Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pendidikan dan isu-isu aktual lainnya dari perspektif pedididkkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PKKS, Evaluasi Tak Sekadar Rutinitas

11 Januari 2025   08:49 Diperbarui: 11 Januari 2025   09:58 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PKKS: Evaluasi yang Tak Sekadar Rutinitas

Oleh Karnita

Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS) adalah tradisi yang sudah lama ada dalam dunia pendidikan. Setiap tahun, kepala sekolah dievaluasi untuk menilai apakah mereka telah menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka dengan baik. Namun, apakah PKKS ini hanya sekadar rutinitas tahunan yang dibebankan kepada kepala sekolah, ataukah memiliki esensi yang lebih dalam sebagai bagian dari proses perbaikan dan pembenahan sistem pendidikan di Indonesia? Jika PKKS hanya dipandang sebagai formalitas, maka kita akan kehilangan kesempatan besar untuk memperbaiki kualitas pendidikan di tanah air.

Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS) yang dilakukan di akhir tahun seharusnya bukanlah sebuah rutinitas yang datang mendadak, seperti tamu yang tidak diundang. Sebaliknya, PKKS harusnya menjadi sebuah kebiasaan yang dilakukan secara disiplin dan teratur, di mana pembentukan tim dan persiapan dokumen bukanlah pekerjaan tergesa-gesa yang hanya dilakukan dalam hitungan hari. Jika setiap tahunnya kita masih terjebak dalam sistem penilaian yang datang tiba-tiba, laksana sebuah ujian yang harus dipelajari dalam semalam, maka kita hanya akan menghasilkan evaluasi yang dangkal, tanpa substansi yang berarti. Seharusnya, evaluasi itu adalah proses yang sistematis, sebuah refleksi mendalam atas perjalanan setahun penuh, bukan sekadar formalitas belaka yang menambah tumpukan kertas tanpa ada perubahan yang signifikan. Dalam hal ini, kita patut merenung, apakah kita benar-benar ingin mengevaluasi atau sekadar memperbanyak dokumen untuk diserahkan?

Esensi dari PKKS harusnya lebih dari sekadar laporan tahunan yang bersifat administratif. Seharusnya, PKKS menjadi cermin untuk melihat sejauh mana kepala sekolah berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Dalam konteks ini, evaluasi tidak hanya melihat angka-angka atau statistik, tetapi juga mencakup dampak nyata yang dihasilkan oleh kebijakan dan keputusan-keputusan yang diambil oleh kepala sekolah. Adagium latin yang relevan di sini adalah "Fiat lux," yang berarti "Hendaknya terang itu ada," yang mengandung makna bahwa evaluasi harus memberi pencerahan bagi perbaikan, bukan sekadar memberikan nilai tanpa makna.

Kita sering mendengar bahwa perubahan besar dimulai dari yang kecil, dan kepala sekolah adalah figur yang sangat penting dalam mendorong perubahan tersebut. Kepala sekolah bukan hanya seorang manajer yang mengelola administrasi dan anggaran, melainkan juga seorang pemimpin yang harus dapat memberikan contoh yang baik kepada guru, siswa, dan seluruh komponen sekolah. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." Ini menunjukkan betapa besar tanggung jawab seorang kepala sekolah dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang berkualitas.

Namun, tantangannya adalah bahwa PKKS sering kali terjebak dalam rutinitas birokratis yang tidak menggali lebih dalam. Sebagai contoh, seringkali penilaian hanya berfokus pada aspek administratif seperti kehadiran, pengelolaan anggaran, dan pencapaian hasil belajar. Padahal, kualitas kepemimpinan seorang kepala sekolah jauh lebih kompleks dari sekadar hal-hal yang terukur secara kuantitatif. Dalam banyak kasus, kepala sekolah harus menghadapi tantangan yang jauh lebih berat, seperti menciptakan budaya sekolah yang positif, memotivasi guru yang kelelahan, dan membimbing siswa dalam kondisi yang semakin penuh tantangan. Seperti pepatah mengatakan, "Tebar benih di tanah yang subur, maka hasilnya akan melimpah." Jika kepala sekolah mampu menciptakan lingkungan yang kondusif dan menyuburkan potensi, maka hasilnya akan terlihat jelas dalam kualitas pendidikan.

Jangan biarkan PKKS menjadi sekadar seremonial tahunan yang menambah beban kepala sekolah. Setiap evaluasi seharusnya menjadi kesempatan untuk menganalisis, merefleksikan, dan merumuskan langkah-langkah konkret dalam memperbaiki kekurangan dan meningkatkan kualitas kepemimpinan di sekolah. Sebuah evaluasi yang baik harus memberikan umpan balik yang konstruktif, bukan sekadar menilai dari sudut pandang statistik semata. Harus ada evaluasi yang lebih holistik, yang tidak hanya berbicara tentang angka-angka, tetapi juga berbicara tentang karakter kepala sekolah dalam memimpin, menginspirasi, dan menciptakan perubahan yang positif di sekolah.

Sebagai bangsa, kita harus menyadari bahwa pendidikan adalah pilar utama dalam pembangunan. Jika kepala sekolah tidak diberikan ruang untuk berkembang dan diperbaiki melalui evaluasi yang bijak, maka sistem pendidikan kita tidak akan mengalami kemajuan yang berarti. Salah satu tantangan terbesar dalam dunia pendidikan adalah membangun sistem yang adil dan transparan dalam penilaian, serta memastikan bahwa hasil evaluasi dapat diterjemahkan menjadi langkah-langkah perbaikan yang nyata. Dalam hal ini, evaluasi haruslah sebuah alat yang tidak hanya berfungsi sebagai penilai, tetapi juga sebagai pendorong perubahan.

Jika kita merujuk pada Al-Qur'an, dalam Surah Al-Alaq (96:1-5), Allah berfirman, "Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan." Ini mengingatkan kita bahwa pendidikan adalah tentang membangun manusia yang terus berkembang, belajar, dan mengasah potensi. Kepala sekolah adalah garda terdepan dalam menciptakan budaya belajar yang menumbuhkan rasa ingin tahu dan semangat belajar yang tinggi di antara siswa dan guru. Oleh karena itu, PKKS harus menjadi instrumen yang bukan hanya mengukur hasil, tetapi juga mendalam dalam mengevaluasi proses yang mendasari pencapaian tersebut.

Namun, ada kritik yang mengemuka bahwa PKKS sering kali tidak cukup transparan dan obyektif dalam penilaiannya. Bagaimana kita bisa mengharapkan perbaikan jika proses evaluasi itu sendiri tidak memberikan gambaran yang jelas tentang kekuatan dan kelemahan kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya? Jika penilaian kepala sekolah didasarkan pada standar yang seragam dan tidak mempertimbangkan konteks lokal yang berbeda, maka kita akan kesulitan untuk melihat gambaran yang akurat tentang kinerja kepala sekolah. Ini memunculkan pertanyaan besar: Apakah kita benar-benar menilai dengan adil dan bijak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun