Mohon tunggu...
Karin SK
Karin SK Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Balik Lagu Indonesia Raya

24 November 2017   23:57 Diperbarui: 25 November 2017   00:10 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Bangsa yang besar merupakan bangsa yang adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya." Begitu pesan yang ditinggalkan orang nomor satu kita pada peringatan Hari Pahlawan 1961. Sudah sepatutnya kita sebagai warga negara mengenang dan belajar dari para pahlawan.

Wage Rudolf Supratman, atau yang lebih dikenal W.R Supratman merupakan salah satu pahlawan yang melahirkan lagu kebangsaan kita, Indonesia Raya. Dengan biolanya ia memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Jasanya sama seperti para pahlawan lain yang maju di medan tempur. Jasanya inilah harus kita kenang.

 Wage sejak kecil sudah memiliki ketertarikan terhadap alat musik. Talentanya ia kembangkan sehingga beliau menjadi seorang yang sangat mahir dalam bermain alat musik, terutama biola. Dari biolanya ini lahir berbagai macam lagu orisinil seperti Dari Barat sampai ke Timur, Indonesia Wahai Ibuku, Di Timur Matahari, dan RA Kartini. Dalam perjalanan hidupnya, ia menyaksikan secara langsung penderitaan rakyat Indonesia yang kala itu masih dijajah Belanda dan keinginan yang kuat dari mereka untuk merdeka. Hal ini mendorong Wage untuk turut ikut serta dalam perjuangan tersebut.

Beliau mulai mengikuti organisasi-organisasi pemuda. Adapun satu buku kecil yang ia terbitkan berjudul "Perawan Desa" yang berisi kritikan kepada pemerintah Belanda pada saat itu. Puncak perjuangannya adalah ketika ia harus membuat sebuah lagu kebangsaan dan lagu tersebut dikumandangkan pada Kongres II Pemuda tahun 1928. Meskipun tanpa syair, rasa yang diciptakan dari lagu tersebut sangatlah kuat. Hal ini menyebabkan dirinya dikejar-kejar oleh orang Belanda. Ia ditangkap dan sakit-sakitan di dalam penjara. 10 hari setelah ia dibebaskan, beliau meninggal dunia. Wage meninggalkan jasa yang sangat berharga bagi kita semua.

Kisah hidup pemusik ini telah dikemas dalam sebuah film berjudul Wage. Dalam film ini dapat terlihat bagaimana kehidupan yang ia jalani sampai akhir hayatnya. Teknik pengambilan gambar yang baik melatarkan kisah dengan tepat sehingga penontonpun akan terbawa emosinya dari awal sampai akhir. Aspek cinematografi yang sangat diperhatikan juga memberi kesan baru terhadap paradigma film sejarah.

Dari film ini juga, penonton dapat merasakan bagaimana sulitnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia itu. Membuat lagu kebangsaan juga tak kalah rumitnya. Lagu kebangsaan harus bisa merepresentasikan negara tersebut. Hal ini yang sangat dipertimbangkan Wage dalam komposisi musiknya. Beliau pernah hampir menyerah. Tetapi, karena semangat juangnya yang tinggi akhirnya lahirlah lagu Indonesia Raya yamg berisi 3 stanza.

Film ini patut diapresiasi dan ditonton oleh semua generasi, terutama generasi milenial yang sudah mulai melupakan para pahlawan. Tidak hanya W.R Supratman, tapi semua pahlawan yang telah bersusah payah memerdekakan negeri kita jangalah sekalipun kita lupakan. Akhir kata, kenang jasanya, pertahankan kemerdekaan yang telah dicapai, dan menjadi bangsa yang lebih bersar lagi. MERDEKA!!

"Kau bisa penjarakan tubuhku, tapi jiwaku akan selalu bebas merdeka"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun