Beberapa bulan lagi, masyarakat Indonesia akan memilih figur pemimpin negara melalui pemilihan presiden (pilpres). Ada dua pasangan kandidat calon presiden dan calon wakil presiden yang akan saling berhadapan yakni Joko Widodo-Jusuf Kalaa dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Kini kedua kubu pasti sudah merancang strategi pemenangan masing-masing. Pertarungan sengit bakal mewarnai kampanye termasuk saling merebut simpati rakyat dengan cara saling fitnah dan saling lempar isu negatif.Ada yang khawatir pelanggaran aturan pemilihan akan kian marak menjelang 09 Juli mendatang.
Pengalaman buruk selama pemilu legislative 09 April lalu mengisyaratkan hal itu. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana politik uang, jual-beli suara, skandal suap petugas TPS dan pengelembungan suara sedikit menodai pemilihan anggota legislative. Nafsu untuk menang nampaknya membutakan nurani, apa pun dilakukan agar bisa menang. Potensi pelanggaran ini patut diwaspadai. Tindakan menghalalkan segala cara akan merusak martabat pemilu dan harga diri bangsa. Politik transaksional akan menegaskan relasi tanpa “roh” antara pemimpin dan yang dipimpin, ini harus dicegah.
Idealnya, pola relasi antara pemimpin dan rakyat adalah hubungan yang didasari atas rasa saling percaya. Rakyat akan mempercayakan kedaulatan kepada dia yang dipilih. Pemimpin yang lahir dari proses pemilu yang tidak bermatabat pasti meminggirkan rakyat dari panggung utama. Presiden terpilih berkat kecurangan tak akan peduli terhadap tanggung jawab moral. Jika tipu muslihat bisa membuatnya mengenggam kekuasaan, penipuan demi penipuan akan terus terulang.
Karena itu, pemilu hanya akan bermakna jika calon pemimpin menginisiasi kampanye yang bermatabat. Para calon presiden harus jujur pada diri sendiri dan terbuka pada publik. Itu merupakan modal awal agar mereka bisa dipercaya rakyat. Para kandidat capres dan cawapres pilpres 2014 harus rendah hati mencari kebenaran pada rakyatnya, karena mereka tidak selamanya benar. Dialog menjadi kata kunci, bukan orasi satu arah yang mendikte kebenaran. Apalagi kalau yang diucapkan itu sebagai tipu muslihat saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H