Siklus Krisis Moneter
Beberapa bulan silam, prediksi terjadinya krisis moneter di Q1 dan Q2 2020 menjadi suatu kabar yang menggemparkan dunia. Desas-desus ini semakin diperkuat ketika yield curve surat utang Amerika Serikat terbalik sejak Mei lalu, di mana imbal surat utang jangka pendek menjadi lebih tinggi dari imbal surat utang jangka panjang.Â
Indonesia juga merupakan salah satu negara yang pasti akan terkena dampak resesi ini. Persentase dagang terhadap PDB cukup signifikan dengan adanya ketidakstabilan politik antara AS dan China dan banyak perlambatan ekonomi yang terjadi di seluruh dunia.
Pemerintah saat ini sedang mencari cara untuk menyelamatkan Indonesia dari resesi. Menurut status quo, Indonesia diperkirakan akan mengalami perlambatan ekonomi karena pertumbuhan PDB diperkirakan akan turun di bawah 5% menurut Bank Dunia.
Dengan adanya kemungkinan resesi, pemerintah Indonesia merancang rencana-rencana untuk menjaga pertumbuhan ekonominya. Pada bulan ini, Kementerian Keuangan telah mengeluarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 bersama dengan strategi mereka untuk mengatasi resesi.
Lantas, apa saja strategi yang mereka akan diimplementasikan di tahun depan?
Kurangi Perdagangan, Tingkatkan Konsumsi dan Investasi
Relevansi dari strategi ini tampak jelas sebab menurut Bank Dunia, jika pertumbuhan Tiongkok melambat sebesar 1% pada tahun 2020, pertumbuhan Indonesia juga akan melambat sebesar 0,3%. Jumlah yang besar ini menunjukkan ketergantungan Indonesia terhadap kondisi ekonomi Tiongkok dari segi pertumbuhan PDB.Â
Selain itu, proyeksi dari Kemenkeu menunjukkan bahwa volume perdagangan global diproyeksikan akan mengalami penurunan yang signifikan dari 3.6% ke 1.1%, seiring dengan pertumbuhan ekonomi global yang melambat.
Dengan kondisi ekonomi Tiongkok yang tidak stabil, pertumbuhan global yang lambat, dan berkurangnya volume perdagangan, mereka telah memutuskan bahwa yang terbaik adalah bergantung pada kekuatan domestik.