Mohon tunggu...
Kanopi FEUI
Kanopi FEUI Mohon Tunggu... -

Untuk artikel terbaru dari Kajian Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (Kanopi) FEBUI, silahkan kunjungi dan ikuti akun baru kami: http://kompasiana.com/kanopi_febui

Selanjutnya

Tutup

Money

Pelemahan Nilai Rupiah: Apakah Indonesia Sedang di Ambang Krisis?

2 Oktober 2015   20:03 Diperbarui: 2 Oktober 2015   20:08 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang akhir tahun pertama pemerintahan di era presiden Joko Widodo, Rupiah seakan terus mengalami pelemahan terhadap US$. Tercatat bahwa terjadi pelemahan sebesar 14.9% dari Rp12.032/US$ menjadi Rp13.832/US$ sejak awal masa jabatan presiden Joko Widodo. Nilai tersebut merupakan nilai terendah Rupiah terhadap US$ dalam satu dekade terakhir. Akibatnya, banyak masyarakat khawatir terhadap potensi krisis yang ada, mengingat kurs rupiah saat ini mulai mendekati nilai kurs saat krisis 98. Namun, apakah pelemahan Rupiah memang merupakan tanda bahwa Indonesia akan berhadapan dengan krisis? Sebelum menyimpulkan hal tersebut, tentu kita harus menganalisis kondisi pada kedua era tersebut.

Ginandjar Kartasasmita pernah mengungkapkan bahwa ada 4 faktor penyebab krisis ekonomi tahun 1998. Salah satu dari keempat faktor tersebut adalah tingginya utang jangka pendek Indonesia. Pada saat itu, kondisi perekonomian negara di Asia relatif lebih menarik dibanding negara di kawasan lain – inflasi rendah, budget surplus, dll – . Dampaknya, arus modal mengalir ke kawasan Asia Pasifik dan menjadi utang bagi negara-negara di kawasan tersebut, termasuk Indonesia.

Akan tetapi, utang tersebut tidak disalurkan untuk sektor-sektor yang produktif, sehingga perekonomian  tidak tumbuh sejalan dengan utang yang ada. Sebagai gambaran, di tahun 1998 terdapat utang yang akan jatuh tempo sebesar US$ 20 milyar, padahal cadangan devisa pada saat itu (per Maret 1998) hanya sebesar US$ 14,4 milyar. Selisih yang cukup besar antara cadangan devisa dengan utang jangka pendek mengakibatkan pemerintah harus menambah jumlah dollar untuk membayar utang yang akan jatuh tempo. Akibatnya, permintaan dollar meningkat dan menyebabkan dollar menguat secara drastis – dengan kata lain terjadi pelemahan nilai Rupiah.

Pelemahan nilai rupiah, secara teoritis, sebenarnya dapat memacu perekonomian sebuah negara melalui peningkatan ekspor. Akan tetapi, pembangunan infrastruktur di Indonesia pada saat itu sangat bergantung pada barang-barang impor. Ketika Rupiah melemah, biaya untuk mengimpor meningkat. Dampaknya adalah pembangunan infrastruktur terhambat, sehingga besarnya kenaikan ekspor tidak sebesar pelemahan nilai tukar Rupiah.

Lalu, bagaimanakah dengan perekonomian di era pemerintahan Joko Widodo? Jika dibandingkan dengan dengan tahun 1998, komposisi utang Indonesia saat ini dapat dikatakan menggambarkan kondisi perekonomian yang lebih baik.

 

Tabel 1: Perbandingan Data Utang LN Indonesia dan Cadangan Devisa pada Tahun 2015 dan 1998

Sumber:  

*Statistik Bank Indonesia

**http://www.seasite.niu.edu/indonesian/reformasi/krisis_ekonomi.htm

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun