Tarian sufi, kadang disebut tari sama' atau sema, merupakan salah satu jenis tari cinta yang penarinya mengungkapkan perasaan cintanya kepada Tuhan dalam upaya mencapai puncak kebahagiaan dengan diliputi rasa cinta kepada Tuhan. Sama' khususnya mengacu pada tarekat sufi yang membuka hati terhadap kebijaksanaan, pemahaman, dan kesadaran melalui musik dan lirik. Maulana Jalaludin Rumi, seorang sufi Turki dan penyair sufi dari Persia, adalah pengarang sebuah karya berjudul tari sufi, juga dikenal sebagai tari berputar. Ketaatan, kasih sayang, dan kasih sayang seorang hamba kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW diungkapkan melalui tarian ini. Salah satu tuntunan Nabi Muhammad untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan berzikir. Rumi mengembangkan metode zikir dengan gerakan berputar sehingga terciptalah tari sufi. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tari Sufi yang disebut juga tari Sema adalah tarian berputar yang diciptakan oleh Jalaludin Rumi dan yang bertujuan untuk mendekat dan mempersembahkan rasa cinta seorang hamba pada Allah SWT.
    Â
Tari Sufi, semua gerakan, pakaian maupun bunyi-bunyian yang mengiringinya mempunyai makna yang mendalam. Hal itulah yang menjadikan tarian spiritual sebagai jalan untuk bertarekat dalam Tarekat Maulawiyah. Menurut Ibnu al-Hujwiri, pelaksanaan tari sufi ini mempunyai beberapa aturan, antara lain: Seorang Syaikh paerlu hadir selama pertunjukan; Tempat yang digunakan harus terbebas dari orang awam; Penyanyi harus orang yang dihormati; Hati harus dikosongkan dari pikiran-pikiran duniawi; Tidak melebihi batas-batas wajar, mengikuti yang terjadi selama pertunjukan; Harus bisa mengetahui dorongan-dorongan yang mengarah pada ektase; Tidak berkomunikasi dengan pihak manapun yang terlibat dalam konser tari, kecuali hanya berkonsentrasi hanya kepada Allah; dan Motivasi konsentrasi hendaknya berasal dari diri sendiri, bukan dari orang lain. Seiring berkembangnya Tarekat Mawlawiyah, tari sufi pun ikut menyebar, karena merupakan salah satu ajaran dari tarekat itu sendiri. Hingga sampai ke beberapa daerah, termasuk Kota Pekalongan.Â
Kota yang identik dengan nama Kota Batik dan Kota Santri juga tak luput dari perkembangan tari sufi. Sehingga terbentuk suatu wadah komunitas untuk para penari sufi Kota Pekalongan, yang dikenal dengan nama Dervhise Pekalongan.
Tari Sufi telah menjadi bagian integral dari kehidupan budaya di Pekalongan. Dalam konteks budaya, Tari Sufi tidak hanya berfungsi sebagai bentuk hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk menghubungkan diri dengan Tuhan dan mencapai kesadaran spiritual. Dalam penelitian ini, kita akan menjelajahi Tari Sufi di Pekalongan, dari ritual hingga pertujukkan, untuk memahami lebih dalam makna dan fungsi Tari Sufi dalam kehidupan masyarakat setempat.
  Â
 Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengetahuan tentang Tari Sufi di Pekalongan, serta bagaimana Tari Sufi berperan dalam budaya dan tradisi setempat. Pada penelitian ini juga akan kita cari apa perbedaan tari sufi yang dulu dan sekarang. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya Tari Sufi sebagai bagian dari budaya dan tradisi nasional Indonesia.
1. Tari sufi di pekalongan
kota pekalongan mempunyai kelompok kesenian sufi yang disebut kesenian sufi multikultural, adapun pemimpinnya yaitu Habib Muhammad D. Shahab. Kelompok ini merupakan satu-satunya kesenian sufi di pekalongan yang menampilkan pertunjukan tari sufi dengan iringan kolaborasi marawis dan gamelan jawa. Kesenian sufi multikultural didukung oleh masyarakat pekalongan karena dianggap sebagai kegiatan yang positif dan tidak meninggalkan nilai-nilai islam. Aktivitas dalam kelompok ini digunakan sebagai media untuk berdzikir dan mendekatkan diri kepada Allah melalui kesenian spiritual.
