Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru - Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru, Pahlawan Tanpa Perisai, di Mana Perlindungannya?

11 Januari 2025   16:35 Diperbarui: 11 Januari 2025   16:35 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Guru, Pahlawan Tanpa Perisai, di Mana Perlindungannya?

Oleh Karnita

Dalam dunia pendidikan, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa—sebuah adagium yang sudah sering terdengar, namun masih saja terasa getir untuk dihadapi. Mereka mendidik dengan sepenuh hati, menyemai benih-benih ilmu dan akhlak pada generasi penerus. Namun, di balik dedikasi mulia tersebut, ada sebuah kenyataan yang tak bisa dipandang sebelah mata. Banyak guru yang harus berjuang bukan hanya melawan tantangan dalam mengajar, tetapi juga harus berhadapan dengan ancaman dan tuduhan dari berbagai pihak, terutama orang tua murid. Dalam menjalankan tugas mereka, para guru sering kali terjebak dalam perkara hukum, yang jika tidak ditangani dengan hati-hati, bisa menggerus integritas mereka.

Kita semua tahu, dalam menjalankan profesi mulia ini, guru memiliki beban yang besar—bukan hanya dari segi ilmu yang harus disampaikan, tetapi juga dari tanggung jawab moral yang tak ternilai. Mereka tidak hanya mengajarkan matematika, bahasa, atau sains, tetapi juga mengajarkan akhlak mulia, tata krama, dan nilai-nilai kehidupan kepada muridnya. Namun, dalam realitasnya, begitu banyak guru yang malah terjerat tuduhan yang tidak adil, seringkali hanya karena kesalahpahaman atau penilaian sepihak. Apa yang sebenarnya terjadi?

“Wa izā ḥakamtum bayna-nāsi an taḥkumu bil-adl”, dalam bahasa Arab yang berarti, "Dan apabila kamu memutuskan perkara di antara manusia, maka hendaklah kamu memutuskan dengan adil," (Q.S. An-Nisa: 58). Tentu saja, adil adalah prinsip yang seharusnya dipegang teguh. Namun, ironinya, adakah keadilan yang didapatkan oleh para guru ketika mereka terpojok oleh tuduhan tanpa dasar yang sering datang dari pihak luar, seperti orang tua murid yang merasa kecewa atau pihak lain yang memanfaatkan keadaan? “Fiat justitia ruat caelum”, kata orang Latin, "Biarlah keadilan ditegakkan meskipun langit runtuh." Namun, di lapangan, keadilan ini sering kali sulit diwujudkan untuk guru yang justru menjadi korban prasangka.

Mengapa kondisi ini bisa terus berulang? Apa yang membelenggu? Salah satu faktor utamanya adalah ketidakjelasan dalam perlindungan hukum yang diberikan kepada para guru. Meskipun kementerian pendidikan, dinas pendidikan, dan organisasi profesi guru seperti PGRI berusaha memberikan solusi, namun sejauh ini langkah-langkah perlindungan yang nyata masih jauh dari harapan. Seharusnya, peraturan yang lebih jelas dan sistem yang lebih adil harus diperkenalkan agar guru dapat bekerja tanpa rasa takut akan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar. Perhatian pada keamanan dan kesejahteraan guru menjadi hal yang sangat mendesak untuk diprioritaskan.

Apakah komite sekolah berperan dalam perlindungan guru? Sejatinya, komite sekolah yang terdiri dari orang tua dan pihak sekolah harus memiliki peran yang lebih besar dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para guru. Mereka bukan hanya sebagai penilai kebijakan sekolah, tetapi juga sebagai penjaga integritas dan pelindung hak-hak guru. Jika ada ketidakpuasan terhadap pengajaran atau kebijakan di sekolah, seharusnya ada proses dialog yang lebih terbuka antara pihak sekolah dan orang tua, bukan langsung mengarah pada tuduhan dan kebencian. Guru, seperti halnya profesi lainnya, juga memerlukan perlindungan terhadap martabatnya. Dalam konteks ini, “cogito ergo sum”, saya berpikir maka saya ada, guru juga harus diberi kesempatan untuk berpikir, bertindak, dan berkembang tanpa adanya ketakutan akan kehilangan hak-haknya.

Guru adalah garda terdepan dalam membentuk karakter bangsa. Mereka mengajarkan bukan hanya ilmu pengetahuan, tetapi juga nilai moral, etika, dan akhlak mulia. Tanpa guru yang diberi perlindungan yang layak, bagaimana mungkin kita bisa berharap pada generasi emas di masa depan? Mereka membutuhkan contoh yang baik, mereka membutuhkan pendamping yang penuh perhatian. Ketika seorang guru dilaporkan dan dijadikan tersangka hanya karena berbagai alasan yang tidak masuk akal, maka kepercayaan terhadap sistem pendidikan akan luntur begitu saja. Jika dunia terbalik, maka kepercayaan masyarakat terhadap profesi guru juga akan terbalik, menjadi sesuatu yang penuh ketakutan dan kecurigaan.

Selain itu, organisasi profesi guru juga memegang peranan penting dalam hal ini. Mereka harus tidak hanya berfokus pada hak-hak ekonomi guru, tetapi juga pada perlindungan sosial dan keamanan profesi mereka. Apakah kita bisa membayangkan betapa beratnya menjadi guru yang terus-menerus dihantui dengan tuduhan tanpa dasar? Penguatan peran organisasi dalam memberikan pendampingan hukum dan dukungan mental menjadi hal yang sangat krusial. Para guru juga harus merasa bahwa mereka dilindungi secara penuh, baik oleh negara, oleh komite sekolah, maupun oleh masyarakat itu sendiri.

Akan tetapi, pada kenyataannya, banyak guru yang terpaksa menghadapi tantangan ini sendirian, tanpa ada pihak yang membela mereka. “Non scholae, sed vitae discimus”, kata orang Roma, “Kita belajar bukan untuk sekolah, tetapi untuk hidup.” Namun, bagaimana bisa mereka mengajarkan kehidupan yang mulia kepada siswa, jika dalam kehidupan mereka sendiri, mereka terus-menerus dihadapkan pada ketidakpastian dan ancaman? Tidak ada keberanian untuk berinovasi, tidak ada semangat untuk mengajar dengan penuh dedikasi, jika ketakutan menjadi bayang-bayang yang selalu mengikuti langkah mereka.

Maka dari itu, kita sebagai masyarakat harus berusaha untuk mendukung perlindungan bagi guru. Mereka bukanlah sekadar pengajar, mereka adalah pembentuk karakter bangsa yang memiliki peran vital dalam pembangunan mentalitas generasi masa depan. “Vox populi, vox Dei”, suara rakyat adalah suara Tuhan, begitulah kata orang Latin. Kita semua memiliki tanggung jawab kolektif untuk melindungi para guru. Tanpa perlindungan yang memadai, kita tidak akan dapat mengharapkan generasi penerus yang berkualitas, karena mereka yang seharusnya mengajarkan dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab, justru dihadapkan pada tekanan luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun