Sebentar lagi liburan semester dan awal tahun berakhir, hal inilah yang menjadi pertengkaran si sulung dengan si bungsu --- saya tidak mengerti kenapa kalau sedang kumpul ide drama pertengkaran selalu saja tidak habis dipertontonkan mereka --- saat pagi tadi berkumpul di ruang makan.
Si bungsu bertanya kenapa liburannya sebentar tidak seperti si sulung yang nanti liburannya sangat lama --- si sulung belum libur karena masih UAS, tapi jadwal UAS nya karena tidak berurutan jadi bisa ikut pulang dulu --- anehnya waktu liburan pun kok bisa mereka jadikan bahan pertengkaran.
Karena saya tahu itu drama mereka kalau bertemu saya diamkan saja walau saya akhirnya berkomentar agar mereka bisa mendapat pelajaran bahkan untuk drama yang mereka buat.
Saya bilang ke mereka kalau semua ada waktunya. Si bungsu masih SMA jadi waktu liburannya sudah ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah yang berbeda dengan kakaknya yang sudah kuliah. Hal paling baik mensyukuri apa yang diberi dihadapan saat ini karena anugerah terindah dan terbaik dari Yang Kuasa adalah kehidupan saat ini. Pertengkaranpun diakhiri dengan anggukan kepala mereka dan muka bete karena saya merusak pertengkaran mereka dengan perdamaian dan konsep yang harus mereka pahami...hehehe.
Seringkali hidup menjadi susah karena salah menyikapinya bahwa anugerah terbaik dan terindah itu saat ini bukan nanti. Kita mempersoalkan apa yang tidak didapat yang menyebabkan hidup jadi gelisah, tak puas, kesal, selalu serba kurang. Lupa akan apa yang didapat dan dimiliki saat ini yang akhirnya berlalu dan tidak dinikmati.
Persis seperti menulis, karena konsep semua ada waktunya bisa juga diaplikasikan dalam kepenulisan.
Saat saya membaca artikel salah seorang kompasianer ada yang berkomentar bahwa kualitas tulisan di Kompasiana menurun lalu saya berpikir untuk menyudahi saja menulis di Kompasiana.
Komenannya memang bukan di artikel saya dan bukan ditujukan untuk saya, juga tidak mengerti komenannya sungguh-sungguh, bercandaan atau  sindiran. Hanya saja saya merasa bahwa kualitas tulisan saya belum baik, kasihan juga kalau Kompasiana yang sudah lama dibangun kualitasnya turun karena tulisan belum berkualitas seperti artikel milik saya.
Tapi terus saya berpikir lagi niatan menyudahi menulis di Kompasiana --- mana besok saya ulang bulan pertama dengan Kompasiana, masa sudah putus padahal belum sebulan--- apa benar itu yang saya inginkan ?, bagaimana tulisan saya akan berkualitas kalau saya tidak mau melewati tahap tulisan tidak berkualitas terlebih dulu lalu berhenti menulis karena membaca kritikan yang sebenarnya tidak ditujukan untuk saya, malah bisa jadi komenan itu adalah pembangun dan penajam untuk memperbaiki tulisan.
Jawaban pertanyaannya didapat pagi ini dari drama pertengkaran si sulung dan si bungsu bahwa segala sesuatu ada waktunya.
Waktu saya sekarang adalah membuat pondasi kepenulisan dengan mengasah ketajaman menulis baik ide, bahasan, penyusunan kata yang membentuk kalimat, penjejakkan kepenulisan dengan mengenalkan tulisan ke Kompasianer dengan ajek dan konsisten, dan 3B (Banyak belajar, Banyak baca, Banyak menulis).