Barangkali kita bertanya tanya tentang Tuhan dan juga agama. Dinyatakan bahwa hanya ada satu Tuhan, namun mengapa ada banyak doktrin? Mengapa dalam satu agama seperti Hindu ada banyak sekali aliran dengan pengetahuan yang tampak berbeda? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini kita perlu membaca kembali isi dari lontar Wrhaspati Tattva.
Dinyatakan oleh Bhatara Siva bahwa setiap orang memiliki karma wasananya masing masing. Semua orang di dunia ini memiliki tingkat kesadaran dan pengetahuan yang berbeda beda. Ada yang sudah paham dengan Tuhan, ada yang belum paham, ada juga yang tidak percaya sama sekali. Inilah yang mendasari adanya pengetahuan yang berbeda-beda. Sebab kualitas dalam diri seseorang menentukan pelajaran mana yang bisa membawanya sadar akan Tuhan.
Bhatara Siva mengibaratkan seorang manusia dengan orang buta. Orang buta tersebut tidak tau seperti apa bentuk dari seekor gajah. Namun ia sangat ingin mengetahuinya. Untuk itu orang buta itu berkumpul, memohon agar diberitahu bentuk gajah oleh orang yang tau bentuk gajah. Hingga pada akhirnya orang yang tau tentang gajah itu merabakan bagian bagian dari tubuh gajah kepada orang buta tersebut.
Ada yang dirabakan telinga gajah, sehingga orang buta itu menyatakan bahwa gajah itu mirip kipas. Ada yang dirabakan belalai, sehingga orang buta tersebut menyatakan bahwa gajah mirip seperti ulat. Ada yang dirabakan gading, sehingga orang buta tersebut menyatakan gajah itu mirip kayu. Hanya yang dirabanya saja diketahui oleh orang buta, padahal bentuk asli gajah lebih kompleks dan jauh dari jangkauan pikiran mereka.
Seperti itu juga dalam agama. Tuhan sangatlah berbeda dengan kita. Dia memiliki sifat dan bentuk yang tidak kita pahami. Orang yang kebingungan dan tidak pernah belajar tentang Ketuhanan akan merasa Tuhan seperti yang mereka pikirkan. Padahal bentuk Tuhan tersebut tidak seperti yang mereka pikirkan.
Tidak ada yang salah kepada orang yang belum paham Tuhan. Ketika orang buta yang hanya tau tentang gading gajah mengatakan gajah tersebut seperti kayu, maka itu tidak salah. Sebab yang mereka tau hanya itu saja. Namun jika kita sampai berdebat dan memaksakan hak orang lain agar mengikuti pikiran kita yang sebenarnya masih bodoh, maka hal itu tentu merupakan sebuah kebodohan yang besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H