undang nomor 32 tentang pemerintah daerah dan Peraturan Pemerintah No 72 tentang Desa memang dissebutkan bahwa Desa adalah kesatuan Masyarakat hukum yang mendiami suatu wilayah yang berhak mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri dalam wadah Negara kesatuan republik Indonesia. Otonomi yang sesungguhnya ada di desa menurut penjelasan peraturan tersebut sehingga Kepala Desa sebagai manajer di Desa harus benar-benar mampu memanaje Pemerintahan Desa baik itu sumber daya alam, sumber daya aparatur dan sumber daya manusianya. Namun pada kenyataanya itu sangat sulit dicapai karena seiring dengan perkembangan modernisasi dan transformasi budaya yang terjadi saat ini sehingga nilai-nilai yang dahulu sebagai ciri khas desa seperti gotong royong dan ketaatan dalam membayar urunan desa sudah mulai luntur. Sehingga jelas sangat memberatkan bagi Pemerintah Desa untuk bisa menjalankan roda pemerintahannya, jangankan untuk memberikan gaji yang katakanlah sesuai UMR untuk kebutuhan operasionalpun kadang tidak cukup.
Sementara tuntutan pekerjaan bagi perangkat desa sama dengan para PNS bahkan kadang lebih dimana para perangkat desa karena langsung berhadapan dengan masyarakat sehingga kalau ada keperluan masyarakat banyak yang dilakukan di luar jam kerja ( yang sudah barang tentu tidak ada uang lemburnya) bahkan mengadakan rapat-rapat kepunduhan/kedusunan pun sering dilakukan pada malam hari karena kalau dilakukan siang hari para RT, RW dan tokoh masyarakat melakukan aktivitasnya.
Namun untuk segi kesejahteraan sekali lagi nol. Tidak ada yang namanya ASKES untuk perangkat desa, tidak ada Biaya Pendidikan untuk anak-anak yang dimasukan dalam gaji, dan fasilita-fasilitas lainya seperti yang dirasakan oleh para PNS padahal objek yang dilayani, kepentingan yang dilayani, jam kerja semua sama dengan PNS. Tapi ya itulahhh
Mohon perhatianya dari para pemegang kebijakan !!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H