Coba kita bayangkan, di Desa penulis para pekerja yang menggarap lahan untuk ditanami bawang merah dibayar para petani RP.100.000,00/ harinya untuk satu orang. Biaya tersebut belum dihitung dengan biaya makan, snack dan rokok yang disediakan para petani untuk para pekerja yang menggarap tanahnya tersebut.
Semakin luas tanah yang digarap biasanya para pekerjanyapun akan semakin banyak, bahkan tak jarang pekerjanyapun bisa dari luar wilayah desa atau kecamatan. Dalam sehari umumnya para pekerja yang menggarap tanah petani minimal berjumlah dua orang keatas. Biaya yang dikeluarkan petani untuk dapat membentuk tanah menjadi siap ditanami bawang merah tentu bukan jumlah yang sedikit.
Selain untuk menggarap tanah, biaya besar lain yang harus dikeluarkan petani adalah dalam hal pembelian bibit bawang yang akan ditanam. Meski mereka petani bawang merah, namun untuk mempertahankan kualitas mereka lebih memilih membeli bibit baru untuk ditanam, meski harga bibit tersebut relative lebih mahal dari harga biasanya, namun dengan alasan kualitas mereka tak memperdulikan hal tersebut.
Setelah ditanam, selain membeli pupuk kandang merekapun membeli beberapa Kwintal berbagai macam jenis pupuk dari toko pupuk, semua mereka lakukan agar tanaman bawangnya subur.
Sekitar usia sepuluh hari tanaman bawang mereka, maka saat itulah daun muda mulai bermunculan dari tanamannya, pertanda mereka harus segera mempersiapkan dana untuk membeli berbagai macam jenis pestisida untuk menjaga daun tersebut dari hama pengganggu daun.
Selain memikul berat tangki pestisida merekapun tak jarang harus berjalan dalam kubangan lumpur yang bisa sedalam lutut dalam kegiatan menyemprot pestisida tersebut. Bahkan lebih dari itu selain tenaga mereka yang terkuras, pikiran merekapun banyak yang terporsir untuk memikirkan dana untuk dapat mengurus tanaman bawangnya.
Tak sedikit para petani yang mengcopy KTP, KK dan mencetak Photo mereka ke tempat penulis. Ketika penulis bertanya, mereka semua menjelaskan bahwa itu mereka lakukan untuk melengkapi berkas dalam prosedur peminjaman uang ke sebuah koprasi, dan uangnya rata-rata mereka gunakan untuk mengurus bawang mereka. Tak jarang pula ada yang sampai menggadaikan BPKB kendaraan yang mereka miliki, atau bahkan sertifikat tanahnya hanya demi mendapatkan uang untuk modal mengurus tanaman bawang mereka.
Kini setelah perjuangan mereka di fokuskan semua untuk tanaman bawang merahnya, selain dipusingkan dengan rusaknya tanaman mereka oleh hama, merekapun dibuat stress dengan harga bawang merah yang turun anjlok.
Harga bawang tersebut sungguh sangat tidak sebanding dengan modal yang mereka keluarkan, apalagi jika dibandingkan dengan kerja keras mereka dalam menguurus tanamannya.
Salah satu petani ibu Sur mengaku kalau suaminya senantiasa bekerja banting tulang demi mengurus tanaman bawang merahnya. Bahkan tak jarang ketika malam haripun dia mendapati suaminya tidak ada di rumah karena lebih memilih mengurus tanaman bawangnya. Kini setelah tanaman bawang merahnya dipanen, dia hanya bisa mengelus dada dan pasrah pada keadaan
"Dari pada dijual dengan harga yang sangat murah, lebih baik bawangnya disimpan saja. Tadinya musim depan akan menanam bawang merah lagi, namun karena harganya seperti ini, sepertinya lebih baik tanah yang ada ditanami jagung saja," terangnya.