Mohon tunggu...
Marcomm D 2012 Telkom University
Marcomm D 2012 Telkom University Mohon Tunggu... -

Belajar memahami fenomena yang ada dari sudut pandang Ilmu Komunikasi. Mahasiswa tingkat akhir Marketing Communication di Fakultas Komunikasi dan Bisnis Telkom University, Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kredibiltas Word of Mouth

4 Desember 2015   02:28 Diperbarui: 4 Desember 2015   02:35 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desy Hazizah/1204120247/Marcom_D

Saat ini sudah bukan merupakan hal yang tabu lagi ketika ada mengatakan bahwa pengiklan menjual kebohongan yang dikemas sedemikian rupa, sehingga konsumen percaya dengan pesan yang disampaikan. Semua iklan pasti akan menyebutkan keunggulan dari produknya, menyebutkan hal-hal baik dan menguntungkan, atau mengatakan bahwa produknya adalah best of the best. Kemudian tidak sedikit yang mencantumkan hasil riset yang kemuduan disampaikan oleh profesor ahli dari laboratorium terkait. Contohnya, 8 dari 10 orang memilih produk X karena berbagai macam dampak positif yang mereka peroleh setelah menggunakan produk tersebut.

Namun pada kenyataannya konsumen tidak pernah tahu apakah benar ada 10 orang konsumen yang dimintai testimonialnya terhadap produk itu sendiri. Bisa saja hanya satu atau dua orang, tetapi demi kepentingan merek, pengiklan memanipulasi data. Tidak semua pengiklan melakukan hal demikian dan benar-benar menyampaikan pesan jujur melalui iklannya, namun apabila dibandingkan dengan jumlah iklan yang jujur dan yang melebih-lebihkan, maka hasilnya tidak seimbang dan mengakibatkan pengiklan yang jujur juga terkena imbasnya. Sehingga konsumen menjadi bingung, apakah mereka bisa percaya atau tidak dengan iklan tersebut.

Berbeda dengan 'pesan iklan' yang disampaikan oleh orang-orang terdekat, seperti keluarga, sahabat, kekasih, dan sebagainya. Sadar atau tidak, daripada mendengarkan pesan yang disampaikan oleh iklan, Anda, sebagai konsumen, lebih sering mendengarkan rekomendasi orang terdekat apabila ingin menggunakan sebuah produk, karena Anda lebih percaya prang yang Anda kenal daripada iklan itu sendiri yang botabene disampaikan oleh orang lain di luar lingkar sosial Anda. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Sumardy dkk dalam bukunya 'REST IN PEACE ADVERTISING' (2011:5,6) mengungkapkan bahwa produk atau merek yang paling sukses di dunia semenjak adanya planet bumi ini adalah agama, bukan Coca Cola , atau Apple, ataupun Facebook. Agama sebagai sebuah 'produk' dengan berbagai ' merek'-nya memiliki umur yang paling lama. Semua konsumennya loyal. Mereka selalu menceritakan hal-hal baik tentang 'merek'nyq. Bagaimana bisa? Apakah karena agama pernah mendatangi agensi untuk membuat iklan? Apakah karena agama pernah mendatangi media planner untuk meminta saran? Tentu saja tidak.

Satu hal yang sama dari semua 'merek' dalam kategori 'produk' agama adalah mereka tidak beriklan. Resepnya hanya satu, getok tular (dari mulut ke mulut), rekomemdasi dari satu orang ke orang lainnya, dari satu generasi ke generasi selanjutnya, dari satu kelompok ke kelompok lainnya.

Di masa seperti sekarang ini, konsumen sudah mulai malas menonton semua iklan yang menyampaikan hal yang sama. Misalnya, semua provider di Indonesia menyatakan bahwa produk mereka yang paling murah. Hal ini membuat konsumen bingung dan membuat mereka mencari informasi tambahan dari orang lain yang pernah menggunakannya, benar atau tidak pesan 'murah' yang disampaikan oleh pengiklan.

Tidak aneh jika konsumen menganggap bahwa word of mouth  dapat lebih dipercaya daripada iklan. Karena secara tidak langsung, dengan bertanya mengenai opini orang lain mengenai suatu produk, maka hal tersebut telah menunjukkan bahwa konsumen tidak lagi percaya dengan iklan dan membuat kredibilitas dari media semakin turun.

Word of mouth dapat didefinisikan sebagai tindakan penyediaan informasi oleh konsumen satu kepada konsumen lain. Artinya, produk atau merek milik kita dibicarakan oleh orang banyak. Karena kredibilitas media yang mulai menurun, maka kegiatan 'membicarakan produk' dijadikan sebagai alernatif pengumpulan informasi. Semakin sering produk dibicarakan oleh satu orang kepada orang lainnya, maka penyebaran WOM juga akan semakin cepat dan memberikan dampak pada produk tersebut. Seperti yang telah digambarkan oleh Sumardy dkk (2011:5,6) di atas, 'produk' terbesar di dunia tidak pernah beriklan namun berhasil mendapatkan pangsa pasar yang terbesar pula di muka bumi ini.

[caption caption="Word of mouth"][/caption]

Tidak salah apabila ada yang mengatakan iklan merupakan salah satu media yang efektif dalam memperkenalkan dan mempromosikan suatu produk. Namun apakah masih dapat dikatakan demikian apabila target konsumennya sendiri tidak percaya dengan pesan yang disampaikan. Seperti yang dikatakan oleh salah satu pelopor WOM - Marketing, Mark Hughes, dalam bukunya yang berjudul Buzz Marketing, "We've been LIED so many times with advertising, it seems like the only messages we trust these days comes from REGULAR PEOPLE like YOU and ME" - Kita telah sering kali BERBOHONG dengan iklan, sepertinya satu-satunya pesan yang bisa kita percayai akhir-akhir ini datang dari ORANG-ORANG BIASA seperti KAU dan AKU.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun