Sebagaimana diketahui, Pemerintahan Jokowi JK bertekad melakukan eksplorasi potensi maritim Indonesia. Bahkan presiden terpilih Joko Widodo berjanji akan menjadikan Indonesia sebaga poros maritim dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut, salah satu gagasan fenomenalnya adalah membangun jalan tol laut. Jalan tol laut dipahami bukan membangun jalan tol di atas laut seperti yang ada di Denpasar Bali (Tol Bali Mandara). Tapi melakukan peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan di pelabuhan-pelabuhan utama (Belawan, Batam, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar dan Sorong). Alhasil, dengan kapasitas yang sama, pelabuhan-pelabuhan tersebut bisa disandari kapal-kapal berukuran besar sehingga lalu lintas barang dari Indonesia Barat ke Indonesia Timur atau sebaliknya volumenya bisa lebih meningkat lagi. Melalui cara ini, diharapkan ongkos logistik bisa menjadi lebih murah. Bicara tentang pelabuhan, tentu tidak terlepas dari kapal-kapal laut yang berlayar dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain. Dari sisi ukuran dan jenis, kapal-kapal itu bisa dibedakan dalam berbagai kategori. Namun untuk saat ini, kapal-kapal itu kebanyakan sudah dibangun dengan teknologi modern dan kapasitas angkut yang besar sehingga membutuhkan pelabuhan dengan kapasitas yang juga lebih besar. Pelayaran Nasional Di Indonesia, jika kita bicara tentang pelayaran nasional tentu tidak bisa dilepaskan dari perusahaan-perusahaan pelayaran serta sosok yang menjadi pendiri perusahaan tersebut. Salah satunya adalah perusahaan pelayaran bernama Samudera Indonesia yang beroperasi sejak tahun 1964. Dengan demikian, tahun 2014 ini Samudera Indonesia genap berusia 50 tahun. Sebuah perjalanan panjang bagi perusahaan pelayaran untuk menjadi tulang punggung angkutan laut baik domestik maupun internasional. [caption id="" align="aligncenter" width="220" caption="Soedarpo Sastrosatomo"][/caption]
Sebagai tulang punggung pelayaran nasional, Samudera Indonesia telah menunjukkan peran penting dalam merintis industri pelayaran di negara ini. Samudera Indonesia pun secara mulus berhasil mengubah citranya dari hanya sekadar perusahaan pelayaran lokal menjadi regional dan bahkan global, dari tradisional menjadi perusahaan modern. Nama Samudera Indonesia sendiri tidak bisa dilepaskan dari sosok bernama Soedarpo Sastrosatomo, salah satu tokoh nasional yang semula berkarir sebagai diplomat dan kemudian beralih membidangi usaha pelayaran. Dalam buku biografi berjudul “Bertumbuh Melawan Arus” karya H Rosihan Anwar, diungkapkan lebih dalam tentang bagaimana Soedarpo yang merupakan diplomat di era Bung Karno harus menjalankan usaha di bawah tekanan rezim Orde Baru saat ini. Namun terbukti, dengan berbagai keuletannya dalam membangun usaha, Samudera Indonesia tetap tumbuh sebagai perusahaan pelayaran terkemuka. Di sisi lain, sebagai seorang aktivis pejuang, bersama sang kakak Soebadio Sastrosatomo, Soedarpo pun tak berhenti mengkritisi pemerintahan Soeharto yang pada saat itu dianggap telah banyak melakukan penyimpangan. ***[bersambung]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H