Tari Sufi di Pekalongan telah menjadi bagian integral dari kehidupan budaya setempat. Dalam konteks budaya, Tari Sufi tidak hanya berfungsi sebagai bentuk hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk menghubungkan diri dengan Tuhan dan mencapai kesadaran spiritual. Penelitian ini menunjukkan bahwa Tari Sufi di Pekalongan memiliki perbedaan signifikan antara masa lalu dan sekarang. Dalam masa lalu, Tari Sufi di Pekalongan lebih fokus pada ritual dan upacara keagamaan, seperti upacara zikir dan dhikir, serta gerakan tarian yang diiringi dengan musik tradisional. Hal ini sesuai dengan penjelasan Slamet Nugroho bahwa Tari Sufi di Pekalongan pada masa lalu lebih berfokus pada aspek spiritual dan keagamaan.
Di pekalongan ada yang namanya komunitas Dervishe pekalongan. Tarian sufi di pekalongan dipahami dalam berbagai makna oleh komunitas ini. Ada tiga golongan, diantaranya yaitu para pekerja yang sudah matang dalam keagamaan, mahasiswa dengan pemahaman keilmuan yang cukup dan pelajar SMP/SMA. Tari sufi mengandung makan cinta dan kematian, dimana penari harus melepas ego dan bersatu dengan sang maha cinta.
2. Ritual hingga pertunjukan tari sufi
Tari sufi / sema secara harfiah berarti mendengarkan. Namun juga merujuk pada ritual berputar. Tari ini dipertunjukkan sebagai bentuk ritual spiritual oleh para darwish ( anggota persaudaraan sufi) dalam pertemuan-pertemuan sufi. Pelaksanaan sufi harus memenuhi beberapa aturan seperti kehadiran seorang syaikh, tempat yang terbebas dari orang awam, penyanyi yang dihormati dan konsentrasi hanya kepada Allah tanpa pikiran duniawi.
Tarian sufi memiliki atribut khusus seperti Sikke ( topi panjang yang mengisyaratkan batu nisan), Tenur ( baju kurung besar), Hirqa (tunik putih), dan jubah hitam. Pakaian in digunakan untuk menyimbolkan bebrapa aspek spiritual dan penghormatan dalam tari sufi. Atribut tennur yang berwarna putih memiliki makna gambaran kain kafan yang dikenakan oleh jenazah.
Ada beberapa ritual sebelum menari sufi diantaranya yaitu harus suci dari hadast besar maupun kecil, harus berwudhu terlebih dahulu, saat akan mengenakan atribut khusus penari sufi harus mencium setiap helai pakaian dengan mengucapkan kalimat syahadat, membaca Al-Fatihah yang dihadiahkan untuk Nabi Muhammad SAW, Syeikh Jalaludin Rumi, Syiekh Nazim, dan syeikh Hisyam Khabani, membaca doa tawasul sebelum memulai tari sufi, tawasul yangv ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW, Syeikh Jalaludin Rumi, Syiekh Nazim, dan syeikh Hisyam Khabani.
Pertujukkan tari sufi di pekalongan menjadi salah satu atraksi budaya yang menarik perhatian banyak orang. Tari sufi ini sering ditampilkan oleh grup tari Javanesh Darvish, yang menggabungkan elemen tradisional dan religius. Pertunjukan ini unik karena mengkolaborasikan musik marawis dengan gamelan jawa, menciptakan harmoni antara budaya islam dan jawa. Pertunjukkan tari sufi di pekalongan sering diiringi dengan lantunan tembang seperti " lir-ilir" dan sholawat nabi, memberikan nuansa spiritual yang kental. Alat musik yang digunakan dalam pertunjukan meliputi berbagai instrumen tradisional sperti kendang, bonang, saron, dan gong besar yang dikombinasikan dengan instrumen marawis seperti hajir, marawis dan dumbuk. Pekalongan juga menjadi tuan rumah acara-acara besar seperti muktamar sufi internasional, yang mempertemukan ulama dan praktisi sufi dari berbagai negara. acara ini tidak hanya menampilkan tari sufi , tetapi juga menjadi forum diskusi dan pengembangan pemikiran sufistik.