"Erinaa!" sahut Mahesa sambil memegang gulali. "Dulu kamu suka makan ini, sekarang bagaimana?" tanyanya. Erina tersenyum dan langsung mengambil gulali dari tangan Mahesa. Erina pun berkata, "Apapun yang Mahesa sentuh pasti enak!". Mahesa tertawa lalu menggenggam tangan kekasihnya dan bertanya,"Kamu ingat hari ini hari apa?" Erina bingung dan menjawab tidak. "Sudah persis setahun semenjak aku tiada, Erina. Kamu kunjungi makamku, ya?" katanya. Erina terkejut dan menanyakan bila Mahesa hanya bergurau, tetapi ekspresi Mahesa tetap datar. Erina mulai menangis sambil memeluk Mahesa. "Jangan Mahesa-"
Alarm berbunyi. 'Oh, hanya mimpi.' pikirnya. Erina langsung bergegas untuk mandi agar dia dapat tiba di sekolah secepatnya untuk menulis jawaban tugas kimia dari Adelia, sahabat Erina dari balita.
"Adelia, aku pinjam buku kimiamu boleh? Kemarin malam aku ketiduran, Del." seru Erina sambil memasuki kelas. Adelia menatap Erina dengan seksama. "Ada di loker. Er, hari ini tanggal berapa?" tanya Adelia sambil menatap sahabatnya. "19 November, Ada apa?" tanya Erina bingung. Adelia menghela napas dan berkata,"Sudah setahun, Er." Erina terdiam, lalu membuka HP secepat kilat. "19 November 2021 sudah satu tahun yang lalu.." dia bergumam. "Hari ini ke makam Mahesa E-" Adelia berhenti berbicara setelah melihat Erina menggeleng-geleng kepalanya. "Titip salam ya, Del." Erina mengambil buku kimia Adelia di loker lalu mulai menyalin.
Setelah bercakap dengan Erina, Adelia langsung berlari ke kelas 11C, di mana Bastian sedang membaca komik yang keliatan sudah sangat tua. Adelia mengambil komik Bastian dan langsung berseru "Bas, Erina bilang dia titip salam ke Mahesa, tidak ikut, Bas." Mendengar itu, Bastian menatap Adelia dengan tampang yang datar. "Sudah diduga, Erina perlu waktu, Del." Katanya. "Tapi, ini sudah setahun, Bas. Kita harus apa untuk Erina?" seru Adelia dengan nada membentak. "Menunggu, Erina pasti akan memulihkan dirinya sendiri dengan waktu." Kata Bastian dengan sabar. "Erina sudah berubah, Bas. Sepertinya dia tidak akan pulih, tidak dengan cara diabaikan." Kata Adelia. "Saat istirahat akan kutanyakan, tidak tentu jawabannya akan berubah, Del." Bastian menghela napas. Bel berbunyi dan Adelia meninggalkan kelas 11C untuk mengikuti pelajaran.
Selama pelajaran, Adelia selalu memperhatikan temannya. Walau hanya terlihat punggung, dia dapat menebak Erina dengan mudah. Tidak ada teman sekelas yang mengerti bagaimana Adelia dapat melihat semuanya tentang Erina hanya dengan melihat punggungnya. Bahkan teman sebangku Erina pun tidak seteliti itu dalam melihat Erina. 4 jam pelajaran, Adelia terus melihat Erina. Punggung Erina beberapa kali bergerak, bukan bergerak karena posisi duduk yang tidak enak, melainkan bergerak karena sedang menahan nangis. Erina harus pergi ke wastafel setiap 30 menit untuk membuang air mata. Adelia sangat khawatir dan ingin membantu Erina, tapi temannya selalu mengatakan tidak perlu. Erina adalah tipe yang lebih suka memendam semua masalahnya sendiri, walaupun banyak orang mengkhawatirkannya.
Akhirnya, saat istirahat pertama tiba, Adelia memerintahkan Erina untuk mengunjungi Bastian. Ternyata, Bastian yang duluan menghampiri Erina. "Erina, kamu yakin soal tidak ikut ke makam Mahesa?" tanya Bastian. Melihat itu, Adelia menatap Bastian dengan api-api di matanya, seakan Bastian baru melakukan kesalahan besar. Erina menggeleng dan menjawab, "Yakin, Bas. Aku tidak ingin ke makamnya dengan kondisi seperti ini. Mahesa pasti kecewa melihat mataku yang bengkak." Sebenarnya, Erina tidak berani mengunjungi makam Mahesa. Terakhir dikunjungi, Erina terbangun di rumah sakit. Kata satpam, Erina pingsan di sebelah makamnya Mahesa. Banyak sekali perasaan yang ia pendam selama satu tahun kehilangan kekasihnya dan bila ia mengunjungi tempat itu lagi semua perasaannya akan menjadi semakin berantakan. Â Bastian khawatir akan Erina. Matanya terlihat merah dan bengkak, ini menandakan Erina baru selesai menangis, mungkin dia akan menangis lagi. "Aku dan Adelia selalu ada untukmu, Erina. Jangan memendam semua itu sendiri." Kata Bastian sambil mengusap pipi Erina. Erina mengangguk dan meninggalkan kedua sahabatnya. Bastian menggeleng ke arah Adelia setelah temannya pergi. Adelia menghela napas dan mengatakan terima kasih kepada temannya yang sudah membantu.
