Menyadari pentingnya literasi bagi masyarakat, maka Pemerintah, melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sedang berusaha meningkatkan literasi membaca dan menulis bagi masyarakat, khususnya siswa. Dewasa ini, permasalahan literasi merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian khusus di Indonesia. Realita ini tercermin dalam perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).Â
Tjalla (2011, dalam Kharizmi, 2015) mengemukakan beberapa penelitian internasional yang menggambarkan kondisi ini adalah seperti penelitian yang dilakukan oleh Programme for International Students Assessment (PISA) terhadap kemampuan literasi (matematika, sains, dan bahasa) siswa dari berbagai dunia berturut-turut pada tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012. Khusus untuk literasi bahasa, tahun 2003 prestasi literasi membaca siswa Indonesia berada pada peringkat ke-39 dari 40 negara, tahun 2006 pada peringkat ke-48 dari 56 negara, tahun 2009 pada peringkat ke-57 dari 65 negara, dan tahun 2012 pada peringkat ke-64 dari 65 negara.
Hasil penelitian internasional tersebut menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa Indonesia yang mewakili masyarakat Indonesia secara umum tergolong rendah, terutama dalam hal literasi membaca. Selain kemampuan membaca, tidak dapat dipungkiri juga bahwa kemampuan menulis masyarakat Indonesia juga masih tergolong rendah. Salah satu penyebab rendahnya kemampuan membaca siswa Sekolah Dasar di Indonesia adalah selama ini siswa lebih banyak mendapat pelajaran menghafal daripada praktik, termasuk mengarang.
Dalam rangka membantu mengembangkan kemampuan literasi baca tulis di masyarakat, penulis merancang dan melakukan satu program kerja yang berkaitan dengan tema tersebut pada saat pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Literasi Gelombang II Universitas Pendidikan Indonesia di SDN Sukasenang, Desa Cipakat, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya. Adapun program kerja yang dilaksanakan adalah mengembangkan minat membaca pada siswa melalui cerita pendek yang mendidik.
Kegiatan ini dilakukan oleh penulis supaya siswa bisa meningkatkan kemampuan literasi baca tulis melalui cerita pendek yang mendidik karakter siswa serta melatih siswa dalam kebahasaannya. Selain itu, dengan membacakan dan memberikan banyak cerita pendek kepada anak-anak bisa merangsang daya imajinasi anak sehingga ia bisa tumbuh dan berkembang jadi anak yang lebih kreatif, bagus untuk perkembangan otak dan memicu daya empatinya terhadap lingkungan sekitarnya, hingga bisa melatihnya untuk memiliki pengetahuan mengenai kehidupan sosial di dalam cerita sebagai referensinya untuk diterapkan di dunia nyata.
Kegiatan ini diikuti dengan aktif oleh siswa kelas III A dan III B di SDN Sukasenang. Pertama, mereka diberikan beberapa cerita pendek untuk dibaca dan dipahami. Kemudian siswa diajarkan untuk mengambil pelajaran yang didapatkan dari cerita pendek tersebut untuk meningkatkan wawasan dan kebahasaan siswa. Setelah itu, siswa bergantian membacakan cerita pendek dan menyebutkan berbagai karakter tokoh yang ada di dalam cerita pendek.
Bagi siswa yang telah mengenal kegiatan baca-tulis sejak dini tidak akan mengalami hambatan yang berarti dalam pembelajaran literasi yang diberikan di sekolah (Lonigan, 2006 dalam Kharizmi, 2015). Mereka akan lebih mudah menjadi pembaca dan penulis yang aktif daripada anak-anak yang mengalami hambatan yang berat dalam belajar membaca akibat dari belum familiarnya kegiatan baca-tulis. Kebiasaan terhadap aktivitas baca-tulis ini tidak terlepas dari peran guru di sekolah.
Sekolah sebagai tempat para siswa belajar dan guru sebagai fasilitator para siswa dalam memperoleh literasi juga memiliki peran sangat penting dalam upaya meningkatkan pemerolehan literasi para siswa. Guru dapat memaksimalkan usahanya dalam rangka menggiring para siswa untuk memperoleh kemampuan literasinya ke dalam beberapa tindakan berikut;
- memanfaatkan sumber belajar di lingkungan sekolah agar memperhatikan aspek pedagogis guna mendukung pencapaian tujuan kurikuler secara efektif dan efisien,
- menggunakan sumber-sumber belajar dan media pembelajaran yang merangsang siswa untuk berani mencoba hal-hal yang dianggap rumit untuk dapat lebih disederhanakan,
- mengembangkan kreativitas siswa dengan cara memberikan peluang untuk berkreasi secara bebas dan bertanggungjawab tanpa menghambat kegiatan akademik lainnya,
- memvariasikan berbagai model pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas guru di kelas dan kreativitas belajar siswa di sekolah dan di rumah,
- memberikan materi pembelajaran yang sifatnya esensial dan strategis untuk mengembangkan berbagai kompetensi siswa,
- memberikan materi pembelajaran yang berhubungan langsung dengan kehidupan nyata siswa (kontekstual),
- melakukan pembenahan dalam hal penilaian hasil belajar siswa sehari-hari di kelas,
- memvariasikan bentuk penilaian yang tidak hanya dalam bentuk tes tertulis bentuk pilihan ganda tetapi juga dalam bentuk-bentuk yang lain, seperti tes uraian, self test, dan lain sebagainya,
- melibatkan semua unsur sekolah (siswa, guru, dan pengelola sekolah) dalam pengambilan keputusan tentang perencanaan (berkenaan dengan tata-tertib, disiplin, tata cara berdiskusi, berkomunikasi, dan lain sebagainya) tanpa memaksakan kehendak secara sepihak, dan
- merangkul, mendorong, serta membantu para orangtua menciptakan lingkungan ramah yang kondusif bagi perkembangan literasi dini dengan cara melakukan dua hal; pertama, melakukan kontak reguler dan membangun silaturahim yang akrab untuk membuat para orangtua sadar akan beragam hal spesifik yang dapat mereka lakukan dan sediakan untuk anak mereka, kedua, mendorong orangtua untuk berbagi cerita tentang pekerjaan, keluarga, atau masalah lainnya pada anak-anak mereka sambil memandikan, menemani makan, duduk santai, mengemudi mengantarkan mereka ke sekolah, dll.
Apabila semua poin tersebut direalisasikan, maka tidak mustahil Proses Belajar Mengajar (PBM) yang dilakukan akan berjalan sebagaimana harapan yang diinginkan yang berdampak lahirnya generasi yang literat.
Referensi: