Mohon tunggu...
Karim Abdul Jabar
Karim Abdul Jabar Mohon Tunggu... -

Menulis Apa Saja

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Penegakan HAM Saat Ini Masih Jauh Panggang dari Api

11 Oktober 2017   16:19 Diperbarui: 12 Oktober 2017   05:46 2222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: print.kompas.com

Senin (9/10/2017) lalu, Aliansi Selamatkan Slamet melakukan aksi damai untuk menuntut pencabutan izin Pembangungan Pembangkit Litrik Tenaga Panas Bumi (PLTB) di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Aksi yang bermula berjalan damai tersebut pada akhirnya berujung ricuh, buntut dari pembubaran paksa yang dilakukan aparat kepolisian dan Satpol PP Banyumas. Tercatat 24 orang yang ditangkap dan 28 orang mendapat penganiayaan. Aparat kepolisian juga melakukan pelarangan terhadap wartawan yang sedang meliput aksi tersebut.

Tindak kekerasan dan penangkapan aktivis ini menambah daftar hitam pemerintah dalam penegakan HAM dan menjalankan demokrasi di bawah pemerintah Jokowi-JK. Gerakan yang dirasa melawan kebijakan pemerintah langsung digebuk.

Kita tentu ingat dengan pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan "gebuk saja".Pernyataannya terkait dengan adanya ideologi atau gerakan yang mengancam eksistensi Pancasila. Akan tetapi, kejadian di lapangan justru salah sasaran. Yang terjadi adalah unjuk rasa yang di dalamnya terdapat perjuangan rakyatlah yang kemudian menjadi korban.

Ditambah, janji ketika Pilpres dulu dengan mengatakan akan menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM di masa lalu. Sekarang, kenyataannya malah berbalik. Bukannya menyelesaikan, pelanggaran HAM malah bertambah. Penangkapan dan kekerasan aktivis masih terjadi. Pertanyaannya kemudian, bagaimana ingin menyelesaikan kasus yang lama ketika kasus yang baru terus bermunculan juga?

Sebenarnya harapan kepada Presiden Jokowi, khususnya dalam penegakan HAM pada awalnya membumbung tinggi. Berasal dari latar belakang non militer dan terus mengedepankan jargon wong cilik, para aktivis percaya penegakan HAM yang digadang-gadang akan terealisasi. Akan tetapi, setelah tiga tahun menjabat, harapan tersebut masih jauh panggang dari api.

Bisa dibilang seluruh gempita penegakan HAM selama kampanye hanya hidup sebagai jargon saat Jokowi terpilih. Pada akhirnya, melihat catatan hitam demokrasi ini, bahaya penindasan dapat dihidupkan oleh siapa pun termasuk yang mengaku sebagai representasi masyarakat. Sungguh ironis.

Mengkritisi pemerintah pada akhirnya menjadi boomerang. Bukannya mendapat jawaban yang diinginkan, tindakan yang kemudian didapat adalah kekerasan. Lantas, peran aktivis dan pejuang HAM yang memperjuangkan hak yang tertindas akan menjadi sia-sia dan akhirnya hanya berujung pada nama yang tercantum dalam sejarah lemahnya penegakan HAM di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun