BAGI sebagian besar perokok menyatakan bahwa merokok merupakan kenikmatan tersendiri  yang sangat sulit untuk dilepaskan begitu saja. Ada pula yang beranggapan bahwa dengan merokok bisa membuat kosentrasi dan menemukan inspirasi dalam setiap aktivitas yang dilakoninya, apalago ditemani secangkir kopi.
Bahkan beberapa orang kesehariannya tidak lepas dari kopi dan rokok seolah telah menjadi bagian aktivitas kehidupannya, dari mulai sarapan, makan siang, hingga makan malam dominan diisi asupan rokok dan kopi.
Meski tak separah itu, saya akui bahwa merokok memang terasa nikmat dirasakan saat lagi santai, habis makan, kumpul sama teman-teman, dan tentu saja saat smoke on the water alias merokok saat buang air besar (BAB) heheh. Hal itu dirasakan saat saya masih jadi perokok.
Sebenarnya saya mulai merokok  di saat menjelang dewasa, tidak dilakukan sejak usia sekolah hingga saat bekerja di sebuah restoran cepat saji. Justru setelah keluar dari pekerjaan dan  jadi pengangguran sekitar tahun 1996 saya mulai mencoba merokok karena terbawa teman-teman tetangga yang sudah merokok sejak SMP dan SMA.
Seingat saya, merokok pertama kali dilakukan adalah saat tengah mencari lowongan pekerjaan bersama teman-teman tetangga tersebut.  Sejak itu saya jadi kecanduan rokok terutama rokok jenis mild, hampir sebungkus rokok isi 12 habis seharian. Akan tetapi saya tidak dibarengi dengan kebiasaan minum kopi, jujur saja karena saya tak begitu suka.
Kebetulan saya juga tidak menganggur-nganggur amat, tiap hari membantu orang tua aplusan menjaga warung sembako dan jajanan. Â Setidaknya ada jatah buat uang jajan atau rokok.
Sewaktu aktif di karang taruna kebiasaan merokok makin menjadi-jadi , terutama saat pertemuan, dan melaksanakan program-program kegiatan. Selain dari jatah jaga warung, ada sedikit penghasilan saat aktif dikegiatan proyek pembangunan pemberdayaan masyarakat di lingkungan Rukun Warga (RW) dimana saya tinggal. Â
Selanjutnya setelah tidak lagi membantu menjaga warung saya bisa membeli rokok dari penghasilan aktif di proyek-proyek serupa dan menjadi honorer di sebuah lembaga keagamaan. Saat itu saya sudah mulai aktif dikegiatan bersepeda dan lingkungan, tapi kebiasaan merokok tidak serta merta dikurangi atau dihentikan.
Setelah sekian lama akhirnya saya mulai berfikir tentang kebiasaan saya merokok yang sulit dihentikan, terlebih setelah keadaan ekonomi tengah tidak menentu, ditambah mulut selalu terasa  pahang (hambar, tidak enak) dan sering terserang batuk.Â
Dari sini saya mulai mengurangi namun masih dilakukan setiap hari. Tapi yang lebih membuat saya terpecut adalah setelah membaca artikel yang cukup monohok di salah satu surat kabar harian umum terbesar di Jawa Barat yang berjudul " Aktifis Lingkungan kok Merokok "