Mohon tunggu...
Indah
Indah Mohon Tunggu... Akuntan - Cinta Harga Hidup, Rindu Mematikannya - Tembang TaliJiwo, Sujiwo Tejo

Magister Akuntansi At Mercu Buana University

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tugas Mata Kuliah Prof Dr Apollo (Daito): Tax Morale dan Kepatuhan Pajak

8 April 2020   13:36 Diperbarui: 8 April 2020   15:31 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
free-power-pint-templates.com

Tax morale, apa itu tax moral?  Tax moral adalah suatu motivasi untuk menjalani kewajiban membayar pajak yang didasari oleh keinginan batin wajib pajak itu sendiri dengan sukarela tanpa paksaan.

Dan Kepatuhan Pajak dapat kita artikan juga sebagai kepatuhan seorang hamba kepada sang pencipta dalam beribadah. Menjalankan perintahnya sesuai ketentuan dan hukum yang berlaku juga menjauhi segala larangnya yang bersifat hukum pasti, pasti mendapakan segala sanksi hukuman sesuai peraturannya.

Tax Morale mungkin jarang terdengar di setiap banyaknya perbincangan orang-orang bahkan mungkin masih banyak orang yang tidak tahu apa itu tax morale dan apa hubungannya dengan perpajakan. Padahal sejatinya tax morale adalah hal utama yang paling punya pengaruh terhadap perpajakan, khususnya pada kepatuhan pajak, objeknya adalah setiap manusia yang hidup dan memiliki penghasilan.

Definisi dari dasar pajak itu sendiri adalah iuran dari berbagai penghasilan yang sudah diatur dalam hukum undang-undang yang berlaku oleh setiap negara dan wajib hukumnya untuk setiap wajib pajak patuh terhadap peraturan tersebut.

Sumber : KP3SKP
Sumber : KP3SKP
Saat ini keadaannya adalah banyak wajib pajak yang “enggan membayar pajak” baik wajib pajak pribadi maupun wajib pajak badan, bukan hanya karena kurangnya pemahaman tentang pajak, banyak faktor lainnya seperti belum adanya kesadaran batin dari hatinya untuk membayar secara sukarela, melainkan selama ini mereka membayar karena atas adanya sanksi dan dasar hukum undang-undang yang berlaku.

Para wajib pajak saat ini menjadi pemeran utama untuk membebaskan negara dari kebiasaan donor ekonomi atau banyaknya pinjaman hutang dari luar negeri, untuk mendorong para wajib pajak untuk patuh, maka seluruh wajib pajak harus memiliki intrinsik yang memotivasi dengan pemikiran bahwa pembayaran pajak berdampak dan bermanfaat untuk negara, terutama manfaat yang akan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat di negara tersebut.

Penerimaan negara saat ini Sebagian besarnya adalah dari sisi penerimaan pajak. Akan tetapi pemerintah sadar,bahwa masih kurangnya kepatuhan para masyarakat terhadap perpajakan. Bahwa saat ini: kami mengutip dari sebuah artikel yang bersumber dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai berikut:

Nilai Tax Ratio negara Indonesia bisa dibilang belum ada perubahan yang berpengaruh dalam beberapa tahun terakhir, yaitu masih pada angka 11,5%. Dan, pada laporan tersebut  “Revenue Statistics in Asian and Pacific Economies 2019" oleh OECD, nilai tax ratio negara Indonesia sebesar 11,5% dan Nilai tersebut masih jauh tertinggal oleh tax rasio OECD sebesar 34,2%, dan negara-negara lainnya.  [3]

Dapat dilihat pada gambar diagram dibawah ini :

Direktorat Jenderal Pajak
Ini adalah Tax to GDP ratio yang telah dibandingkan,  Asian and Pacific Economies and regional averages.  [4].

Sumber: OECD
Sumber: OECD

“Revenue Statistics in Asian and Pacific Economies”.
The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

https://www.oecd.org/tax/tax-policy/revenue-statistics-asia-and-pacific-indonesia.pdf

Banyaknya kasus atas penghindaran pajak pada saat ini, dan tidak pula dapat saya jabarkan secara langsung dalam tulisan ini. Dan banyaknya yang melakukan penghindaran pajak hingga penggelapan pajak, sehingga menyebabkan rendahnya penerimaan pajak.

Estimasi kerugian yang di ambil dari ICTD atas penghindaran pajak, sebagai berikut:

  • Indonesian Loss: $ 6,5

Estimating tax avoidance: New findings, new questions.

Sumber : ICTD
Sumber : ICTD
International Centre for Tax and Development (ICTD).

https://www.ictd.ac/blog/estimating-tax-avoidance-new-findings-new-questions/

Oleh Karena itu, Tax morale dan kepatuhan pajak sangat diperlukan guna untuk mendukung negara agar dapat berkembang lebih baik lagi.

Wajib pajak untuk patuh tidak hanya didasarkan oleh faktor ekonomi, tetapi juga faktor non-ekonomi (Torgler, 2007). Faktor ekonomi adalah adanya objek penghasilan, tarif pajak, dan sanksi yang berlaku pada suatu negara. Dan faktor non-ekonomi adalah sebuah motivasi intrinsik atau kesadaran wajib pajak atas keinginan yang muncul dari dalam diri wajib pajak untuk patuh, dan bangga karena  patuh terhadap aturan yang berlaku di negara tersebut, yang dikenal dengan istilah “Tax Morale”. [1]

Tax Morale dapat dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu pertama adalah  aturan moral, kedua adalah sistem pajak yang adil, dan yang terakhir adalah adanya hubungan wajib pajak dengan pemerintah (Torgler, 2007). yang akan saya artikan sebagai berikut : 

  • Maka aturan moral adalah dimana setiap atau seluruh wajib pajak atau seluruh lapisan masyarakat harus mempunyai kesadaran untuk membayar pajak dengan ikhlas atau dengan sukarela tanpa terpaksa atau di paksa karena adanya dasar hukum yang mengatur, mengawasi. Atau takut dikarenakan adanya sanksi yang berlaku. Dan seharusnya mereka (Wajib Pajak) bisa berbangga diri dan memiliki kepercayaan bahwa dengan ikut serta berkontribusi pada negara sama dengan membantu pemerintah negara dalam mengembangkan perekonomian negara juga membantu pemerintah memberikan fasilitas atau kebutuhan untuk publik.
  • Sistem Pajak yang Adil, adalah Beban pajak atau tarif pajak yang berlaku dan haruslah berdasarkan dengan kemampuan ekonomi setiap wajib pajak.  Selain itu, dalam segi manfaat harus memiliki keseimbangan dengan tarif pajak yang dibayarkan oleh setiap wajib pajak dengan apa yang diterima oleh setiap masyarakat luas atau seluruh warga di negara tersebut.
  • Wajib Pajak dan Pemerintah, adalah satu kesatuan yang saling melengkapi. Dan Setiap warga negara berhak merasakan manfaatnya dan juga berhak mengetahui penggunaannya, Semua penerimaan negara yang akan digunakan untuk fasilitas Bersama (Publik) ataupun untuk berbagai pendanaan pembangunan nasional.  Dan pemerintah harus membuat rincian pengeluaran negara terhadap dana yang telah di gunakan dan bersumber dari penerimaan “Pajak” bersifat transparansi atau terbuka, sehingga masyarakat bisa mengetahuinya dan memiliki kepercayaan terhadap pemerintah beserta petugas pajak lainnya, dalam hal penerimaan dan pengeluaran pajak.

Sebuah jurnal yang pernah saya baca, bahwa tax morale berkaitan dengan:

“Muazu Ibrahim, Alhassan Musah and Abdallah Abdul-Hanan”

Yang saya artikan dan maknai sebagai hubungan non-linear antara usia dan moral pajak, Pada tingkat pendidikan, pada status perkawinan, dan pada  faktor pekerjaan, serta kepuasan terhadap demokrasi pemerintah, dan “takut kepada Tuhan”. Bahwa orang-orang pada dasarnya memiliki motivasi untuk membayar pajak ketika mereka merasa aman dengan kondisi ekonomi mereka dan memiliki kepercayaan pada pemerintah serta kepercayaan kepada pejabat pajak. [2]

https://www.emerald.com/insight/search?q=TAX+MORALE

Dari sebuah jurnal diatas dapat kita lihat dan maknai, bahwa umumnya setiap motivasi seseorang membayar pajak adalah karena setiap wajib pajak memiliki rasa “Percaya” kepada pemerintah dan petugas pajak tersebut.

KP3SKP
KP3SKP
Segala UU Perpajakan sudah diatur. Yaitu dimana berisi dan berbunyi segala hal tentang perpajakan, mulai dari objek pajak hingga sanksi perpajakan.

Sumber Buku: KP3SKP.

Undang – Undang Perpajakan :

  • UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
  • UU Pajak Penghasilan
  • UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
  • UU Pajak Bumi dan Bangunan
  • UU Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
  • UU Bea Meterai
  • UU Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
  • UU Pengadilan Pajak
  • UU Pengampunan Pajak

Daftar Pustaka, Jurnal dan Sumber informasi :
Sumber : (Torgler, 2007).
Contoh Jurnal :  
[1] 
https://m.kontan.co.id/news_analisis/tax-morale-dan-kepatuhan-pajak 
[2] 
https://www.emerald.com/insight/search?q=TAX+MORALE 
[3]
 https://pajak.go.id/id/artikel/kompleksitas-pajak-tax-ratio-perekonomian-dan-  kesadaran-pajak 
[4 ]
https://www.oecd.org/tax/tax-policy/revenue-statistics-asia-and-pacific-indonesia.pdf 
[5] 
https://www.ictd.ac/blog/estimating-tax-avoidance-new-findings-new-questions/ 

Sumber :  KP3SKP (Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak Komite Pelaksana)

Karina, 2020 : Pada hakikatnya pajak itu besifat tetap, hukum yang sudah diatur atas manusia sebagai subjek dan penghasilan sebagai objek.

Hanya saja peraturannya yang mudah berubah, mulai dari tarif hingga sanksi, dikarenakan untuk menyesuaikan keadaan ekonomi yang selalu berubah-ubah.

Dan juga subjek sebagai manusia, ada yang dengan sukarela membayar pajak dan beranggapan sebagai suatu kewajiban yang menyangkut moralitas taatnya kepada negara dan tuhan. Dan ada juga yang berlomba - lomba untuk menghindar atas kewajiban pajaknya.

Seperti takdir manusia, tidak selalu bersifat tetap, tapi tetap bisa dirubah oleh semesta, selama manusia itu sendiri memiliki moral dan akhlak yang baik, serta patuh terhadap tuhan.

Terima kasih.

Salam Hangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun