Mohon tunggu...
Karisma Nur Muzayyana
Karisma Nur Muzayyana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dampak Gucci Challenge dan Industri Fast Fashion terhadap Kelestarian Lingkungan Sekitar

10 Juni 2022   21:43 Diperbarui: 13 Juni 2022   14:19 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Trend Gucci challenge baru-baru ini ramai di dunia maya. Berbagai artis, selebgram, maupun warganet iku memeriahkan tagar #guccichallenge. Tanpa mengenal usia, baik orang tua, dewasa, maupun anak-anak bergaya memadukan outfit bermerk Gucci. Salah satu pengikut trend ini dari kalangan anak-anak, yakni Xabiru Oshe Al Hakim (putra sulung dari Niko Al Hakim dan Rachel Vennya) yang tampil kece, tetapi tetap menggemaskan.

Gucci sendiri merupakan salah satu brand asal kota Firenze, Italia, yang memproduksi berbagai fashion, mulai dari tas, baju, sepatu, kacamata, jam tangan, dll. Namun, yang paling terkenal yakni tas branded-nya. Baham dasar untuk membuat tas branded tersebut berasal dari kulit sapi, buaya, ular yang dipadukan dengan aksesoris berwarna emas atau silver untuk menambah kesan mewah.

Tujuan utama adanya challenge ini sebenarnya hanya untuk hiburan semata. Mereka mengenakan berbagai fashion dari brand Gucci dan bergaya bak model internasional. Diperlukan kreativitas dan kepercayaan diri untuk bisa mix and match berbagai brand Gucci yang dimiliki. Hal ini juga secara tidak langsung memperlihatkan kepada netizen koleksi barang-barang merk Gucci mereka.

Pertanyaannya adalah, apakah semua koleksi baju tersebut sudah digunakan dengan baik? Atau hanya digunakan sekali, dua kali dalam setahun? Hal ini tidak bisa dianggap remeh karena berkaitan dengan kelestarian lingkungan, tempat di mana limbah produksi tersebut dibuang.

Sebagai konsumen, terdapat kepuasan tersendiri ketika kita membeli barang-barang yang sedang trendy. Begitu juga produsen fast fashion yang dituntut untuk mengikuti hal-hal yang sedang hangat di media sosial. Wei dan Zhou (2013:261) menjelaskan bahwa fast fashion merupakan istilah modern untuk industri busana, yang designnya beralih dari pergelaran mode ke toko dalam jangka waktu yang pendek untuk menjaring trend terbaru di pasar.

Ciri utama dari industri fast fashion sendiri yakni biaya produksi murah, memiliki banyak model, selalu mengikuti trend terkini, tetapi kualitas barang yang dihasilkan rendah dan tidak tahan lama (Dikutip dari Zerowaste.id-mengenal fast fashion dan dampak yang ditimbulkan).

 Tujuan adanya fast fashion ini menciptakan pembelian konsumen yang konstan dan impulsif, sehingga konsumen secara tidak sadar membeli apa yang sebenarnya tidak ingin ia beli. Dampak dari adanya industri fast fashion yaitu pencemaran air, tanah, dan gas emisi karbon yang menyebabkan peningkatan pemanasan global.

Lantas, bagaimana cara kita menyikapi koleksi baju yang masih menumpuk di lemari? Berikut tips mengurangi koleksi barang yang berlebihan :

1. Donasikan kepada panti asuhan, korban bencana alam, dan yayasan jika masih layak pakai

2. Memahami tentang ekonomi sirkular, di mana masyarakat mencari tahu terlebih dahulu bahan baku tekstil yang digunakan agar dalam proses produksi dapat menghindari adanya pencemaran

3. Menerapkan gaya hidup minimalis, yakni membeli barang sesuai kebutuhan, bukan sesuai keinginan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun