Di tengah dunia jurnalistik yang makin kompetitif, clickbait hadir sebagai salah satu pilihan menarik. Tidak sedikit dari perusahaan media kemudian menciptakan clickbait hanya demi popularitas. Kecaman dan hujatan tentunya terus berdatangan, mengingat kelakuan mereka yang sulit diterima akal sehat.Â
Akan tetapi, apa yang diharapkan justru terjadi sebaliknya. Mereka yang kini populer hanya perlu bersantai sembari menunggu antrean iklan dari AdSense yang kian menumpuk. Tak ayal, keadaan tersebut juga terjadi oleh karena andil kita semua. Apakah itu?
Jawabannya adalah perhatian. Ya, perhatian yang kita dedikasikan kepada clickbait yang sengaja diciptakan. Perhatian itu pula diperebutkan oleh banyak perusahaan yang ingin menaruh iklannya di halaman pembuat clickbait. Lantas setelah melihat sekilas singgungannya dengan aktivitas ekonomi, adakah cara ilmu ekonomi untuk memaknai 'perhatian' yang kita miliki?
Guna menjawab pertanyaan di atas, kita dapat memulainya dari definisi ilmu ekonomi sendiri. Menurut Mankiw (2018), ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara kita mengelola sumber daya yang terbatas. Kelangkaan selanjutnya menjadi fenomena utama yang dikaji oleh para ekonom di seluruh dunia. Dalam konteks tulisan ini, 'perhatian' merupakan sumber daya yang terbatas itu.
Topik yang lebih dikenal sebagai attention economy rupanya telah lama menjadi perbincangan. Peraih nobel ekonomi Herbert Simon (1971) menyatakan bahwa kehadiran informasi telah mengonsumsi perhatian kita, dan semakin berlimpahnya informasi menyebabkan perhatian kian terbatas pula.Â
Apa yang disampaikan olehnya tentu sangat relevan dengan situasi saat ini. Sebagai gambarannya, 350 juta foto di Facebook dan 500 juta kicauan di Twitter diunggah setiap harinya pada tahun 2019. Sementara itu, kita tetap hanya memiliki waktu 24 jam dalam sehari.
Kompetisi untuk Atensi
Berdasarkan sejarah, kompetisi untuk merebut perhatian sebenarnya bukanlah hal baru. Kita bahkan bisa menelusurinya hingga dua ratus tahun yang lalu ketika harga koran-koran di New York masih sekitar enam sen.Â
Pada waktu itu, Benjamin Day datang bersama terobosan koran The Sun yang hanya berharga satu sen dan seketika kemudian populer. Selain banting harga, koran tersebut juga menulis "Moon Hoax" yang berisi kisah palsu tentang kehidupan di bulan namun malah menarik perhatian. Alhasil, The Sun pun semakin menjadi-jadi pada masanya.
Kompetisi semacam itu ternyata diamini oleh Shapiro dan Varian (2001) yang membingkainya dalam konteks strategi bisnis. Menurut mereka, perusahaan harus berinvestasi lebih banyak dalam memasarkan produknya untuk mengambil perhatian para konsumen potensial.Â
Sejalan dengan itu, ekonom Josef Falkinger (2008) memberikan dua model keseimbangan pasar yang mengindikasikan adanya dua level kompetisi. Pertama, perusahaan (attention-seeker) akan berkompetisi untuk merebut perhatian konsumen dengan memberikan sinyal. Baru sehabis itu, mereka yang sukses menarik perhatian akan kembali berkompetisi di kerangka pasar monopolistik.