Mohon tunggu...
Karla Wulaniyati
Karla Wulaniyati Mohon Tunggu... Lainnya - Senang Membaca, (Kadang-kadang) Menulis, Menggambar Pola/Gambar Sederhana

Let the beauty of what you love be what you do (Rumi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perenungan Atas SMS Kematian

28 Desember 2018   09:51 Diperbarui: 28 Desember 2018   10:01 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini kebetulan hari Jumat saya ingin menulis artikel tentang perenungan atas SMS kematian karena kematian dan hanya kematian menjadi satu-satunya kepastian bagi yang hidup. Saya jadi ingat beberapa waktu lalu --- waktunya mungkin beberapa bulan lalu --- ada momen kesadaran tentang kematian.

Waktu itu saat akan pulang dari sekolah setelah menyalakan kendaraan, tidak lupa menyalakan tape untuk menemani selama perjalanan dari sekolah ke rumah. CD yang didengarkan belum dirubah murotal dari sheikh favorit si sulung Sheikh Mishari Rashid.

Saat dinyalakan saya kaget karena intonasi lagam yang terdengar tinggi, malah saya merasa seperti teriak tepatnya meneriaki saya, lebih kaget saat mendengar apa yang dibaca.

Saya tertegun, kaget, sempat tidak bereaksi apa-apa setelah kembali sadar saya lihat surat apa yang dibaca --- hapalan saya payah sangat payah termasuk hapalan Quran saya termasuk kategori mengkhawatirkan --- ternyata yang dibaca QS Ali Imron : 185, "Kullu nafsin dzaaiqotulmaut" setiap yang bernyawa akan merasakan mati.

Saya tidak langsung menjalankan kendaraan, tiba-tiba saya yang pengecut ini dihinggapi rasa takut, maut ?, maut ?, maut ?, satu hal yang pasti buat siapapun yang hidup. Hanya maut/mati yang pasti. Hal yang lain seperti senang, susah, kaya, miskin, sukses, gagal apapun juga tidak pasti.

Namun justru sesuatu yang pasti terjadi, malah kadang tidak dipersiapkan dengan baik malah tidak diingat sama sekali, sesuatu yang tidak pasti yaitu hidup dan dunia yang bersifat sementara dan sebentar saja malah selalu dikejar, dicintai, diburu karena menyilaukan dan menyenangkan hati --- saya masih seperti itu --- mungkin perasaan itu yang mengguncangkan saya setelah mendengar "teriakan" dari cd murottal.

Saya jadi ingat kalau SMS kematian untuk saya malah seperti sudah disampaikan pada  saya, misalnya :

1. Uban.
Sejak usia 39 tahun beberapa helai uban sudah mulai hadir walau masih sembunyi di helai rambut hitam saya.

Timbulnya uban biasanya terkait dengan usia dan kemampuan tubuh untuk memproduksi melanin, sehingga biasanya uban mulai timbul pada usia 40 tahun ke atas. Akan tetapi uban dapat muncul pada usia lebih muda karena adanya faktor genetis. Wikipedia

Hari ini uban saya sudah ramai, berkilau seperti memberitahukan," Ingat saatnya sudah mau tiba." Saya tidak mencat rambut menutupi uban agar selalu ingat saat saya lupa bahwa kematian memberitahu saya lewat uban waktu kepulangan akan tiba, segeralah mempersiapkan bekal sebaiknya.

2. Jarak membaca yang berubah.
Pernahkah Kompasianer mengalami --- khusus mulai usia 40 tahun kecuali memang memiliki kelainan mata --- saat akan membaca baik koran, buku, gawai, menu restauran, apapun yang harus dibaca tapi tulisannya seperti garis saja, kadang ngeblur atau menumpuk-numpuk. Saya pernah dan tentunya sampai sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun