Mohon tunggu...
Mbedah Alam
Mbedah Alam Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Kutubut Turost

Mbedah Alam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nenek Tua dan Sehelai Daun Salawat

6 April 2019   01:55 Diperbarui: 6 April 2019   02:00 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari http://www.ringkaskata.com

Mbah Pasilah biasa ia dipanggil. Nenek tua sebatang kara yang sudah uzur usianya. Tiap hari ia berjualan krupuk keliling kampung. Tak punya keluarga dan hidup sendirian menjadikannya harus mandiri dan terus bekerja di usianya yang sudah tua renta. 

Namun ia tetap energik dan penuh semangat dengan lakon hidupnya. Tak mau menyerah dengan usia dan kemelaratannya. Ia jadikan jualan krupuk sebagai sumber nafkahnya. 

Walau kadang para tetangga memintanya untuk berhenti bekerja dan akan mencukupi kebutuhan sehari-harinya, ia tetap menolak dengan alasan ingin menjalani titah Tuhan terhadap dirinya. 

Tak pernah mengeluh apalagi memanfaatkan kemiskinannya untuk "mengemis" dan menghiba welas dari orang lain. 

Di kampungnya yang sudah mulai sesak dengan penduduk, berdiri megah sebuah masjid jami' tempat orang-orang sekampung beraktifitas ibadah. 

Kemegahan masjid semakin memanja para jamaahnya karena di halaman masjid yang luas terdapat pepohonan yang rindang. Pohon mangga menjadi mayoritas pepohonan yang tumbuh di halaman masjid, malah terkadang melenakan orang-orang saat ibadah dengan angin spoi-spoi, menyihir dengan kantuk.

Tiap hari Mbah Pasilah keliling kampung menjajakan dagangannya, tanpa menyerah seolah ia masih saat muda. Ada pembeli atau tidak, tetap ia jajakan dagangannya.

Seperti hari-hari biasanya, di tengah ia menjajakan dagangan, mbah pasilah akan berhenti di masjid desa tersebut. Kebiasaan yang biasa, menjelang azan duhur, biasanya berkumandang qiroah quran yang di baca oleh qori terbaik desa tersebut, dilanjut dengan kumandang azan.

Mbah Pasilah, sebelum berkumandang azan duhur selalu beristirahat di bawah pohon mangga yang rindang di depan masjid untuk sekedar melepas lelah, dengan semilir angin seolah membangkitkan rohaninya untuk terus menjalani takdir hidupnya.

Sambil menunggu kumandang azan sebagai pertanda masuknya waktu solat, ia memunguti sampah dan daun-daun pohon mangga yang berguguran di halaman masjid.

Satu persatu ia pungut dengan penuh kehatian dan dimasukan ke keranjang sampah yang tersedia di samping masjid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun