Kaki ini melangkah berat tapi tetap kujejakkan untuk mengejar dan melepas yang menyesakkan diri. Sejak ketiadaanmu semua terasa sesak. Untuk melepaskan sesak aku rutin mengunjungimu.
Menemuimu kini sebuah kesesakan juga membuncahkan
Kesesakan karena kini kau tiada
Membuncahkan karena kau hadir dalamku
Orang sering berkomentar kenapa mengunjungimu bisa membuncahkan rasaku, padahal ragamu saja sudah sirna oleh ketiadaan. Mereka tidak mengerti apa yang sudah dibangun oleh kita.
Cinta yang kita bangun tidak hanya karena rupa
Kita saling cinta karena jiwa
Walau raga sudah tiada
Cinta kita tetap terhubung oleh rasa dan kenangan
Belum juga sampai ketempatmu tapi hati ini sudah sesak oleh luapan rasa. Kau pergi meninggalkanku sudah 120 hari, Â orang bilang itu sudah cukup lama, tapi bagiku peristiwa saat kau pergi dariku baru saja terjadi. Terasa lama menujumu, kalau bisa terbang agar bisa langsung berada didekatmu pasti akan kulakukan tapi aku harus mau berlaku menujumu selangkah demi selangkah.
Akhirnya aku sampai dan bisa didekatmu. Bunga mawar yang ada masih belum layu, ku ganti dengan yang masih baru dan segar. Bunga mawar aku pilih karena dulu kau sering sekali membicarakan filosofi bunga mawar. Bagaimana duri yang digunakan untuk melindungi diri bukan untuk melukai. Indahnya mawar yang selalu disukai orang. Mawar yang melambangkan cinta dan kasih sayang dan berbagai filosofi yang kau bicarakan.
Kusimpan mawar dipusaranmu
Tanda cinta dan sayang seperti yang kau berikan untukku
Kan kusimpan apa yang kau tanam dan akan selalu jadi pengingat untukku
Bahwa kau adalah pemberi warna indah dalam semestaku
Indah seperti mawar bunga perlambangmu
Keberadaanmu dulu terjadi tak sengaja. Seperti angin yang membawamu dan menghadirkannya dihadapanku. Mempersembahkan dunia dan membuka semesta untukku. Semesta yang ceria, berwarna, semarak begitu memesona. Belum pernah aku hidup semenarik ini. Seperti menyusun kepingan demi kepingan bersamamu dalam semesta yang kau bukakan untukku.
Sampai waktu bersamamu selesai, tanpa bisa kutolak dan kutawar. Ketiadaanmu persis seperti kedatanganmu. Seperti angin merampasmu dariku. Semesta yang kita susun semua kepingannya seperti hancur, hilang dan poranda. Muram, sepi, gulita dan kepiluan menggantikan pesona yang selama ini menyertai kita. Yang meluluhlantahkanku dan menyesakkan diri adalah bukan sekedar ketiadamu. Rindu padamu tidak bisa tergantikan oleh apapun. Menyesakkan dan membuat sunyi semestaku. Maafkan bila sampai kini belum bisa melepasmu, satu saat nanti semoga semestaku kembali bersinar cemerlang dan sampai saat itu tiba aku akan menjalani segala kesunyian dan kehilangan ini sebagai bagian dirimu yang kau simpan padaku.
Kehilanganmu adalah kesedihan yang tak bertepi
Tak bisa aku pergi walau hanya menafikan rasa
Semakin kuabaikan semakin kuat rasa padamu
Kehancuran meluluhlantahkanku
Kehancuran itu bernama rindu
Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Karawang, Selasa 11 desember 2018