Setelah pulang sekolah, Bastian dan Adelia pamit ke Erina dan pergi mengunjungi makam Mahesa. Sementara itu, Erina pulang ke rumah dan menatap dinding putih kamarnya. Air mata mulai mengalir dan jatuh dari pipi Erina. Mulai terdengar isakan tangis dari kamar Erina. Karena sedang tidak ada orang di rumah, Erina dapat menangis dengan lega. Lambat laun, tangisan Erina berubah menjadi rasa kantuk yang berat.
"Erina?" sahut suara yang selalu Erina dengar dalam mimpi. Ia menoleh dan melihat Mahesa yang memakai kemeja putih yang dilapisi oleh jaket hijau muda dengan celana warna terang, pakaian yang Mahesa gunakan ketika mereka jalan-jalan ke taman bunga untuk merayakan 1 tahun mereka sudah menjadi pasangan. "Mahesa!" seru Erina sambil berlari dan memeluk Mahesa. Mahesa melepaskan pelukan Erina dan memasang tampang yang serius. Ia pun bertanya secara langsung "Aku menunggumu seharian, Erina. Adelia dan Bastian datang tanpamu, mengapa kamu tidak ikut?" Erina terdiam. Melihat tampang Mahesa yang khawatir, Erina mulai menangis. "Sudah setahun kamu pergi, tapi aku tidak pernah pergi. Aku sangat lemah, Mahesa. Adelia dan Bastian sudah menungguku, tapi aku tidak pernah datang ke mereka. Aku takut menjadi beban bagi mereka. Dan dengan kamu yang pergi, aku kehilangan diriku juga, Hes." Jawab Erina sambil terisak-isak. Mahesa mengusap air mata Erina dan berkata, "Dirimu tidak ada yang hilang, Er. Aku hanya berada di sebelahmu untuk beberapa saat, tapi Adelia dan Bastian bahkan sampai sekarang ada untukmu. Kembalikanlah semangatmu untuk hidup, Er. Bukan hanya untukmu, tapi juga untukku. Â Aku akan menunggumu, Er. TInggalkanlah semua rasa berat di makamku." Mahesa memeluk Erina dan setelah itu, mata Erina terbuka.
Erina memanggil Adelia dan Bastian untuk menemaninya mengunjungi makam kekasihnya. Saat tiba, dua temannya menunggu Erina di mobil agar Erina dapat meluapkan semuanya. Saat itu juga, mulai banyak sekali kalimat yang keluar dari mulut Erina. Dia menangis, membentak, bahkan sampai memeluk makam Mahesa. Sejam kemudian, Erina kembali ke mobil dengan mata dan hidung yang merah. Erina tertawa lega. "Ini pertama kalinya aku bisa tertawa lega." gumam Erina. Adelia sudah tertidur, namun Bastian diam-diam tersenyum mendengar itu. Akhirnya, Bastian memulangkan 2 gadis yang sudah kelelahan.
Saat tiba di kamar, Erina langsung menjatuhkan dirinya ke kasur dan memejamkan mata. Ia bertemu lagi dengan Mahesa. "Mahesa!" serunya sambil menatap mata Mahesa. Erina mulai menunjukkan senyum yang selalu ia tunjukkan kepada Mahesa setiap hari. "Ini dia senyum yang aku rindukan." kata Mahesa sambil tersenyum. "Aku ingin pamit, Er. Selama setahun, aku menunggumu untuk menunjukkan bahwa kamu sudah mulai melepaskanku. Sepertinya, sekarang aku dapat pergi." Mahesa menatap Erina untuk terakhir kalinya dan tersenyum tulus. Erina melepaskan genggaman Mahesa dan melambaikan tangan. "I love you!" sahut Erina untuk terakhir kalinya.
Esok hari, Erina kembali ke sekolah dengan senyuman. Adelia senang melihat sahabatnya mulai menunjukkan ekspresi Bahagia setelah melihatnya menangis selama setahun. "Ternyata menunggu adalah solusi yang paling tepat." gumam Adelia. Erina kembali meningkatkan nilai sekolahnya, bahkan mulai menyukai Bastian lebih dari teman. Dari atas langit, Erina yakin Mahesa akan senang melihatnya tersenyum bahagia. Akhirnya setelah setahun, Erina pun berjalan kembali.