Perbedaan pendapat dan perbedaan visi terhadap Pertamina sudah kami perhatikan terjadi sejak memasuki tahun kedua kepemimpinan Dwi Sutjipto sebagai Direktur Utama Pertamina. Akselesrasi kerja yang menuntut kecepatan dan kecekatan dalam mengambil keputusan di Pertamina tidak mampu ditunjukkan oleh Dwi Sutjipto. Kondisi itu cukup sering membuat jajaran Direksi yang lain menjadi kesal namun masih mencoba mengikuti pola Dwi Sutjipto, awalnya seperti itu. Banyak dokumen-dokumen pekerjaan yang mestinya segera mendapat disposisi atau persetujuan dari Dwi Sutjipto, dibiarkan begitu saja hingga berhari-hari bahkan berminggu-minggu dan yang lebih parah ada yang sampai berbulan-bulan tidak diaproval entah dengan alasan apa. Informasi ini kami dengar sendiri dari pihak yang mengurus dan mengelola lalu lintas administrasi dan dokumen Direktur Utama.
Situasi semakin memanas ketika akselerasi dan kecekatan serta kecepatan kerja yang tidak mampu ditunjukkan Dwi Sutjipto, membuat direksi yang lain memberanikan diri mengambil sikap dan keputusan. Hal ini memang kami amati terpaksa diambil karena pekerjaan Pertamina tidak boleh terhanggu dan terhambat oleh administrasi yang lambat dari Direktur Utama. Keterlambatan administrasi dan birokrasi tentu bisa berdampak kepada gangguan operasi Pertamina dan paling fatal adalah gangguan distribusi Bahan Bakar Minyak dilapangan yang tentu akan mengakibatkan kelangkaan BBM. Kelangkaan BBM tentu akan berakibat secara politik langsung kepada Presiden bukan kepada Dirut Pertamina. Hal inilah yang diwaspadai oleh direksi yang lain jangan sampai terjadi demi melindungi pertamina dan menjaga Presiden dari serangan secara politik langsung maupun tidak lsngsung.
Ahmad Bambang sebagai direktur pemasaran yang bertanggung jawab atas penasaran dan distribusi BBM keseluruh Indonesia kami perhatikan cukup berani mengambil resiko untuk pribadinya demi Pertamina dan demi nama baik Presiden. Ahmad Bambang dengan segala terobosannya mampu menciptakan ritme kerja dengan direksi yang lain secara baik. Sehingga seolah olah terbentuklah tim kerja direksi yang justru membuat Pertamina mampu menunjukkan kinerja yang positif dan laporan keuangan yang cukup positif. Terobosan-terobosan marketing yang dilakukan oleh Ahmad Bambang seperti Pertalite, Dexlite dan Petamax Turbo cukup mampu mencuri hati konsumen selama ini. Terbukti peningkatan penjualan produk tersebut cukup meningkat dan trend positif untuk terus meningkat. Ini langkah yang tidak mudah dilakukan, butuh analisis kuat, keberanian dan kecekatan kerja untuk melakukan seperti yang dilakukan Ahmad Bambang.
Kondisi tersebut tampaknya justru membuat Dwi Sutjipto semakin tidak senang terhadap Ahmad Bambang. Dwi terkesan takut pamornya akan semakin tenggelam di Pertamina dan ketakutan itu berubah menjadi ketakutan kehilangan jabatan. Dan ketakutan itupun semakin membesar ketika Pemegang Saham Pertamina yaitu Pemerintah merombak struktur Pertamina dengan menambah jabatan Wakil Dirut. Kondisi tersebutlah yang menjadi penyebab utama konflik semakin besar. Dwi Sutjipto bersama Herdadi dan Coorporate Secretary perusahaan berkomplot untuk melawan apa yang mereka sebut sebaga langkah kudeta merangkak terhadap Dwi Sutjipto. Bahkan komplotan ini kabarnya menggunakan jasa opinion maker diluar untuk terus-menerus menyerang Ahmad Bambang dengan memperalat sebuah media online yang sebetulnya sepi pembaca.
Komplotan Dwi Sutjipto bersama Herdadi dan Sekretaris Perusahaan terus melakukan upaya-upaya yang kita lihat sebagai upaya mempertahan diri dengan menyerang pihak lain. Mereka ini menjadi paranoid merasa diserang oleh pihak lain, padahal perubahan organisasi itu adalah keputusan Dewan Komisaris bukan keputusan Ahmad Bambang. Demi kepentingan tersebut, bahkan sangat mengagetkan ketika banyak diumen perusahaan Pertamina bocor keluar. Ada yang salah disini, dokumen perusahaan itu adalah rahasia perusahaan tapi mengapa bisa keluar? Pasti ada yang membocorkan. Siapa yang membocorkan? Kami duga Dwi Sutjipto, Herdadi dan Sekretaris Perusahaan mengetahui siapa yang bocorkan rahasia perusahasn keluar. Dokumen dan informasi itu kemudian digunakan oleh pihak ketiga yang sepertinya dan patut diduga diperintah dan dibayar untuk membentuk opini dimedia. Sayangnya target mereka tidak tercapai mulus, malah Dwi Dutjipto menjadi korban dari senjata sendiri, senjata makan tuan.
Kelompok pihak ketiga ini secara gencar terus-menerus membentuk opini negatif ditengah publik terhadap pertamina, kinerja pertamina yang terus meningkat dinilai negatif demi kepentingan kelompoknya. Mudah melihat indikasinya, belum apa-apa setelah Dwi Sutjipto dicopot, mereka sudah mengusulkan Herdadi dan Sekretaris Perusahaan untuk menggantikan Dwi Sutjipto. Di media online sudah terbaca pernyataan tersebut. Terlihat jelas kelompok ini diperalat membentuk opini. Dan patut diduga Dwi Sutjipto, Herdadi dan Sekretaris Perusahaanlah yang berada dibalik kelompok ini. Buktinya? Ya itu tadi, mereka sudah usulkan Herdadi dan Sekretaris Perusahaan sebagai calon pengganti Dwi Sutjipto.
Bagi kami yang pernah berada dan pernah menjadi bagian dari pertamina sangat prihatin dengan yang terjadi. Pertamina harus kehilangan sosok yang handal dan mampu mensukseskan program presiden terkait BBM 1 harga. Sangat disayangkan jika Ahmad Bambang juga harus keluar dari Pertamina. Kami berharap agar Presiden dan Menteri BUMN memikirkan ulang keputusannya tentang posisi Ahmad Bambang. Orang berprestasi tidak boleh menjadi korban karena ketidak mampuan orang lain. Sosok Ahmad Bambang sangat dibutuhkan oleh Pertamina karena Ahmad Bambang sangat hafal dengan seluk beluk pertamina.
Semoga Presiden yang kami hormati dan Menteri BUMN yang juga kami hormati mampu bersikap bijak dan mengambil langkah terobosan terhadap Pertamina. Jangan sia-siakan orang berprestasi hanya karena kesalahan orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H