Saya merasa ada yang kurang pas dengan cara kita berkomunikasi. Komunikasi kita sudah digiring menuju sistem kapitalistik di mana siapa yang paling memenangkan kompetisi komunikasi menganggap diri yang paling benar dan baik. Orang-orang di bidang periklanan tentu sangat paham hal ini.
Mereka yang memenangkan kompetisi komunikasi adalah mereka yang paling populer, mereka yang memenangkan debat, dan mereka yang paling bisa mempengaruhi pikiran orang lain.
Sehingga tidak heran acara TV yang dianggap baik adalah yang ratingnya paling tinggi, produk terbaik adalah yang paling banyak digunakan orang, orang dikagumi karena memenangkan debat dan mampu menyihir orang lain dengan kata-katanya.
Sampai di sini mungkin kelihatan tidak ada yang salah.
Tapi kita lupa bahwa bagaimanapun komunikasi hanya pada tataran ide, bukan aksi. Pada tataran aksi, ide itu diadu dengan beribu-ribu hal lain.
Produk yang paling banyak digunakan orang bisa menjadi tidak berguna dalam kondisi tertentu, atau pada wilayah tertentu
, atau orang tertentu, atau waktu tertentu, atau cara tertentu, atau ini, dan atau itu. Pun orang yang kata-katanya bak dewa pun bisa ditilang, buang sampah sembarangan, menipu, atau korupsi.
Di situlah kemungkinan kesalahan itu.
Kapitalisme komunikasi ini juga rawan diselewengkan. Kita ingat akun @triomacan2000 yang ternyata cuma bertujuan untuk memeras yang salah dan memoles yang ingin tenar dari twit-twitnya yang kelihatannya didukung data dan menguak rahasia.
Tiap pagi saya membuka kompas.com. Dalam berita tentang Jokowi selalu ada tanggapan dari akun 't@xiholiday' yang menyerang apapun yang diperbuat Jokowi. Tidak jelas Jokowi pernah salah apa pada pemegang akun itu. Tp dapat disinyalir, tanggapan-tanggapannya adalah pesanan.
Jadi tidak hanya bidang ekonomi (pemasaran) saja kapitalisme komunikasi ini ada. Di bidang olahraga sering kita dengar ungkapan-ungkapan untuk merendahkan untuk mematahkan mental bertanding. Di bidang agama, dalam forum-forum termasuk facebook dan twitter, kita sering mendapati orang-orang yang seenaknya sendiri merendahkan agama lain seolah-olah surga hanya miliknya dan kaumnya.