Mohon tunggu...
Hanny Kardinata
Hanny Kardinata Mohon Tunggu... Desainer -

Pendiri situs pengarsipan Desain Grafis Indonesia (dgi.or.id), penulis buku Desain Grafis Indonesia dalam Pusaran Desain Grafis Dunia (2016).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karena Kita Sekalian Bersaudara (1)

14 Juli 2017   13:26 Diperbarui: 17 Juli 2017   17:27 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1. Anak-anak haibane, dalam film seri animasi Haibane Renmei (2002) yang dibuat berdasarkan komik indie karya Yoshitoshi Abe. Berkisah tentang apa artinya menjadi manusia, dengan seakan-akan membiarkan penontonnya memaknai episode-episodenya secara personal, dan menerapkan interpretasi masing-masing bagi dirinya sendiri.

"One who recognizes their own sin, has no sin." ---Sang Komunikator, HaibaneRenmei, 2002

Kodrat manusia, memaafkan dan dimaafkan
Inilah sketsa-sketsa tentang rekonsiliasi. Diawali dengan sebuah film seri animasi klasik,Haibane Renmei, yang diluncurkan pada 2002. Yang bercerita mengenai karakter-karakter bersahaja, yang nyaris mendekati kemurnian (haibane = makhluk menyerupai malaikat), berlatar belakang kehidupan di kota kecil dengan segala sesuatunya yang serba usang. Serangkaian tamsil, dengan tema sentral kematian, kelahiran, dan kelahiran kembali, yang dibingkai dengan kisah-kisah permaafan yang merupakan sifat kodrati manusia (natureof forgiveness), juga pergumulan tentang peran mereka di dalam kehidupan, atau di dalam masyarakat.

Rakka,haibane yang baru lahir, terbangun di sebuah dunia asing dengan hanya ingatan satu-satunya mengenai mimpinya jatuh dari langit. Merasa sendirian, serta dilingkupi kegelisahan mengenai apa dan siapa dirinya, ia dirawat oleh Reki dan sesama haibane lainnya, yang sedang berupaya menemukan makna keberadaan mereka, serta berusaha menguak apa gerangan yang ada di luar dinding kota yang memenjarakan mereka selama ini.

Mereka tinggal bersama di sebuah Rumah Tua, sementara jauh di seberang, di bekas sebuah pabrik yang dinamakan Pabrik Terbengkalai atau Pabrik Tua, berdiam komunitas haibane lainnya. Di sini tinggal di antaranya, Hyoko dan Midori, teman dekat Reki di masa kecil. Di kota itu, kota Glie, para haibane hidup berdampingan bersama manusia, rukun dan harmonis. Manusia memberi pekerjaan kepada para haibane, dan membayarnya dengan segala kebutuhan hidup mereka.

Episode ke-12 film ini, Suzu no mi---sugikoshi no matsuri (Bel Kacang, Festival Akhir Tahun, Rekonsiliasi) mengisahkan para haibane pergi ke pusat kota untuk membeli bel kacang, bel yang terbuat dari biji kacang berlainan warna yang membawa serta maknanya masing-masing yang spesifik. Bel kacang ini dipakai sebagai penanda rekonsiliasi (perdamaian), juga sebagai penghargaan atau pernyataan terima kasih; yang merupakan tradisi 'memberi apresiasi dan maaf-memaafkan' dalam menyambut datangnya tahun baru pada Festival Akhir Tahun di kota Glie. Mengandung filosofi mengenai menempatkan segala sesuatu di belakang (masa lalu), dan membuka jalan bagi sesuatu yang baru (masa kini dan masa depan).

Reki memberikan satu bel kacang untuk Hyoko sepekan lebih awal, sebagai permohonan maafnya karena telah menyeret Hyoko ke masalah pribadinya. Ketika itu, Reki kecil mengajak Hyoko memanjat dinding pembatas kota---sesuatu yang sangat terlarang---dengan harapan bisa menemukan pengasuhnya yang baik hati, Kuramori, yang tiba-tiba menghilang. Hujan teramat deras telah menyebabkan Hyoko jatuh tergelincir dan hampir mati karena kehabisan darah.Sejak itu, Hyoko dan juga Midori, menjauhi Reki. Reki tertekan oleh rasa bersalah yang selalu menghantuinya.

Selama festival di malam hari itu, para haibane kecuali Reki yang sedang mengalami depresi, mengunjungi orang-orang yang telah berjasa bagi mereka, dan memberi mereka bel kacang sebagai tanda apresiasi. Rakka memberikannya kepada pemilik toko sandang yang selama ini mengurusi pakaiannya, dan bersama para haibane lainnya, kepada ibu asrama mereka.

Kemudian dengan bergegas Rakka mengantar Midori ke Rumah Tua untuk meminta Reki menengok ke arah kembang api kuning yang tengah diluncurkan oleh Hyoko dari arah PabrikTua. Kembang api ini merupakan tanda pemberian maaf Hyoko kepada Reki. Rekipun terbebaskan dari derita "dosa" yang selama ini melingkarinya. Demikian pula halnya Midori, kebenciannya kepada Reki atas kesalahannya terhadap Hyoko seperti terlampiaskan begitu saja. Sambil terisak, Rakka dipeluknya.

[Bersambung ke Karena Kita Sekalian Bersaudara (2)]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun