Mohon tunggu...
Karla Wulaniyati
Karla Wulaniyati Mohon Tunggu... Lainnya - Senang Membaca dan (Kadang-kadang) Menulis di karlawulaniyati.com

Let the beauty of what you love be what you do (Rumi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hati Manusia yang Lebih Keras dari Batu

25 Desember 2018   20:36 Diperbarui: 25 Desember 2018   20:57 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini saya menuntaskan membaca buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya karya Rusdi Mathari. Ada bahasan yang unik, sebenarnya nyaris semua bagian sangat unik karena membahas pelajaran hidup yang berbeda. Bab yang diberi judul Batu pun Enggan Jadi Manusia membuat saya malam ini tetiba ingin menuliskan yang berkaitan dengan itu.

Di buku tersebut pada halaman 205 nya dijelaskan kenapa hati manusia bisa jadi keras yaitu karena sering berdusta dan tidak amanah. Pendendam dan jarang meminta maaf. Dengki dan kikir.

Lalu di halaman 206 dituliskan, "Batu tak sanggup jadi manusia karena merasa kalah keras dibanding hati manusia."

Saya tidak akan membahas bagaimana teori dan penjelasan tentang hati yang keras --- biasanya dimasukkan ke dalam kajian tazkiyatun nafs --- karena ada yang lebih berkompeten membahas hal ini. Saya hanya melihat dari perspektif yang ringan dan sederhana yaitu dari sisi pandangan saya.

Setelah membaca bab Batu pun Enggan Jadi Manusia, saya jadi berpikir apa yang dituliskan terjadi dalam keseharian dan memang demikian adanya. 

Bisa disaksikan diberbagai media termasuk di media sosial bahkan dikehidupan nyata perilaku dari orang-orang yang keras hatinya.

Bagaimana menyakiti orang terlihat mudah dan ringan dilakukan baik dengan perlakuan dan tingkah laku, perkataan bahkan dengan tulisan, banyak sudah cerita dan berita bagaiman menghilangkan nyawa orang saja seperti hal yang tidak berat dilakukan.

Dari yang tergolong ringan sampai terberat dalam memperlakukan orang lain banyak diperlihatkan, seperti merampas hak orang lain, bicara jauh dari etika, kesantunan, dan kesopanan yang penting apa yang mau diucapkan dikeluarkan saja sekehendak hati tanpa melihat bagaimana penerimaan orang yang dilimpahi perkataan itu.

Termasuk juga dengan tulisan. Seringkali kita disuguhkan bagaimana amarah, dendam, dengki, dan kebencian dituangkan begitu saja tanpa disaring. Jangankan untuk orang yang ditujukan hanya sebagai pembaca saja nurani terusik membacanya.

Kalau alasannya ya tidak usah dibaca kalau tidak sanggup menampung kata-kata dalam tulisannya, tentu hal itu akan sulit karena sudah disajikan di depan umum.

Yang paling menyedihkan dan menyakitkan dari yang keras hatinya bagaimana mereka memperlakukan buruk manusia sekaligus juga perlakuan buruk mahluk hidup lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun