Seperti yang termuat dalam dasar negara, Pancasila khususnya sila ke-2 yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Pernyataan yang mengandung maksud bahwa rakyat Indonesia diharapkan untuk hidup adil dan beradab. Adab yaitu norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama. Untuk mencapai masyarakat yang beradab di perlukan moral dan gaya hidup yang baik. Moral dan gaya hidup bangsa Indonesia tercermin pada perbuatan-perbuatan rakyat Indonesia itu sendiri khususnya para remaja sebagai generasi penerus sekaligus ujung tombak bangsa Indonesia.
Rekonstruksi moral secara total dengan membangun kembali karakter dan jati diri bangsa sangat dibutuhkan sekali oleh bangsa kita khususnya generasi muda. Gaya hidup dan kelakuan remaja di lingkungan sekitar terlihat jelas khususnya remaja putri yang berpakaian seronok dan menggugah gairah seks lawan jenisnya, khususnya dalam dalam bidang dengan embel-embel "kebudayaan".
Media yang sangat berperan besar dalam pembentukan budaya masyarakat dan proses peniruan gaya hidup. Adanya perubahan cepat dalam teknologi informasi pun menimbulkan pengaruh yang buruk, meskipun masih ada pengaruh positifnya. Dimana sekarang remaja, khususnya remaja yang tinggal di perkotaan lebih mengikuti perkembangan mode dunia, mulai dari fashion
pakaian, gadget, model rambut dan lain sebagainya. Salah satu contoh dari fashion pakaian tersebut dapat kita temukan dalam fashion cosplay yang sasarannya adalah kaum remaja perempuan dan anak.
Seperti yang dikutip dari Wikipedia, Cosplay adalah istilah bahasa Inggris buatan Jepang (wasei-eigo) yang berasal dari gabungan kata "costume" (kostum) dan "play" (bermain). Cosplay berarti hobi mengenakan pakaian beserta aksesori dan rias wajah seperti yang dikenakan tokoh-tokoh dalam anime, manga, dongeng, permainan video, penyanyi dan musisi idola, dan film kartun. Pelaku cosplay disebut cosplayer. Masyarakat global mengenal istilah cosplay ini lewat pertunjukkan dan penampilan yang biasa dilakukan di acara-acara kebudayaan Jepang. Biasanya di beberapa negara, event seperti ini diselenggarakan secara meriah dan adapula yang diselenggarakan secara sederhana.
Seringkali kita melihat dari media sosial, berita, internet maupun datang langsung ke lokasi lomba kebudayaan jepang yang terdapat kompetisi cosplay terdapat cosplayer remaja putri yang memakai kostum terlalu seronok yang memang tidak pantas dilihat dan tidak cocok dengan kultur ketimuran bangsa Indonesia. Perkembangan cosplay dari tahun ke tahun memang sangat signifikan, entah dari kostum, segi drama, make up maupun perfomance. Namun satu yang harus adanya kita garisbawahi adalah: Apakah cosplay bagian dari fashion model atau bagian dari dramatikal costume player? Dua-duanya adalah jawaban yang cukup realistis. Sasaran daripada cosplay yang memang untuk remaja, sekalipun memang diluar itu ada juga cosplayer yang over-age.
Identitas cospayer yang seolah-olah di kompetisikan, khususnya cosplayer wanita seolah-olah saling sikut untuk memperlihatkan mana yang terbaik dan terhebat. Banyak pula 'drama-drama' yang dimainkan demi menaikkan popularitas dari cosplayer-cosplayer tersebut. Contohnya saja ada beberapa oknum cosplayer yang sengaja mempertontonkan tubuh indahnya demi menaikkan popularitas dan demi menyabet juara lomba cosplay. Hal tersebut menjadi sangat janggal dimata moralitas masyarakat. Dimana seharusnya esensi daripada cosplay tersebut adalah hanya untuk have fun. Dengan ini pula peran penyelenggara event sangat kita pertanyakan karena longgarnya peraturan lomba tentang kostum yang seharusnya diperketat.
Kecenderungan masalah pada generasi muda di zaman ini adalah sebagian besar dari mereka tidak mengerti mengenai norma moral dan etika yang harus digunakan dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. Selain itu juga banyaknya generasi muda yang ikut dalam suatu perkumpulan seperti cosplay yang sebagian memang dapat juga tidak menguntungkan khususnya bagi remaja putri, malah sebaliknya, di perkumpulan tersebut remaja ataupun muda-mudi dapat terbawa oleh pergaulan yang tidak baik contohnya sensualitas dari cosplay tersebut.
Penurunan moral tersebut dalam remaja khususnya cosplayer yang mengekspoitasi seksual terhadap dirinya sendiri di duga terjadi karena faktor internal (keluarga) yang kurang dapat mengendalikan pergerakan anaknya. Adapun beberapa faktor yang mengakibatkan penurunan moral tersebut yakni:
1) Longgarnya keimanan terhadap agama
2) Kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh keluarga, sekolah maupun masyarakat.
3) Dasarnya berbudaya materialistis, hedonistis dan sekularistis.
4) Belum adanya peninjauan langsung oleh pemerintah
5) Salah pergaulan
6) Orang tua yang kurang perhatian
7) Ingin mengikuti tren cosplay yang tengah marak kini
8)Himpitan ekonomi yang membuat para remaja menjadi stress, butuh tempat pelarian dan berusaha untuk mencari uang dengan caranya sendiri yaitu dengan mengikuti kompetisi cosplay.
Generasi muda yang mengalami demoralisasi (degradasi moral) terhanyut dalam romantika modernisasi. Pengadopsian budaya Jepang telah mengakibatkan terjadinya cultural shock (kegoncangan budaya) dan disfungsionalitas generasi muda yang umumnya berlatarbelakang pelajar. Budaya bangsa lain seperti liberalisasi fashion dan seksual sebaiknya kita saring dengan bijaksana, karena kita adalah bagian dari bangsa yang bermartabat dan bermoral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H