Jauh sebelum Muhammad saw, menaklukan Kota Mekkah dan menguasai area ka’bah hingga Islam jaya. Muhammad saw, bayi keturunan suku Quraisy ini mengalami tekanan psikologis yang begitu hebat. Ayahnya, Abdullah, meninggal dunia saat Muhammad saw masih di dalam kandungan. Tak lama kemudian, Aminah, ibunya meninggal di saat usianya baru enam tahun.
Lalu apa yang membuat anak yatim piatu ini menjadi sosok yang luar biasa dan menjadi urutan pertama dalam kategori orang yang berpengaruh di dunia. Sebagaimana yang ditulis oleh Michael Heart dalam bukunya 100 tokoh yang paling berpengaruh di dunia. Sebagai orang yang bangga terhadap karir sosial politiknya Muhammad saw, saya membaca beberapa buku yang menceritakan profil sang penggembala domba ini. Buku yang saya lahap diantaranya 100 tokoh paling berpengaruh di dunia, Sirah Nabawiyah dan terakhit History of the Arabs karangan Philip k Hitti.
Dari ketiga buku tersebut, saya berani menyimpulkan bahwa ada dua titik awal dalam perjalanan cucu Abdul Muthalib ini hingga mencapai puncak tertinggi sebuah perjalanan manusia. Dua hal itu adalah merenung dan hijrah yang dilakukan oleh keponakan Abu Thalib ini. Philip dalam bukunya History of the Arabs, menceritakan, setelah menikah di usia 25 tahun dengan seorang janda kaya raya yang memiliki wawasan luas keturunan Quraisy. Ekonomi Muhammad di atas angin sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menata cita-cita dan impiannya.
Lalu Muhammad saw sering meluangkan waktunya untuk merenung di gua kecil di bukit Hira, yang terletak di luar kota Mekkah. Apa sesungguhnya cita-cita dan impian Muhammad saw ketika itu. Tak lain adalah kegelisahan, keraguan dan harapan akan datang kebenaran yang hakiki. Di gua inilah, Muhammad mendengar suara yang bernada perintah. “Bacalah! dengan nama Tuhanmu yang menciptakan,” dan seterusnya.
Inilah awal kenabian yang menurut riwayat terjadi pada menjelang akhir bulan Ramadhan 610. Peristiwa ini menambah psikologis Muhammad kembali tertekan karena beberapa waktu setelah itu terjadi kekosongan turunya ayat. Keraguan dan gelisah kembali menyelimuti Muhammad. Di rumah, Muhammad meminta istrinya menyelimuti badannya karena menggigil bercampur dengan perasaan was-was. Belum juga reda perasaan Muhammad, kembali terdengar suara yang menurut riwayat itu adalah suara malaikat Jibril. “Wahai kau yang berselimut!. Bangkit dan berilah peringatan,” demikian wahyu keduanya turun.
Pertanyaannya adalah apakah kita harus mencari gua untuk merenung sebagaimana yang dilakukan Muhammad saw. Menurut hemat pikir saya proses perenungan saat ini tidak perlu mencari gua atau bukit apalagi di gunung. Sepertiga malam terakhir sepertinya lebih masuk akal dan realistis untuk dilakukan. Aktivitas sujud, dzikir dan pelepasan jiwa yang tepat seperti cukup logis untuk kondisi saat ini daripada harus pergi ke gua, lembah ataupun gunung. Tempat seperti pegunungan, lembah tetap bisa kita lakukan tapi tidak berlebihan.
Selanjutnya adalah hijrah, dimana kegiatan ini dilakukan oleh Muhammad saw bukan tanpa perencanaan. Menurut Philip, Muhammad telah merencanakan kegiatan ini selama kurang lebih dua tahun lamanya. Fakta ini membantah sebagian orang yang selalu beranggapan bahwa perencanaan itu tidak perlu. Selama dua tahun inilah, Muhammad saw mempersiapkan strategi, mulai dari pemilihan waktu, tempat, cuaca, teknis pemberangkatan hingga job description (pembagian kerja) untuk pengikutnya.
Philip menyebutkan ada 200 pengikut Muhamamad yang ikut hijrah ke Madinah. Mereka pergi secara diam-diam menyusuri padang pasir. Muhammad saw sendiri pergi menyusul dan tiba di Madinah pada 24 Septmber 622. Di Madinah, Muhammad sudah menempatkan dan ditunggu oleh penduduk pribumi dan sebagian pengikutnya yang lebih awal tiba. Perisitwa hijrah inilah titik balik kehidupan Muhammad saw setelah menjadi nabi. Dimana penduduk Mekkah khususnya kaum Quraisy sebelumnya menghina, mencaci, mengejar dan bermaksud membunuh Muhammad karena ideology yang dibawa Muhammad dinilai cukup menganggu.
Periode Madinah inilah, nabi mulai menata kehidupan sosial politik ummat. Beberapa tahun kemudian yaitu pada akhir Januari 630 M atau 8 Hijriyah, umat Islam yang dipimpin Muhammad berhasil menaklukan kota Mekkah. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Futtuh Mekkah yang menggelorakan semangat dakwah para pengikutnya sekaligus menciutkan nyali musuh-musuh Muhammad saw. Ketika memasuki Ka’bah, Muhammad menghancurkan seluruh berhala yang berjumlah 360 buah seraya mengatakan kepada penduduk Mekkah. “Kebenaran telah datang dan kebatilan telah sirna!.
Yang menarik adalah Muhammad tidak melakukan balas dendam terhadap orang-orang yang dulu pernah memusuhi. Muhammad memberikan kesempatan musuhnya untuk berpikir dan memperlakukan dengan penuh kebaikan. Tidak ada kemenangan militer dramatis seperti yang terjadi pada penaklukan kota Mekkah oleh Muhammad saw. Itulah sejarah tauladan umat Islam yang ditulis oleh orang-orang yang jujur mengakui kehebatan Muhammad saw. Sejarah ini pula yang mestinya jadi insipirasi kita semua untuk berbuat. Merenung dan hijrah menjadi awal perubahan apapun agar menjadi lebih baik. Hijrah bukanlah perindahan fisik semata atau pelarian semata, tapi sebuah program yang penuh dengan rencana yang fokus, detil dan matang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H