“Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudera, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa..” Penggalan dari lirik lagu anak-anak tersebut seolah mengingatkan saya akan salah satu program utama dan unggulan Presiden Jokowi, baik selama masa kampanye maupun disaat beliau menjabat, yakni menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan juga memperkuat kekuatan perekonomian maritim Indonesia.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia dulu pernah memiliki kerajaan yang sangat kuat dan disegani, terutama karena memiliki armada maritim yang sangat kuat, yakni Kerajaan Sriwijaya. Presiden Jokowi seolah ingin membangkitkan kembali pemikiran tersebut, yang sempat terkubur di bawah pemikiran-pemikiran “agraris” bangsa Indonesia. Niat dan keinginan Presiden Jokowi untuk membangkitkan kembali potensi maritim Indonesia bukannya tanpa alasan, mengingat bahwa wilayah negeri ini sebenarnya didominasi oleh wilayah lautan. Menurut data yang dilansir oleh Kemendagri dan countrystudies.us, Indonesia memiliki luas daratan seluas 1.910.931,32 km² dan luas lautan seluas 3.544.743,9 km² (termasuk ZEE).
Jadi, sudah menjadi kewajiban dan keharusan kita sebagai bangsa Indonesia untuk memaksimalkan potensi maritim kita.
Menurut Center of Reform on Economics (Core), sektor maritim ini memiliki lingkup yang luas, mulai dari jalur lalu lintas perairan, sumber daya laut, mineral laut, hingga pariwisata dan rekreasi. Kita juga dapat menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia memiliki kondisi kelautan dan juga wilayah yang sangat mendukung untuk pengembangan sektor maritim kedepannya. Potensi ? Ya, sektor maritim tersebut memang merupakan salah satu potensi terbesar bagi bangsa Indonesia, dan Presiden Jokowi ingin memanfaatkan potensi tersebut se-optimal mungkin.
Tidak boleh kita lupakan mengenai potensi maritim yang terkait dengan industri pariwisata. Indonesia berada dalam Amazon of the Seas, dimana Indonesia memiliki 3.000 spesies ikan laut serta memiliki keragaman terumbu karang yang sangat kaya. Keindahan alam Indonesia, terutama bagian pantai atau perairan memberikan kontribusi sangat besar terhadap devisa negara. Sudah tercatat bahwa kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia periode Januari-Juli 2015 sebesar 5.472.050 wisatawan, atau naik sekitar 2,69% dari periode yang sama pada 2014, yang merupakan sebuah prestasi yang harus terus ditingkatkan demi mengoptimalkan potensi serta meningkatkan devisa negara.
Akan tetapi, masih terdapat hal-hal yang menghambat optimalisasi potensi tersebut, bahkan hambatan tersebut berasal dari dalam bangsa Indonesia sendiri, terutama dari pemerintah Indonesia. Menurut saya, hambatan terbesar dari perwujudan ekonomi maritim ini ialah belum tersedianya infrastruktur terkait yang layak. Mulai dari keberadaan pelabuhan serta galangan kapal yang masih minim, hingga infrastruktur yang bersifat hukum, seperti pelaksanaan hukum yang masih lemah. Hal tersebut dapat dilihat pada peringkat Indonesia dalam kategori pelabuhan pada Global Competitiveness Report 2014-2015, yang menempatkan Indonesia pada posisi 77, jauh dibawah Malaysia yang berada pada posisi 19. Sedangkan, lemahnya penegakan hukum dapat diamati dari telatnya pelaksanaan UU. no 45 tahun 2009 mengenai penenggelaman kapal asing yang melakukan illegal fishing yang baru dilaksanakan pada tahun 2014.
Untungnya, pemerintahan dibawah Presiden Jokowi mencoba untuk membenahi infrastruktur penyokong sektor maritim. Proyek pembangunan tol laut yang gencar dicanangkan oleh Presiden tentu merupakan angin segar bagi perkembangan infrastruktur maritim. Hambatan lain yang membebani bangsa kita ialah stigma masyarakat yang masih menganggap bahwa potensi terbesar bangsa Indonesia ialah pertambangan, sawit, dan agraris yang memang sangat menjanjikan, akan tetapi dengan keterbatasan lahan dan menipisnya tambang, saya rasa tiga potensi tersebut tidak lagi menjanjikan di masa depan.
Terlepas dari segala hambatan yang ada, saya tetap optimis bahwa sektor ini akan menjadi sektor yang sangat krusial di dalam perekonomian bangsa Indonesia. Bahkan, menurut Menteri ESDM Sudirman Said, optimalisasi sektor maritim akan memberikan nilai ekonomi sebesar 1,2 triliun USD. Indonesia sendiri memiliki Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 6,5 juta ton per tahun yang berasal dari 11 WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan). Selain karena hal tersebut, program - program pemerintah untuk mendukung sektor maritim sejauh ini sudah sangat kondusif.
Kerjasama antara Bank Indonesia dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang terdiri atas komitmen-komitmen untuk memperkuat roadmap pengembangan maritim yang sesuai dengan lima keunggulan komparatif pembangunan kemaritiman Indonesia (marine biodiversity, posisi geotektonik, wawasan nusantara dan kewilayahan, arus lintas indonesia, dan jalur pelayaran internasional (international sea lanes)), pengembangan modal usaha UMKM sektor maritim, percepatan optimilisasi kebijakan serta peningkatan produktivitas ekonomi kelautan & perikanan, salah satunya melalui pembasmian illegal fishing yang gencar dilakukan oleh Ibu Susi Pudjiastuti. Kerjasama ini merupakan salah satu wujud dari komitmen-komitmen pemerintah terhadap ekonomi maritim, yang saya harap agar komitmen serta program-program pemerintah terkait dapat terlaksana dengan baik.
Bagaimana agar optimisme saya dan harapan publik terhadap ekonomi maritim ini dapat terwujud? Pelaksanaan dari komitmen serta janji dan program pemerintah merupakan faktor penentu keberhasilan dari ekonomi maritim ini, karena pemerintah merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap ekonomi maritim ini. Pemerintah juga merupakan pihak yang berhak untuk membuat program dan mengambil kebijakan, sehingga dapat disimpulkan bahwa jalannya program yang berkaitan dengan ekonomi maritim ini sangat terkait dengan pemerintah. Pengelolaan sumber daya maritim yang bertanggung jawab sangatlah penting. Sebisa mungkin kita mengolah hasil tangkapan ikan kita terlebih dahulu, agar dapat mendapatkan nilai tambah pada saat ekspor. Pengelolaan pariwisata yang baik tentu juga terkait dengan permasalahan ini.
Perlakuan pemerintah terhadap oknum-oknum yang terkait dengan sektor ini juga patut ditingkatkan. Pemerintah harus meningkatkan perhatian terhadap nelayan-nelayan, terutama nelayan tradisional yang keadannya masih sangat memprihatinkan. Pemberian kredit mikro, peningkatan akses terhadap perbankan dan jaminan sosial yang lebih terjamin sangat dibutuhkan oleh mereka. Penegakan hukum juga sangat berperan dalam memerangi illegal fishing yang tidak hanya melindungi devisa negara, tetapi juga membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan-nelayan Indonesia. Apabila hal-hal yang saya paparkan diatas dapat terlaksana dengan baik, bukan tidak mungkin Indonesia akan kembali memperoleh kejayaan ekonomi melalui sektor maritim.