Dari semua jalur untuk masuk perguruan tinggi negeri, jalur ujian tertulis SBMPTN tampak sebagai jalan yang paling adil sebab sifatnya yang meritokratis. Jalur SBMPTN hanya mengandalkan nilai dari ujian yang terstandarisasi, sehingga terlihat menawarkan kesempatan yang sama bagi semua calon mahasiswa, apapun asal sekolahnya maupun seberapa dalam kantong orangtuanya.Â
Dengan itu, penerimaan oleh jalur SBMPTN dipandang lebih sebagai validasi kemampuan dan kemauan mahasiswa untuk berusaha. Nyatanya, "kemampuan" yang diukur oleh ujian-ujian masuk tertulis tidak bisa dilepaskan dari latar belakang pesertanya, terutama latar belakang sosio-ekonominya.
Kasus-kasus di negara lain mendukung adanya kaitan antara latar belakang sosioekonomi dan keberhasilan dalam ujian masuk tertulis. Data The College Board menunjukkan bahwa nilai SAT naik beriringan dengan tingkat pendapatan1. Di Turki, Caner & Okten (2013) menemukan bahwa 86% peserta dari kelompok 37% penduduk termiskin Turki gagal dalam OSS, 20% lebih tinggi dibandingkan peserta dari kelompok 10% terkaya2. Untuk Korea Selatan, Kim, et al. (2014) menemukan bahwa penurunan peringkat desil dalam indeks status sosioekonomi dan lingkungan pendidikan (yang memperhitungkan pendapatan keseluruhan orang tua) mengakibatkan penurunan skor standard nine CSAT masing-masing sebesar 0.06 dan 0.433. Â Kasus-kasus tersebut mewakili bagaimana penghasilan keluarga bermain peran dalam mendongkrak prospek peserta dalam ujian masuk.
Peranan Uang Dalam Membeli Bimbingan Belajar
Salah satu penjelasan untuk ketimpangan tersebut adalah orang tua dengan pendapatan lebih besar dapat memberikan anaknya lebih banyak fasilitas, seperti bimbingan belajar. Berkat pertumbuhan industri shadow education dan munculnya inovasi baru seperti platform belajar digital, uang dapat membeli banyak bantuan dan bimbingan sekarang daripada beberapa dekade yang lalu.Â
Rendahnya kualitas bimbingan dan materi persiapan yang tersedia secara gratis (sebagai contoh, sekolah negeri di Indonesia tidak punya kewajiban untuk membimbing persiapan SBMPTN) yang mungkin ada dapat memperdalam jurang bagi mereka yang mampu membayar dan bagi mereka yang tidak.
Meskipun begitu, patut diakui bahwa peranan bimbingan belajar tidak dapat sepenuhnya menjelaskan jurang dalam kinerja ujian masuk. Studi yang dilakukan Tansel & Bircan (2005) di Turki memang menunjukkan siswa yang mengikuti bimbingan belajar memiliki kinerja yang lebih baik di ujian masuk universitas4. Akan tetapi, besarnya dampak bimbingan belajar masih belum dapat ditentukan.Â
Sebuah laporan National Association for College Admission Counselling menyatakan konsensus bahwa coaching hanya dapat meningkatkan hasil SAT sebesar 15-30 poin dari 1600 poin total5, dengan pengaruh terbesar di bidang Matematika.Â
Penemuan sejenis ditemukan Lee (2013) di Korea Selatan, di mana dampak bimbingan belajar Verbal dan Bahasa Inggris saat SMA terhadap nilai CSAT masing-masing subjek tidak dapat disimpulkan, namun ada dampak signifikan dalam subjek Matematika6.Â
Seperti yang disampaikan dalam laporan ADB mengenai shadow education, literatur dari penelitian menunjukkan penemuan yang berbeda-beda mengenai dampak bimbingan belajar terhadap pencapaian akademis, termasuk ujian masuk universitas7.