Mohon tunggu...
Muhammad Afif Makarim
Muhammad Afif Makarim Mohon Tunggu... -

Post Graduate Sharia Economics and Finance Student Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Rayuan Manis Bulan Diskon : Perspektif Perniagaan Islam

21 Desember 2017   19:37 Diperbarui: 21 Desember 2017   19:59 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ikon Big Sale (Ilustrasi)

Desember merupakan bulan penutup yang menandakan akan bergantinya hitungan tahun kalender masehi. Bagi sebagaian kalangan, Desember adalah waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi segala capaian yang telah dilakukan dan tak lupa resolusi atas apa yang hendak dicapai di 12 bulan berikutnya. Tak heran jika bulan ini kerap dinantikan kehadirannya, selain untuk momentum evaluasi diri, bulan ini berisikan sejumlah "bonus" yang dapat dimanfaatkan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Bagi pelajar, pendidik maupun tenaga kependidikan, bulan Desember adalah penanda bahwa libur semester akan segera tiba. 

Bagi pegawai, bulan Desember penanda akan datangnya libur panjang dan cuti bersama, menikmati liburan bersama keluarga maupun kerabat memang suatu momentum yang mengasyikan dan tentu sayang jika dilewatkan. Tak ketinggalan, menjelang akhir tahun fenomena banjir diskon akan terasa sangat menggoda, hal ini kerap menjadi dilema bagi masyarakat, poster diskon yang hampir selalu dijumpai pada setiap toko seolah berkomunikasi dan merayu pembeli untuk merogoh koceknya. Tak sedikit pembeli yang awalnya enggan membeli produk tersebut termakan rayuan manis poster diskon hingga akhirnya memutuskan untuk membeli.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan dengan singkat padat dan jelas bahwa diskon adalah potongan harga. Kehadiran potongan harga tentu sangat menggiurkan, calon pembeli mana yang tak tertarik dengan potongan harga? Ketertarikan calon pembeli dengan potongan harga juga dapat dijelaskan melalui hukum permintaan pada ilmu ekonomi, dimana permintaan suatu barang akan meningkat jika harga barang tersebut turun, dengan asumsi faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Pembeli tentu akan merasa beruntung jika mendapatkan barang berkualitas sama namun harganya lebih rendah dibanding pembeli lain. Untuk membeli sepatu misalnya, tertulis pada informasi bahwa harga sepatu Rp1.000.000,- dengan diskon 50%, sehingga jika membelinya, pembeli akan mendapatkan separuh harga yaitu Rp500.000,- angka yang fantastis memang. Namun, bagaimana jika besaran diskon itu merupakan praktik penipuan terhadap pembeli? Dengan contoh sepatu tadi misalnya, sebelum penjual mengiklankan nominal diskon 50% penjual telah mengganti harga sepatu yang semula Rp550.000,- menjadi Rp1.000.000,- sehingga pembeli sebenarnya hanya mendapat diskon tak lebih dari 10%. Bisa jadi penjual menaikan harga dari semula Rp500.000,- menjadi Rp1.000.000,- dan tak menutup kemungkinan harga barang semula kurang dari Rp500.000,- tapi penjual menaikan harganya menjadi Rp1.000.000,- yang berarti pembeli justru akan dirugikan. Praktik penipuan berkedok diskon ini terkadang terjadi pada beberapa tempat perbelanjaan dengan tujuan untuk menarik permintaan calon pembeli tanpa mengurangi pemasukan penjual, calon pembeli yang semula merasa tidak ingin membeli barang tersebut umumnya akan tergoda dan akhirnya membelinya, tak heran jika ada istilah "mumpung diskon" dikalangan masyarakat.

Dalam perspektif fikih perniagaan Islam, contoh kasus yang sudah dipaparkan diatas dikenal dengan Al-Khilabah (Tipudaya). Al-Khilabah merupakan upaya tipudaya yang dilakukan oleh salah satu pihak yang bertransaksi melalui sarana yang mengecoh, baik secara lisan maupun perbuatan. Terdapat beberapa jenis Al-Khilabah didalam kegiatan perekonomian diantaranya; tadlis, taghrir dan najasy. Al-Yahnuri dalam kitab al-Qawa'id al-Fiqhiyyah (1/225), menegaskan bahwa tadlis adalah penipuan yang menjadi sebab lahirnya dharar (berkurangnya hak orang lain)[1]. Ahmad Muwafi berpendapat bahwa tadlis dan taghrir adalah dua istilah teknis dengan satu pengertian, yaitu upaya mempengaruhi pihak lain, baik dengan ucapan maupun perbuatan, yang mengandung kebohongan agar pihak lain tertarik untuk melakukan transaksi[2]. Allah SWT telah melarang manusia untuk melakukan segala praktik kecurangan dalam perniagaan, hal ini dijelaskan dalam QS. An - Nisa : 29 yang berbunyi;

 

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil."

  

Berdasarkan QS. An-Nisa : 29 dapat diketahui bahwa secara umum Allah telah melarang semua kegiatan perniagaan dengan cara yang batil. Rasulullah SAW pun dengan jelas melarang kegiatan Al-Khilabah melalui hadits sebagai berikut;

     

Dari Abdillah Ibn Umar Ra, ada seseorang yang mengadu kepada Rasulullah SAW bahwa ia tertipu dalam jual-beli, lalu beliau SAW bersabda: "Jika engkau melakukan jual-beli, katakanlah, jangan melakukan tipu daya." (Muttafaq Alaih)

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun