Setiap orang didalam hidupnya pasti pernah melakukan kebohongan, hal ini sangat lumrah di dalam masyarakat karena telah menjadi bagian dari fakta sosial itu sendiri. Namun untuk pembaca yang menganut prinsip moralis, pasti akan menjadi suatu penyimpangan yang berat dan salah karena tentu saja kebohongan banyak di anggap sebagai sesuatu yang tabu. Bahkan “pembohong”pun sama sekali tidak suka dibohongi, “penjahat” tidak suka “dijahati” dan “pembully” tidak suka “dibully”.
Kebohongan adalah suatu hal dimana kita sering menyebutnya sebagai penipuan, memiliki maksud untuk menipu orang lain dengan beberapa tujuan seperti menjaga rahasia atau reputasi, menjaga perasaan, melindungi seseorang atau untuk menghindari hukuman atau tolakan untuk satu tindakan. Ketika kita membohongi seseorang, kita berusaha untuk meyakinkan bahwa seseorang tersebut akan masuk ke dalam “kebenaran” kita.
Adapun terdapat 4 faktor penyebab orang berbohong, yaitu :
1. Faktor kepribadian, yakni adanya pribadi-pribadi tertentu yang cenderung untuk selalu berbohong
2. Faktor konteks sosial, yakni adanya konteks sosial tertentu yang membuat orang melakukan kebohongan.
3. Faktor kemanfaatan bagi pembohong, yakni adanya kemanfaatan yang dicapai bagi pelaku kebohongan.
4. Faktor kemanfaatan bagi orang lain yakni adanya kemanfaatan bagi orang lain.
Kebohongan juga berkaitan dengan masalah psikologis. Biasanya mereka yang melakukan kebohongan jauh lebih banyak daripada umumnya orang disebut pseudologia fantastica. Adapun kecenderungan patologis untuk secara rela dan sadar berbohong dan membuat cerita khayalan disebut mythomania. Para penderita mythomania memiliki kecenderungan yang sangat kuat untuk membuat cerita bohong pada orang lain namun bukan karena ingin membohongi. Mereka berbohong lebih karena keinginan mendapatkan perhatian lebih besar. Jadi, bila ada seseorang yang mengalami keinginan sangat kuat untuk lebih diperhatikan oleh orang lain, lalu karenanya mengarang cerita bohong, dan sering melakukannya maka ia mengalami mythomania.
Berbeda dengan mythomania yang merupakan kecenderungan patologis atau ketidakberesan mental. Ada jenis kepribadian tertentu yang normal namun cenderung untuk lebih mudah berbohong. Mereka yang cenderung melakukan kebohongan adalah mereka yang cenderung memiliki kepribadian manipulatif (lebih suka memanipulasi segala sesuatu), lebih memperhatikan penampilan diri (baik secara psikis maupun fisik) dan lebih mudah melakukan interaksi sosial dengan orang lain (sociable).
Pada awalnya, pembohong yang pro dimulai dari “white lie” atau kebohongan demi kebaikan, namun ketika segala sesuatu nya berangsur-angsur berjalan sangat sering, maka white lie tersebut dapat berubah ke dalam kebohongan yang negative dan merugikan.
Rata-rata orang yang melakukan kebohongan adalah orang yang sebelumnya sering berbohong berulangkali. Pernah ada ungkapan, kebohongan satu muncul dari kebohongan-kebohongan lainnya. Jenis nya di antaranya adalah berupa verbal maupun non-verbal, seperti ketika kita berbicara bertatap langsung face to face maupun lewat perantara media. Kebohongan dalam masyarakat kini lebih banyak dilakukan demi tujuan menguntungkan diri sendiri, memberi kesan baik (jaga image) padahal sebenarnya kenyataannya jauh lebih buruk daripada yang diperlihatkan.
Dukungan social seperti suatu contoh ada seseorang yang ingin ikut dalam suatu partai Z padahal ia berasal dari Partai X, ia dengan sebisa mungkin membohongi pimpinan partai Z dengan cara menjelek-jelekan partai X demi mendapat kesan dan simpati dari pimpinan partai Z. Berbagai ucapan manis dan basa basi yang sebenarnya tidak perlu ia lontarkan agar mendapatkan juga “kepercayaan” dari pimpinan partai Z tersebut.
Selain daripada tujuan yang negatif, kebohongan juga ada yang memiliki tujuan positif diantaranya seperti pada suatu contoh ada seorang Ibu yang anaknya di bully teman nya dengan disebut “bodoh” karena tidak bisa membaca huruf arab dengan lancar, maka ibu nya membohonginya dengan mengatakan “pintar” untuk lebih menyemangati anaknya agar bisa lebih giat belajar membaca. Tata karma juga terkadang mengarahkan kita untuk berbohong untuk lebih menghargai perasaan seperti pada contoh bertamu ke rumah orang menyediakan minuman, sekalipun minuman tersebut tidak enak rasanya, tapi kita “menjaga perasaan” si empunya rumah dan mengatakan bahwa minuman tersebut enak.
Berbagai macam alasan pendorong untuk melakukan kebohongan adalah ketika kita hanya melakukannya untuk hanya sekedar iseng untuk kesenangannya sendiri, kepentingan tertentu seperti mengambil laba dalam hal ikhwal jual-beli dan berbohong untuk situasi yang sangat sulit.
Sebenarnya suatu ketimpangan antara dua jenis lapisan atau kelas sosial masyarakat ditambah pula dengan norma-norma yang terlalu mengikat yang ternyata dapat menumbuhkan perilaku berbohong, seperti tingkatan masyarakat yang mendominasi suatu daerah demi namanya tetap naik di atas awan maka mereka melakukan segala cara untuk menjaga image-nya walaupun dengan cara berbohong. Adapun ketika masyarakat bertemu dengan sesame kelas sosialnya yang setara, maka akan jarang ditemukan kebohongan tersebut karena adanya perasaan persetaraan nasib yang sama.