Mohon tunggu...
Karmani Soekarto
Karmani Soekarto Mohon Tunggu... Novelis - Data Pribadi

1. Universitas Brawijaya, Malang 2. School of Mnt Labora, Jakarta 3. VICO INDONESIA 1978~2001 4. Semberani Persada Oil 2005~2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Deparpolisasi?

13 Maret 2016   07:10 Diperbarui: 13 Maret 2016   08:21 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ahok memilih jalur independen, jalur yang tidak diusung oleh partai, jalur yang juga diamanatkan oleh undang undang.

Namun jalan ini ternyata jalur terjal yang tidak mulus, menuai polemik oleh partai besar dianggap deparpolisasi.

Calon perseorangan muncul di ranah politik tahun 2007 yang didahului pembahasan regulasi Pilkada oleh para anggota DPR. Calon persorangan diizinkan berdasar amanat UU.

Kenapa jalur independen tidak dipermasalahkan tahun 2012 ketika Faisal Basri mengikuti pilgub DKI menggunakan jalur independen, memang sih waktu itu Faisal Basri kalah di putaran pertama.

Yang menjadi menarik walaupun kalah, Faisal Basri menggungguli pasangan calon dari partai politik. Saat itu Faisal Basri unggul dari calon dari Golkar. Kenapa tidak dari sini dipertanyakan karena pada suatu saat pasti ada jalur independen lainyang akan melebihi saat 2012.

Sebenarnya bukan itu masalahnya, masalahnya adalah fenomena Ahok, Ahok membalikkan apa yang menurut parpol jabatan gubernur DKI itu yang ingin direngkuhnya, karena DKI merupakan barometer keberhasilan untuk memperoleh suara di Pileg 2019 nanti.

Seharusnya parpol mau mawas diri melihat orang mengumpulkan copy KTP DKI sekedar untuk memenuhi 1Jt copy KTP, sebelum Ahok bersama Heru mendeklarasikan diri menjadi Cagub dan Wacagub. Jangan seperti sekarang layaknya kebakaran jenggot, setelah orang orang dengan antusias berduyun duyun menyerahkan copy KTP ke Teman Ahok. Orang berduyun duyun menyerahkan copy KTP DKI kepada teman Ahok manakala saat dua partai sedang berproses islah terabaikan perhatiannya.

Seharusnya para petinggi parpol yang seharusnya parpol merupakan pilar demokrasi mawas diri. Ada apa dengan para wakilnya yang terpilih di DPR/D; adakah anggota DPR setelah selesai tugasnya menjadi seorang negarawan, bukan menjadi perantara anggaran; ada apa di setiap pileg golput bertambah saja. Salahkah DPD yang mewakili daerah diwacanakan akan dibubarkan, padahal DPD jelas keberadaannya di DPR tidak menyalahi UUD. Wacana ini sungguh nenyakiti hati rakyat yang memilihnya, sungguh sombong mereka yang merasa mewakili parpol sehingga berani mewacanakan demikian. Wacana demikian tanpa disadari menyulut api dalam sekam, menyulut rasa kecewa sehingga memunculkan pemikiran untuk menoleh seseorang yang berani mencalonkan diri menjadi Cagub dan Wacagub melalui jalur perorangan, gayungpun bersambut.

Cagub jalur independen dipilih rakyat manakala jalur parpol menawarkan cagub tidak sesuai dengan keinginan para pemilihnya.

Bahkan tak kurang Buya Syafi'i Maarif kepada Viva mengatakan : "Politikus jalur independen itu sindiran kepada parpol, soalnya peradaban parpol kita masih jauh sebagai pilar demokrasi yang membangun bangsa," ujar Buya Syafi'i dalam diskusi Sekolah Politisi Muda di Jakarta, Kamis 10 Maret 2016.

"Politisi baik itu masih minoritas, masih riak-riak saja, belum gelombang besar, jangan terlalu lama, bisa runtuh negara ini kalau tidak meningkat kelasnya dari politisi menjadi negarawan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun