Mengapa Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara Begitu Abadi?
Oleh: Karnita
Ki Hajar Dewantara, atau Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, lahir pada 2 Mei 1889, adalah sosok yang pemikirannya tentang pendidikan terus menggema hingga kini. Sebagai Bapak Pendidikan Nasional, visinya jauh melampaui zamannya, menggugah kita untuk memandang pendidikan sebagai fondasi kemajuan bangsa.
Sejak muda, Ki Hajar sudah terpesona dengan dunia pendidikan. Walau sempat kuliah di sekolah kedokteran, ia memilih jalan yang lebih menantang---bergabung dengan pergerakan dan dunia pendidikan. Ia bahkan mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara, sebuah nama yang kini menjadi simbol perjuangan tanpa henti.
Salah satu langkah revolusionernya adalah pendirian Taman Siswa pada 1922. Sekolah ini bukan sekadar tempat belajar, melainkan gerakan yang membuka akses pendidikan bagi semua kalangan, terutama yang terpinggirkan oleh sistem kolonial. Taman Siswa menjadi jembatan bagi kaum pribumi untuk mengecap pendidikan yang lebih merata.
Pendidikan menurut Ki Hajar bukan cuma soal mengisi otak dengan ilmu, tapi juga membangun karakter. Ia percaya pendidikan yang sejati adalah yang dapat mengembangkan potensi tiap individu dan memberikan manfaat sosial yang lebih luas. Ia mengajarkan kita lewat prinsip "Tut Wuri Handayani", yang berarti memberi dorongan dari belakang. Seorang pendidik, kata Ki Hajar, haruslah menjadi pemimpin yang bijak, memberikan arahan namun tetap menghormati kebebasan berpikir muridnya.
Selain itu, Ki Hajar sangat menekankan pentingnya pendidikan berbasis budaya. Ia meyakini bahwa anak bangsa harus dididik dengan nilai-nilai budaya lokal yang kental, sambil mempersiapkan mereka untuk dunia yang terus berkembang. Dengan begitu, pendidikan bukan hanya tentang mengikuti arus zaman, tetapi juga tentang menjaga dan melestarikan identitas budaya bangsa.
Prinsip keadilan dalam pendidikan juga sangat dijunjung oleh Ki Hajar. Menurutnya, pendidikan harus merata untuk semua golongan---tanpa memandang status sosial atau latar belakang ekonomi. Inilah yang menginspirasi sistem pendidikan nasional yang lebih inklusif dan adil, yang berfokus pada pemerataan akses pendidikan.
Ketika Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara dipercaya menjadi Menteri Pendidikan. Ia tak hanya berfokus pada kecerdasan intelektual, tetapi juga pada pembentukan karakter dan moral bangsa. Salah satu pencapaiannya adalah memperkenalkan sistem pendidikan yang lebih mengutamakan budaya Indonesia, bukan meniru sistem Barat.
Warisan terbesar Ki Hajar Dewantara adalah Taman Siswa, lembaga pendidikan yang mengutamakan kesetaraan, kebebasan berpikir, dan penghormatan terhadap budaya lokal. Itu menjadi tonggak penting dalam mengembalikan identitas bangsa melalui pendidikan.
Hingga hari ini, pemikiran Ki Hajar Dewantara terus hidup. Sistem pendidikan Indonesia yang lebih inklusif dan berorientasi pada karakter dan kreativitas merupakan buah dari pemikiran beliau. Kini, pendidikan kita bukan hanya mencetak individu yang pintar secara intelektual, tapi juga berbudi pekerti, berkarakter, dan punya wawasan budaya yang luas.
Ketika kita mengenang Ki Hajar Dewantara, kita diingatkan untuk tidak hanya berpikir tentang masa depan, tetapi juga untuk terus menjaga dan menghargai akar budaya bangsa. Pemikirannya yang humanis, adil, dan merata tetap menjadi dasar kokoh dalam dunia pendidikan Indonesia. Warisan beliau akan terus menginspirasi setiap langkah pendidikan di tanah air.