Mohon tunggu...
kanti rahmawati
kanti rahmawati Mohon Tunggu... -

Saya siswa SMA N 2 Yogyakarta, kelas XPMIIA 1, nomer absen 21

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

2100 vs 2,5 Miliar

5 September 2014   04:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:35 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tertera jelas dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 28D ayat satu bahwa, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Namun, seolah bertolak belakang, kepastian hukum yang adil semakin hari semakin memburuk di negri ini. Sebagai contoh, kasus pencurian 3 buah kakao oleh seorang nenek bernama Minah alias Ny Sanrudi (55), warga Desa Darmakradenan RT 4 RW 5 Kecamatan Ajibarang, Banyumas yang berujung pada pidana tahanan rumah selama 1 bulan 15 hari.

Kasus ini berawal saat nenek berusia 55 tahun itu sedang memanen kedelai di lahan miliknya yang juga dikelola PT Rumpun Sari Antan (RSA). Tiga buah kakao masak menarik perhatian Nenek Minah yang sedang menggarap lahan. Dipetiknya 3 buah kakao itu untuk diambil bijinya. Lalu terjadilah, Nenek Minah tertangkap basah setelah petugas bertanya siapa yang memetik 3 buah kakao yang tergeletak ditanah.

Hanya sebuah contoh kecil yang berujung tidak sepadan dengan kejadian kecil itu. Pidana tahanan rumah selama 1 bulan 15 hari ditambah dengan masa percobaan selama 3 bulan. Sebuah keadilan dapat dilihat dari perbandingan dua contoh kasus, sebagai contoh lain, kasus Gayus Tambunan yang merugikan negara hingga Rp 2,5 milyar. Singkatnya, Gayus dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta itupun jika tidak dibayarkan dapat diganti dengan hukuman penjara selama 3 bulan. Seolah 1 bulan penjara dapat menggantikan uang hasil curian senilai Rp 100 juta, sungguh memilukan.

Korupsi sama dengan mencuri, dengan mengesampingkan kronologi dan sebab, kedua kasus diatas dapat dikatakan tidak adil. Sebagai perumpamaan, dari kasus Nenek Minah, tiga biji kakao senilai Rp 2100 itu diganjar dengan hukuman 1 bulan 15 hari. Tidak hanya berhenti di situ, faktanya, biji itu sudah ia kembalikan dan ia juga sudah meminta maaf pada pihak PT Rumpun Sari Antan. Sedangkan pada kasus Gayus, pencurian senilai Rp 2,5 milyar hanya diganjar dengan hukuman 8 tahun penjara. Perbandingan yang tidak sepadan.

Jika hal ini terus terjadi tanpa adanya antisipasi dan hukuman yang setimpal maka tidak menutup kemungkinan negara ini akan semakin terbelakang. Hukum memegang peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan bernegara. Suatu keadilan dalam hukum harus dijamin baik dalam aspek perlindungan, pemajuan, penegakan, maupun pemenuhannya. Karena suatu keadilan akan menjamin kehidupan bernegara yang baik.

Sebagai perumpamaan, jika hukum tidak ditegaskan dan keadilan tidak diperhatikan, permasalahan tidak hanya berhenti pada ketidak adilan dan ketidak tegasan hukum itu saja. Karena suatu sebab pasti ada akibatnya. Dengan sistem hukum yang tidak tegas dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan, sebagai contoh, kasus korupsi yang merugikan negara hingga milyaran rupiah dan dengan pidana penjara sekian tahun yang dapat dihitung dengan jari, permasalahan tidak hanya berhenti dikasus itu saja. Kasus ini dapat merusak citra hukum di mata masyarakat. Hukum akan dipandang rendah sehingga tidak akan ada lagi rasa takut terhadap hukuman atau pidana.

Ketegasan dan keadilan hukum adalah pekerjaan rumah penting bagi pemerintah. Sebagai orang awam saya menilai hukum di Indonesia ini masih buruk. Kasus kecil dibesar-besarkan sedang kasus besar sebagian seolah ditangani setengah hati lalu dibiarkan tenggelam. Ini hanya penilaian dalam sisi orang yang tidak banyak tahu. Tentu berbeda jika dari sisi orang yang berpengetahuan hukum luas.

Hukum adalah pedoman kehidupan bernegara. Tapis seiring berjalannya waktu, hukum di Indonesia mulai turun kedudukannya. Hukum mulai dianggap barang dagangan yang bisa dijual belikan.

Sebagai solusi, saya menyarankan agar hukum di Indonesia lebih ditegaskan. Itu adalah solusi tebaik dari semua solusi perihal masalah hukum di Indonesia. Solusi yang terbaik dan dengan status terbaik itulah yang mengakibatkan kalimat itu hanya sebatas ucapan karena memang butuh usaha besar dalam mewujudkannya. Tetapi bukan berarti tidak mungkin diwujudkan, dengan prinsip ‘kerja bertahap tapi menunjukkan hasil nyata’ suatu proses akan terasa mudah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun