Sebagai olahraga yang paling populer di dunia[1], sepak bola telah tumbuh menjadi salah satu industri bidang olahraga terbesar di dunia. Sepak bola dahulu dikenal sebagai ajang hiburan sederhana dan penghilang rasa jenuh bagi rakyat biasa dan tentara. Kini, ia telah bertransformasi menjadi permainan yang diakomodasi oleh pemilik modal, di mana keberhasilan suatu klub diukur oleh valuasinya, pemain bintang yang dimilikinya, serta banyaknya trofi yang diraihnya.
Lantas, bagaimanakah sebuah "permainan rakyat" yang membawa nilai-nilai sosial seperti kerjasama tim dan solidaritas dapat berkembang menjadi sebuah industri raksasa yang mampu menarik modal seluas-luasnya dan menghasilkan miliaran euro dan poundsterling. Lalu, apakah yang membuat industri sepak bola modern memiliki kisah sukses kapitalisme yang berlebihan di baliknya sehingga menyebabkan sepak bola saat ini seperti kehilangan esensinya?
Perwujudan Kapitalisme dalam Sepak Bola
Bila kita berbicara tentang sepak bola, tentu kita tidak dapat terlepas dari benua Eropa yang disebut-sebut sebagai kiblat sepak bola modern. Bukti keberhasilan benua biru dalam pengembangan sepak bola adalah perwakilan benua ini berhasil menjadi pemenang di 12 dari 21 edisi Piala Dunia FIFA[2].Â
Di benua biru ini, lahirlah kompetisi-kompetisi sepak bola profesional dan modern seperti Liga Inggris/ English Premier League(EPL) , Liga Spanyol/ La Liga, Liga Italia/ Serie A, dan kompetisi domestik lainnya dari negara-negara di Eropa yang perkembangannya telah jauh apabila dibandingkan dari benua lainnya.
Praktik kapitalisme, terutama di benua Eropa, dapat dilihat dari perilaku para kapitalis pemilik modal dari belahan bumi mana saja yang ingin memiliki sebuah klub ataupun menginvestasikan modal yang mereka miliki kepada klub elite Eropa.
Misalnya pada tahun 2003 saat pebisnis minyak asal Rusia, Roman Abrahamovic membeli Chelsea dengan nilai 140 juta[3] ataupun ketika investor kaya asal Uni Emirat Arab, Sheikh Mansour mengambil alih kepemilikan atas Manchester City senilai 210 juta pada tahun 2008[4].Â
Perilaku kapitalistik juga dapat dilihat dari perilaku para media raksasa olahraga seperti ESPN atau Sky yang saling berebut untuk mendapatkan lisensi hak siar dari pertandingan di liga-liga besar, seperti Sky di Liga Inggris atau EPL senilai 4,46 miliar[5].
Tidak hanya dibanjiri oleh modal besar, kegiatan industri sepak bola saat ini juga dikomersialisasi untuk keuntungan pihak klub. Para klub menjual jersey pemain, merchandise, dan berbagai atribut lain, serta kontrak eksklusif dengan berbagai produk dan sponsor dengan nilai jutaan hingga miliaran.
Contoh saja salah satu klub elite di Liga Inggris, Arsenal, yang pada tahun 2018 lalu baru meneken kontrak shirt sponsorship berdurasi 6 tahun hingga 2024 dengan maskapai penerbangan asal UAE, Emirates bernilai 200 juta[6].
Perilaku di atas mencerminkan bagaimana sepak bola telah dimasuki oleh unsur-unsur kapitalisme modern. Adanya hal tersebut menggambarkan sepak bola kini telah berkembang menjadi industri dengan perputaran uang yang sangat besar dengan transaksi mencapai jutaan hingga miliaran poundsterling ataupun euro.
Akan tetapi, sebagai sebuah industri, produk apakah yang dihasilkan oleh sepak bola? Dan bagaimanakah industri tersebut bekerja saat ini ?