Mohon tunggu...
Karin Khilten
Karin Khilten Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa universitas padjadjaran

humoris, sadboy dan memiliki prinsip yang kuat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bangkai Kepala Perahu

10 Desember 2022   22:56 Diperbarui: 10 Desember 2022   22:59 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di suasana puasa bulan April 2020. aku, kamu dan Genio merah yang membawa kita ke suatu tempat bersejarah, awal mula kisah dimulai dengan membawa raport ke SMA yang menjadi sebab kita di satukan. Di bulan April 2020 perahu awal yang telah kita bangun dengan sedemikian pertimbangan dan harapan akhirnya terbentuk, kita tidak tahu badai mana yang akan merusak perahu kita kedepan nya atau terumbu karang mana yang akan kita tabrak saat berlayar, pada awal berlayar kita komitmen dengan segala resiko yang akan terjadi di tengah laut nanti kita juga saling menjaga satu sama lain supaya tidak termakan Megalodon dan sejenisnya, tak lupa sebelum berlayar kita juga berjanji untuk tidak saling meninggalkan dalam keadaan apapun di tengah samudra nanti. Akhirnya perahu kita berhasil berlayar dengan banyak ke khawatiran di raut wajah kamu yang menandakan ragu dengan perahu yang kita ciptakan, ombak pertama berhasil kita lewati dengan cukup mudah, kita berpegangan sangat erat untuk menghadapi ombak yang kedua, kamu menatap ku dengan penuh rasa takut sembari berkata        " apakah kita akan baik baik saja? " Dengan keyakinan dan tekad yang kuat akhirnya ombak ke dua berhasil kita taklukan. Kita bercandaria pada saat itu, tertawa dan bercengkrama di tengah laut yang sangat dingin, kamu memeluk aku memberikan sebuah kehangatan, kita tidak tahu tujuan kita berlayar akan menuju kemana, tapi kita saling menguatkan supaya supaya perahu kita masih tetap berjalan walaupun entah sampai kapan kita akan berlayar. Hari demi hari kita lalui tidak terasa sudah berlayar selama satu tahun yang baik baik saja dengan kesenangan, merasa lautan milik kita berdua sampai pada akhirnya seekor hiu pun melihat letak keberadaan kita, lalu aku menyuruh mu untuk menggubris hiu itu supaya pergi tetapi masih saja mendekati perahu kita, beberapa cara sudah kita lakukan supaya mengusir hiu tersebut,  namun hiu itu justru membelah perahu kita menjadi dua. Akhirnya terpaksa lah kita untuk menempati dua duanya perahu yang terbelah dua tersebut, kamu menempati di bagian ekor perahu, sedangkan aku di bagian kepala perahu, hanya seutas tali yang kita miliki pada saat itu, dengan tali tersebut kita tidak terlalu berjauhan posisinya. Hiu itu masih ada membuntuti gerak gerik kita, kita hanya bisa mengobrol menggunakan bahasa isyarat supaya hiu itu tidak mengetahui, di saat hiu itu sedang ke dalam lautan untuk mencari mangsa, kita bisa bermesraan, menguatkan satu sama lain dan berbincang bincang, tak lama hiu itu muncul lagi lalu mengintai kita, perahu kita mulai sedikit merenggang dan akses komunikasi pun mulai susah, setelah menginjak 2 tahun kita berlayar tali yang biasa kita gunakan untuk saling mendekatkan jarak pun mulai putus sampai akhirnya kita berjauhan dan hanya senter yang kita pakai untuk alat pemberitahuan tempat satu sama lain, kamu mematikan senter dengan sengaja sehingga membuat aku kebingungan mencari posisi kamu ada dimana, aku yang khawatir mulai cemas dan takut kehilangan kamu. Sampai pada akhirnya aku terombang ambing ombing  sendirian, dengan kepala perahu yang sudah lusu meratapi asin nya air laut yang membuat perih jika terkena mata, setelah beberapa bulan kita terpisah akhirnya aku menemui kamu dengan perahu baru yang di nakodai pria yang tidak asing bagi kita, pria tersebut merupakan seorang nelayan yang melihat kita pada saat membuat perahu di bulan April dua tahun silam. Selamat berlayar puan dengan nahkoda yang engkau pilih, semoga tidak ada hiu yang mengikuti arah gerak perahu mu kelak, semoga tali yang ada di perahu mu tidak cepat putus dan semoga senter yang kau ambi tidak pernah padam.

Begitu lah kurang lebihnya cerita asmara seorang pemuda kurus, berambut panjang yang kerjaannya over thinking. Perahu yang dimaksud merupakan awal mula kisah asmara ini di bentuk, Ikan hiu yang di maksud merupakan orang tua yang tidak mengijinkan anak nya berpacaran, perahu yang terbelah adalah backstreet, ombak pertama merupakan masalah cemburu di awal pacaran, ombak ke dua merupakan masalah cemburu di pertengahan pacaran. Ya begitulah kisah asmara terkadang kita ingin memiliki hubungan yang serius eh malah sengaja di matiin senter nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun