Mohon tunggu...
Karina Fitriani
Karina Fitriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru

Saya memiliki hobi membaca, saya juga memiliki ketertarikan terhadap karya tulis, dan karya seni lukis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sila Kelima: Antara Uang, Kekuasaan, dan Keadilan

22 Desember 2024   10:52 Diperbarui: 22 Desember 2024   10:52 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum dan Keadilan di Indonesia (unsplash/studiocasper)

"Orang miskin kaya lu ga bakal bisa masukin gua ke penjara, gua kebal hukum," begitulah kira-kira kalimat yang dilontarkan oleh George Sugama Halim setelah menganiaya salah satu karyawannya pada 17 Oktober silam, yang kemudian berhasil ditangkap setelah 2 bulan jarak dari laporan korban kepada pihak berwajib. Kenapa harus menunggu sampai 2 bulan? Tentunya karena pelaku adalah orang yang memiliki kekayaan.

Kasus ini menambah deretan daftar kasus di mana hukum di Indonesia masih menjadi sebuah 'permainan' bagi si kaya dan pemilik kekuasaan.

Kasus-kasus ketimpangan keadilan di mata hukum yang diterima oleh orang kecil dan orang berkuasa sudah sering terjadi di negeri tercinta ini. Kasus yang paling terkenal dari ketidakadilan hukum di Indonesia adalah kisah Nenek Minah, seorang petani tua yang divonis dengan hukuman penjara selama 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan 3 bulan setelah memungut 3 buah kakao yang sudah tergeletak di tanah seharga Rp 30.000,. Di lain sisi, Sjamsul Nursalim seorang koruptor yang tersandung kasus penggelapan dana Bantuan Linkuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara sampai Rp. 4,58 triliun, dinyatakan tidak bersalah dan kasusnya ditutup oleh Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2019.

Dengan melihat kedua kasus tadi, dapat kita tarik kesimpulan bahwa hukum di Indonesia sangat kejam kepada si miskin, sedangkan si kaya dan pemilik kekuasaan mendapatkan perlindungan hukum. Ketidakadilan ini juga masih berlaku ketika mereka mendapatkan vonis hukum, di mana para pemilik kekayaan dan kekuasaan mendapatkan kemewahan di balik jeruji besi.

Nilai dari sila kelima, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" seakan semakin hilang bahkan seperti memang dari awal tidak pernah ada. Pada realitanya, keadilan di depan hukum tidak dimiliki oleh rakyat kecil, dan orang yang memiliki kekuasaan  adalah pengendali hukum dan palu hukum adalah mainan yang dapat dimainkan dengan mudah oleh orang yang memiliki uang.

Sebagai generasi penerus kita harus bisa menghormati nilai-nilai Pancasila, salah satunya dengan memperjuangkan keadilan di mata hukum dan merubah pengadilan menjadi ruang di mana hak setiap warga negara dihormati tanpa memandang si kaya dan si miskin, sang pemilik kuasa atau si rakyat kecil, demi tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

Ditulis oleh:

Karina Fitriani, Dr. Dinie Anggraeni Dewi M.Pd., M.H, Muhammad Irfan Andriansyah S.Pd.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun